Pakar Ini Beberkan Peran Megawati & Hasto `Naikkan` Harun Masiku

Jum'at, 17/01/2020 13:07 WIB
Hasto Kristiyanto, Puan Maharani dan Megawati. (Tribun)

Hasto Kristiyanto, Puan Maharani dan Megawati. (Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Pasca Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membongkar dugaan kasus suap yang menjear komisoner KPU dan politikus PDIP Harun Masiku, nama Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto masih menjadi sorotan.

Isu terus berkembang dan kasus suap ini menyerempet ke petinggi PDIP, partai yang dinahkodai oleh Megawati Soekarnoputri dan Hasto Kristiyanto.

Bahkan, belakangan muncul stigma saat ini KPK tak kuasa melawan PDIP.

Melansir tribunnews.com, aksi Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK melakukan OTT kepada Komisioner KPU Wahyu Setiawan terus jadi perbincangan.

Salah satunya di acara Talk Show ILC TV One malam Selasa (14/1/2010) yang berlangsung seru.

Apalagi topiknya adalah KPK Masih Bertaji?

Banyak tokoh yang diundang.

Salah satunya Zainal Arifin pakar hukum tata negara dari Universitas Negeri Gadjah Mada atau UGM.

Zainal Arifin bahkan membongkar peran Megawati dan Hasto Kristiyanto atas Harun Masiku.

Kasus Harun Masiku mencuat setelah Komisioner KPK Wahyu Setiawan terkena OTT KPK.

Harun Masiku bahkan menyogok hingga Rp 900 juta.

Komisioner Komisi Pemilihan Umum ( KPU ) RI Wahyu Setiawan diduga telah menerima suap senilai Rp 600 juta, dari permintaan Rp 900 juta.

Untuk memuluskan jalan caleg PDIP Harun Masiku masuk ke DPR melalui jalur pergantian antarwaktu atau PAW.

Harun Masiku ingin mengganti Nazarudin Kiemas yang meninggal dunia pada Maret 2019.

Almarhum Nazaruddin Kiemas adalah adik almarhum Taufiq Kiemas, ipar Megawati Soekarnoputri atau paman Puan Maharani.

Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar mengatakan, penerimaan uang tersebut dilakukan dalam dua tahap yaitu pada pertengahan Desember 2019 dan akhir Desember 2019.

"Pertengahan Desember 2019, salah satu sumber dana yang sedang didalami KPK memberikan uang Rp 400 juta yang ditujukan pada WSE (Wahyu) melalui ATF (mantan anggota Bawaslu, Agustiani Tio Fridelina), DON (Doni) dan SAE (Saeful)," kata Lili dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (9/1/2020).

Lili Pantauli Siregar menuturkan, dari penyerahan uang itu, Wahyu Setiawan telah menerima uang Rp 200 juta.

Uang diterimanya dari Agustiani di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan.

Kemudian, pada akhir Desember 2019, Harun Masiku disebut menyerahkan Rp 850 juta ke Saeful lewat seorang staf DPP PDIP.

Saeful kemudian membagi-bagi uang tersebut kepada Agustiani dan Doni.

Doni menerima uang sebesar Rp 150 juta sementara Agustiani menerima Rp 450 juta.

"Dari Rp 450 juta yang diterima ATF, sejumlah Rp 400 juta merupakan suap yang ditujukan untuk WSE, Komisioner KPU. Uang masih disimpan oleh ATF," ujar Lili Pantauli Siregar.

Pada Selasa (8/1/2020) kemarin, Wahyu Setiawan disebut hendak meminta uang tersebut kepada Agustiani.

Namun, kedunya justru dicokok KPK lewat operasi tangkap tangan.

Adapun awalnya Wahyu Setiawan meminta dana operasional sebesar Rp 900 juta untuk memuluskan jalan caleg PDIP Harun Masiku agar masuk ke DPR lewat mekanisme pergantian antarwaktu.

Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang tersangka yakni Wahyu, Harun, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina, dan seorang pihak swasta bernama Saeful.

Ketua KPU Ingatkan Penyelenggara Pemilu Jaga Integritas

Ketua KPU Arief Budiman mengingatkan penyelenggara pemilu di daerah untuk menjaga integritas.

"Saya ingin sampaikan kepada KPU provinsi, kabupaten, dan kota untuk lebih meningkatkan kewaspadaan, mawas diri, dan jauh lebih menjaga integritasnya.

Karena ada penyelenggaraan pemilihan kepala daerah di 270 daerah tahun ini itu cukup penting bagi bangsa ini," ujar Arief Budiman di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (9/1/2020).

Terkait hal ini, Arief Budiman mengatakan, KPU akan membuat surat edaran (SE) yang disampaikan kepada semua penyelenggara pemilu di daerah.

Arief Budiman ingin peristiwa yang menimpa Wahyu Setiawan enjadi pelajaran oleh penyelenggara pemilu.

"Tentu saya akan memberikan pesan baik tertulis maupun lisan kepada semua teman-teman yang sedang menyelenggarakan pilkada di 270 daerah.

Akan segera saya keluarkan SE agar peristiwa ini menjadi pelajaran berharga bagi kita," tambahnya.

Zainal Arifin Bongkar Peran Megawati dan Hasto Kristiyanto di Mahkamah Agung

Pakar hukum tata negara UGM Zainal Arifin membongkar peran Megawati dan Hasto Kristiyanto untuk Harun Masiku di Mahkamah Agung.

Zainal bahkan heran dan penasaran siapa Harun Masiku?

Sepertinya menjadi orang penting di PDIP sampai Megawati turun tangan.

Kasus ini kata Zainal sangat menarik.

"Putusan Mahkamah Agung putusan 57 itu agak aneh"kata Zainal.

Lanjut Zainal pemohonnya adalah Megawati dan Hasto Kristiyanto.

Dan putusan MA kata Zainal agak rancu karena tidak mempertimbangkan sama sekali bunyi Undang Undang.

Bahkan setelah MA mengelaurkan putusan kata Zainal, diperjuangkan secara luar biasa.

"Saya tidak tahu siapa Harun Masiku.

Tapi dia memiliki daya tarik luar baisa di PDIP,"kata Zainal.

Bahkan kata Zainal Megawati turun langsung untuk melakukan pengujian.

"Bahkan lanjut terus sampai terakhir," tambah Zainal.

 

 

Kekayaan Wahyu Setiawan

Terima sogokan, berapa harta kekayaan Wahyu Setiawan?

Dalam Laporan Harta Kekayaaan Pejabat Negara (LHKPN), Wahyu Setiawan memiliki harta senilai Rp 12.812.000.000.

Wahyu Setiawan terakhir kali melaporkan harta kekayaannya pada 30 Maret 2019.

Wahyu Setiawan memiliki sembilan bidang tanah dan bangunan yang berada di Banjarnegara dengan nilai Rp 3.350.000.000.

Kesemua tanah milik Wahyu Setiawan merupakan warisan.

Selain tanah, Wahyu Setiawan masih memiliki tiga mobil dan tiga motor dengan nilai Rp 1.025.000.000.

Aset Wahyu Setiawan lainnya adalah harta bergerak lainnya Rp 715 juta; kas dan setara kas Rp 4.980.000.000; serta harta lainnya Rp 2.742.000.000.

Wahyu Setiawan tidak memiliki sepeser utang pun.

Sebagai komisioner KPU, Wahyu Setiawan kerap menjadi rujukan atau narasumber.

Satu di antaranya, ia pernah tampil sebagai narasumber dalam acara talkshow PrimeTalk di Metro TV pada Juni 2018 dengan tema Koruptor Dilarang Nyaleg.

Wahyu Setiawan menyebut, larangan mantan napi korupsi maju sebagai bakal calon legislatif (bacaleg) merupakan bentuk keberpihakan pada gerakan antikorupsi.

Oleh karenanya, sebagai penyelenggara pemilu, pihaknya berpegang pada Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018, yang memuat larangan mantan napi korupsi maju sebagai calon wakil rakyat.

"Ini persoalan keberpihakan kepada gerakan antikorupsi," kata Wahyu Setiawan, di Kantor KPU, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (11/9/2018).

Dengan berpedoman pada PKPU, kata Wahyu, KPU ingin menunjukkan ke masyarakat, semangat antikorupsi itu nyata adanya.

Putusan MA diperjuangkan luar biasa menarik.

Siapa Harun Masiku dia memiliki daya tarik hingga diperjuangkan berkali-kali hingga bu Megawati turun melakukan pengujian.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar