Dr. Socratez S.Yoman, Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis West Papua (PGBWP)

Papua Barat Wilayah Kekerasan Militer dan Polisi Indonesia

Senin, 02/03/2020 07:05 WIB
Aksi unjuk rasa orang Papua terkait permasalahan rasis di Surabaya (The Jakarta Post)

Aksi unjuk rasa orang Papua terkait permasalahan rasis di Surabaya (The Jakarta Post)

Jakarta, law-justice.co - Rakyat dan bangsa West Papua perlu sadar, bahwa Papua dijadikan pasar kekerasan militer dan kepolisian Indonesia. Siklus kekerasan di Papua diciptakan, dipelihara, dirawat untuk kepentingan pasar dan bisnis para jenderal dan para pemodal.

Proyek kekerasan TNI-Kepolisian Indonesia di Timor Leste dan Aceh sudah tidak ada lagi karena Timor Leste sudah merdeka dan Aceh sudah didamaikan dengan penjanjian Helsinki.

Contoh, konflik di Nduga, daerah yang sulit dipantau media adalah pasar kekerasan militer dan kepolisian Indonesia yang berwatak kriminal.

Presiden Republik Indonesia, Ir. Joko Widodo sudah perintahkan untuk tarik pasukan dari Nduga pada awal tahun 2019.

Tetapi, mengapa TNI-Polri tidak mau keluar dari Nduga?

Bupati dan wakil bupati Nduga, tokoh masyarakat Nduga dan pemimpin Gereja dan semua orang yang peduli kemanusiaan dan kedamaian minta pasukan TNI-Polri ditarik dari Nduga.

Tetapi mengapa TNI-Polri menjadi manusia-manusia telinga tuli, hati nurani yang lumpuh dan menjadi orang-orang bermoral rendah serta berwatak kriminal?

Karena TNI-Polri dan para pemodal mempunyai kepentingan ekonomi dan bisnis di West Papua.

OMONG KOSONG BESAR TNI-Polri selalu mengatakan menjaga NKRI, sebenarnya TNI-Polri menjaga bisnis dan ekonomi serta saham-saham para jenderal dan para pembisnis yang berduit di West Papua.

Seluruh rakyat Indonesia sudah ditipu oleh para penguasa dan para jenderal selama 58 tahun. Para jenderal dan para pengusaha melancarkan dan mengembangkan usaha mereka dan berlindung dengan jargon NKRI harga mati.

TNI-Polri juga ciptakan stigma/mitos OPM, Separatis, Makar dan mitos terbaru KKB. Sesungguhnya TNI-Polri-lah Kelompok Kriminal Bersenjata.

Contoh kasus terbaru nonton video versi rekaman anggota polisi, dan kronologis yang penuh tanda tanya:

1. Kenapa YY (sopir) yang sebelumnya amankan diri ke kantor Polisi dibawa kembali oleh polisi ke TKP?

2. Saat masa hendak serang YY, kenapa tidak ada tembakan peringatan dari Polisi? Lihat & dengar videonya mmg sama sekali tidak ada bunyi tembakan, padahal demo damai saja penembakan dilakukan.

3. Kenapa biarkan (menonton) YY lari sendiri mencari perlindugan di belakang satu dua polisi? Padahal ada lebih dari 10 polisi dsitu, bahkan polisi yang lain hanya asyik rekam kejadian ini.

4. Kenapa saat YY terancam nyawa Polisi tidak cepat2 bawa lari dengan mobil Polisi yg diparkir disitu? Justru polisi menunggu amukan masa dan biarkan dibunuh.

5. Polisi tau mayat korban tabrakan Demianus Mote ada terbaring, sudah pasti siapapun keluarga kalau lihat mayat korban pasti emosi marah, tetapi kenapa paksa negosiasi korban dengan sopir YY saat situasi ini?

6. Setelah kejadian kenapa rekaman video ini disebarkan agar viral. Lalu membuat diksi "nyawa babi berharga dari manusia".

7. Lalu belakangan munculkan muka dan nama Saugas Goo, ketua KNPB Dogiay yang tidak tahu menahu kejadian ini.

8. Siapa yang desain ini untuk mengadu rakyat Papua dan Sulawesi? Hingga orang Papua diserbu dengan kata-kata rasis: monyet, OPM, babi, dll., di segala postingan dan komentar2 media sosial?

9. Hampir setiap hari orang Papua mati ditabrak, ditembak, diracun, bahkan di Deiyai (tidak jauh dari Dogiay) tanggal 24 Februari 2020, seorang ibu dibunuh sopir dan dibuang ditengah jalan.

Saran saya kepada seluruh rakyat Indonesia, orang-orang non-Papua yang ada di West Papua maupun yang diluar Papua, bahwa di Papua merupakan pasar ekonomi dan bisnis kekerasan TNI-Polri yang selalu korbankan Penduduk Asli Papua, Orang Pendatang dan juga anggota TNI-Polri yang berpangkat kecil/rendah.

Kesaksian sopir pendatang:

Pada 26 Desember 2019, saya dengan istri libur natal ke kampung halaman. Kami sewa mobil dan sopir orang pendatang dari Wamena ke Lanny Jaya. Dalam perjalanan, saya bertanya kepada sopir, berapa lama adik menjadi sopir dan bawa mobil di pegunungan ini?

Jawabnya: "Saya bawa mobil sudah 5 tahun. Saya bawa mobil jurusan Wamena-Puncak Jaya."

Apakah adik sopir tidak takut OPM pimpinan Goliat Tabuni di Tingginambut?

Jawabnya: ",Maaf pak Yoman, kami semua sopir pendatang lebih takut kepada TNI-Polri daripada OPM. Karena, kami tidak pernah ketemu OPM. Kami selalu bertemu dengan orang-orang Papua yang baik dan ramah."

Doa dan harapan saya supaya tulisan singkat ini menjadi berkat dan ada sedikit pencerahan bagi para pembaca.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar