Kisah Norman Edwin, Sang Beruang Gunung Dari Indonesia

Minggu, 26/01/2020 15:44 WIB
Norman Edwin (Sang Bolang)

Norman Edwin (Sang Bolang)

law-justice.co - Norman Edwin adalah sesorang yang memiliki kekuatan dan kegagahan sebagai seorang petualang sejati. Pelopor pertama untuk pendakian Seven Summits Indonesia maupun di dunia. Keteguhan hati dan pemikiran yang cemerlang dari sosok Norman memang membuat Indonesia seakan tidak ada habisnya lahir seorang petualang belantara sejati.

Norman Edwin yang merupakan seorang petualang sejati sekaligus berprofesi sebagai Wartawan Kompas dilahirkan pada 16 Januari 1955, Sungai Gerong, Banyuasin 1, Banyuasin,  Palembang, Sumatera Selatan.

Petualangan pertamanya mendaki dimulai ketika Norman Edwin berbangku sekolah SMA, semakin menjadi-jadi ketika masuk Universitas Indonesia dan bergabung dengan Mapala UI.  Norman telah berhasil meraih tujuh puncak tertinggi yang berada di Indonesia.

Norman juga meninggalkan banyak tulisan yang sangat menginspirasi semangat petualangan di berbagai harian cetak seperti Kompas, Mutiara, Suara Alam, dan Suara Pembaruan. “Ingatan terakhir saya mengenai kehadiran almarhum adalah ketika beliau berpamitan beberapa hari sebelum keberangkatannya ke Aconcagua.

Waktu itu sepertinya beliau sudah dapat ’merasakan’ bahwa itu adalah terakhir kalinya kita akan bertemu karena salam perpisahannya sedikit lebih emosional dibandingkan perpisahan sebelumnya. Setelah kepergiannya, saya ingat, saya sempat mendapatkan sebuah kiriman kartu pos dari beliau yang diposkan dari Mendoza (Argentina).” Begitu yang dituliskan oleh Melati—putri tunggal Norman Edwin—yang saat ditinggalkan baru menginjak usia tujuh tahun. (Dikutip dari Harry Susilo, Kompas – 2011).

Norman Edwin Telah Berhasil Menggapai Empat Dari Tujuh Puncak
Sebagai seseorang yang sangat menggaungkan suara untuk pendakian tujuh puncak tertinggi dunia. Norman,  telah berhasil menggapai empat puncak tertinggi yang ada di dunia, yakni Gunung Carstensz Pyramid di Papua (4.884 Meter), McKinley di Alaska, Amerika Utara (6.194 Meter), Kilimanjaro di Tanzania, Afrika Timur (5.894 Meter), dan Elbrus di Rusia (5.633 Meter).

Setelah berhasil dari empat puncak tersebut hanya sisa tiga puncak tertinggi yang belum diraih oleh Norman Edwin. Yaitu Gunung Everest (8.850 Meter), Aconcagua (6.959 Meter), dan Vinson Massif (4.897 Meter).

Pendakian Yang Ke Lima dan Berita Duka
Pendakian ke lima yang direncanakan oleh Norman Edwin bersama timnya yaitu Gunung Aconcagua (6962 meter). Berada di Argentina dekat perbatasan Chili yang merupakan gunung tertinggi di benua Amerika. Tercatat pendaki pertama yang berhasil yaitu Matthias Zurbriggen pada tahun 1897.

Pada pendakian ke lima ini Norman Edwin berangkat bersama empat rekan lainnya yaitu Didiek Samsu, Rudy Nurcahyo, Mohammad Fayez, dan Dian Hapsari. Berdasarkan berita Kompas yang dikutip melalui tulisan Harry Susilo, ekspedisi tersebut dilakukan pada 12-27 Februari 1992 melalui jalur Gletser Polandia menuju jajaran pegunungan Andes, Argentina. Jalur ini lebih sulit dibandingkan yang ada di Aconcagua.

Perjalanan menuju puncak Aconcagua tidak semulus sesuai rencana, Berawal dari kecelakaan yang menimpa Fayez membuat pendakian harus diurungkan dan semuanya mau tidak mau harus turun kembali karena melihat kondisi cuaca yang semakin tidak membaik. Ketika Fayez harus dirawat di rumah sakit, Norman dan Didiek juga harus mengalami amputasi bagian jari karena terkena radang pembekuan pada jari atau istilahnya yang sering disebut frostbite.

Pasca peristiwa tersebut, kedua pendaki Mapala UI tersebut yakni Fayez dan Dian pulang lebih dulu ke Jakarta. Di sisi lain, Rudy masih harus menjalani perawatan di rumah sakit Santiago, Cile. Sebaliknya, dengan tekad yang kuat, Norman dan Didiek justru merencanakan untuk melakukan pendakian ulang Aconcagua dengan pendakian jalur normal pada 11-21 Maret 1992.

Pada saat inilah Tuhan berkehendak lain pada dua pendaki senior yang dimiliki Indonesia. Badai salju menghentikan langkah Norman Edwin dan Didiek Samsu tepat dibawah sebelum puncak Aconcagua.

Tanggal 23 Maret 1992, jenazah Didiek Samsu ditemukan di dalam kantong tidur di Refugio Independenzia, ketinggian 6.400 meter. Tanggal 2 April jenazah Norman ditemukan oleh ranger gunung dalam kondisi mayat yang sudah membeku. Dan inilah akhir dari ekspedisi gunung Norman. Dia meninggal saat melakukan pendakian ke puncak kelimanya di Aconcagua. Dalam dekapan alam yang begitu dicintainya. (Male)

(Hidayat G\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar