Sumanto Al Qurtuby:

Kompleks Pemukiman Syariah Dibangun, Untuk Apa?

Minggu, 15/12/2019 00:01 WIB
Ilustrasi (Rumah.com)

Ilustrasi (Rumah.com)

law-justice.co - Di seluruh penjuru dunia-akhirat dan semua kolong langit ini, mungkin hanya di Indonesia terdapat kompleks pemukiman (perumahan, pedesaan) berlabel syariat yang super-eksklusif dan tertutup, serta didesain hanya berlaku untuk "golongan atau kalangan sendiri", yaitu umat Islam dari kelompok mereka atau yang dandanannya mirip-mirip dengan mereka (misalnya berjilbab dan berhijab gelombor warna hitam plus bercadar bagi perempuan atau bercelana cingkrang bagi yang laki). 

Konon (perlu saya selikidi lebih lanjut meskipun sudah saya baca-baca sekilas di dunia maya) di Yogyakarta, Magetan dan  Cikarang ada model kompleks pemukiman seperti ini. Konon pula, orang yang tidak berbusana ala mereka sulit masuk ke kawasan ini. 

Di Arab Saudi, negara yang muslimnya dianggap paling konservatif di dunia pun, tidak ada model pemukiman yang didesain tertutup untuk golongan sendiri seperti di Indonesia tadi. Apalagi di kawasan Timur Tengah lain yang lebih terbuka dan moderat, lebih tidak ada lagi model kompleks macam begini.

Yang agak mirip-mirip dengan mereka ada di Israel, khususnya kompleks pemukiman kelompok Yahudi ultra-ortodoks Haredi. Kelompok Yahudi ini kaum perempuannya juga berjilbab, berhijab, dan bercadar hitam, sementara kaum lakinya berjenggot menjuntai. Atau Afghanistan era rezim Taliban yang koplak dan sontoloyo itu. Atau kawasan yang dikontrol secara paksa oleh sekelompok Islamis-teroris gemblung

Di Arab Saudi, Bahrain, Qatar, Uni Emirat Arab, Oman, Kuwait dan lainnya, karena banyaknya populasi kaum migran, maka banyak juga kompleks perumahan, tetapi penduduknya campur dari berbagai etnis dan agama. 

Banyak perusahaan besar di kawasan Arab Teluk (seperti Aramco, Sabic, dll) dan perguruan tinggi yang juga memiliki perumahan sendiri, tetapi penghuninya campuran. Saya juga tinggal di kompleks perumahan dosen yang penghuninya warna-warni dari berbagai bangsa, etnis, suku, dan agama.

Tentu saja sah-sah saja membuat kompleks pemukiman model apapun asalkan tidak melanggar undang-undang yang berlaku dan tidak dijadikan sebagai sarang penyebaran intoleransi dan radikalisme, apalagi terorisme. 

Tetapi saya menilai model-model kompleks pemukiman yang eksklusif-tertutup-segregatif tersebut bisa berdampak buruk bagi keberlangsungan hubungan sosial-kemasyarakatan, kemanusiaan, keagamaan, dan kebangsaan di negara Indonesia yang supermajemuk. 

Oleh karena itu, ke depan, pemerintah perlu membuat aturan main tentang kompleks pemukiman guna menghindari atau mencegah hal-hal buruk yang tidak diinginkan terjadi.

Jabal Dhahran, Jazirah Arabia

Sumanto Al Qurtuby, Antropolog Budaya di King Fahd University of Petroleum and Minerals, Arab Saudi

(Tim Liputan News\Reko Alum)

Share:




Berita Terkait

Komentar