Pemerintah Akan Larang Teteskan Cairan Lilin Saat Bercinta

Kamis, 20/02/2020 15:37 WIB
Ilustrasi bercinta secara ekstrim (Hellosehat)

Ilustrasi bercinta secara ekstrim (Hellosehat)

Jakarta, law-justice.co - Pemerintah kembali berencana membuat sebuah peraturan untuk membatasi ekspresi seseorang dalam hal bercinta. Hal itu sudah tertuang dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketahanan Keluarga.  Salah satu contohnya dalah pemerintah akan menangkap setiap orang yang bercinta dengan cara meneteskan cairan lilin ke badan pasangannya. Sebab hal tersebut termasuk dalam ekspresi seks yang ekstrim.

RUU Ketahanan Keluarga masuk dalam daftar Program Legislasi Nasional (2020). Dalam salah satu pasal yang diajukan, pemerintah akan melarang praktik Bondage, Discipline, Domination, Submission, Sadism dan Masacochism (BDSM).

BDSM itu sendiri adalah singkatan dari perbudakan, dominasi, penyerahan diri, sadisme, sadomasokisme. Pada praktiknya, terdapat orang yang berkecenderungan melakukan aksi sadistik dalam berhubungan intim seperti meneteskan cairan lilin ke pasangannya.

BDSM juga merujuk pada khayalan-khayalan seksual yang dinilai membahayakn.

Draf RUU Ketahanan Keluarga tersebut bocor ke media sosial. Dalam RUU tersebut disebutkan bahwa pasangan yang melakukan BDSM akan diciduk oleh aparat dan menjalani rehabilitasi di panti rehabilitasi.

Berdasarkan hasil penelusuran, dalam RUU Ketahanan Keluarga tersebut mengizinkan pemerintah untuk menangani masalah krisis keluarga. Hal itu tertuang dalam pasal 85.

"Badan yang menangani Ketahanan Keluarga wajib melaksanakan penanganan Krisis Keluarga karena penyimpangan seksual sebagaimana dimaksud dalam pasal 74 ayat (3) huruf f berupa: rehabilitasi sosial, rehabilitasi psikologis, bimbingan rohani dan/atau rehabilitasi medis."

Pasal 85 tersebut kemudian dijabarkan kembali dalam dua pasal selanjutnya yakni pasal 86 dan 87.

Dalam kedua pasal tersebut dituliskan, apabila ada anggota keluarga dewasa yang mengalami penyimpangan seksual mengetahui anggota keluarga lain mengalami hal tersebut, wajib melaporkan kepada badan ketahanan keluarga.

Dalam bagian penjelasan pasal demi pasal, pada Pasal 85 dijelaskan maksud dari penyimpangan seksual.

"Yang dimaksud dengan penyimpangan seksual adalah dorongan dan kepuasan seksual yang ditunjukan tidak lazim atau dengan cara-cara tidak wajar, meliputi antara lain sadisme, masochisme, homoseks, lesbian dan incest."

Dikutip dari laman DPR.go.id, RUU tersebut diusulkan masuk ke dalam Prolegnas 2020-2024 oleh tiga anggota DPR RI dari fraksi Gerindra dan PKS. Ketiga anggota tersebut antara lain Sodik Mudjahid, Ledia Hanifah, dan Netty Prasetiyani.

Alasan mereka mendukung disahkannya RUU Ketahanan Keluarga tersebut karena pembangunan berbasis keluarga sangat penting dalam pembangunan masyarakat.

"Kami memandang pembangunan berbasis keluarga menjadi satu hal yang sangat penting. Ada banyak persoalan yang harusnya bisa diselesaikan dengan pendekatan keluarga," kata anggota Badan Legislatif DPR RI Ledia Hanifah di Ruang Rapat Baleg DPR RI, Selasa (3/12/2019). (Suara.com)

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar