KPK: Apakah Anak Kepala Daerah Harus Jadi Kepala Daerah Juga?

Rabu, 09/10/2019 10:10 WIB
Pimpinan KPK Basaria Panjaitan (Tribun)

Pimpinan KPK Basaria Panjaitan (Tribun)

Jakarta, law-justice.co - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku tengah menyoroti dinasti politik di Lampung, setelah menciduk Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara.

Agung diduga terlibat kasus suap terkait proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan di Kabupaten Lampung Utara.

Ayah Agung bernama Tamanuri, merupakan mantan Bupati Way Kanan.

Posisi sebagai kepala daerah itu pun seakan diturunkan Tamanuri kepada Agung.

Agung menjabat Bupati Lampung Utara sejak 2014, tepatnya saat menginjak usia 32 tahun.

"(Bupati) Ini memang benar-benar masih muda, umur 32 sudah terpilih jadi bupati." kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta seperti melansir

"Kebetulan kepala daerah sebelumnya orang tuanya, juga kepala daerah di salah satu kabupaten di Lampung," tambahnya.

"Memang perlu ada sesuatu yang kita pikirkan, apakah anak dari seorang kepala daerah harus jadi kepala daerah juga?" Tanya Basaria.

Basaria mengatakan, dinasti politik saat ini menjadi perhatian tersendiri bagi KPK.

Sebab, ia menilai dinasti politik rawan tindak pidana korupsi.

"Dinasti politik yang seperti ini sudah berulang kali saya katakan menjadi perhatian KPK juga," ujarnya.

KPK sebelumnya pernah menangani perkara yang kental dinasti politik, yakni yang menjerat ayah dan anak, Asrun dan Adriatma Dwi Putra.

Asrun merupakan Wali Kota Kendari dua periode, yaitu pada 2007-2017, yang kemudian digantikan putranya, Adriatma.

Dalam perkara itu, Asrun diduga memerintahkan Adriatma untuk menerima suap dari sejumlah pengusaha di wilayahnya.

Suap itu nantinya akan digunakan Asrun dalam kepentingan kampanyenya untuk maju sebagai calon Gubernur Sulawesi Tenggara.

Tak hanya Asrun dan Adriatma, dinasti politik juga tampak dari sosok Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.

Rita merupakan anak perempuan dari Syaukani Hasan Rais yang juga merupakan Bupati Kutai Kartanegara pertama yang dipilih secara langsung pada tahun 2005.

Dari praktik tersebut, KPK mencurigai adanya upaya dari salah satu keluarga di daerah tertentu untuk membangun pemerintahan yang murni dipimpin oleh bagian dari keluarganya.

"Mungkin ada sesuatu yang tak rela dilepas atau ada sesuatu yang dibangun di sana," duga Basaria.

Kronologi OTT

KPK menetapkan enam tersangka dalam kasus dugaan suap kepada Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara, terkait proyek di Dinas PUPR dan Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara.

Sebagai penerima suap, KPK menjerat empat tersangka, yakni Bupati Lampung Utara Agung Ilmu Mangkunegara, dan orang kepercayaan Agung, Raden Syahril.

Lalu, Kepala Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara Syahbuddin, dan Kepala Dinas Perdagangan Kabupaten Lampung Utara Wan Hendri.

Sebagai pemberi suap, KPK menjerat dua pihak swasta masing-masing bernama Chandra Safari dan Hendra Wijaya Saleh.

Agung Ilmu Mangkunegara diduga menerima suap sebanyak Rp 800 juta dari total janji suap Rp 1,24 miliar terkait proyek di dua dinas tersebut.

Kasus ini bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada Minggu (6/10/2019) malam hingga Senin (7/10/2019) dini hari.

Kala itu, Tim Satgas KPK mengamankan Agung, Raden, Syahbuddin, Wan Hendri, dan Chandra.

Kemudian, ada dua orang lagi yang turut diamankan namun tidak dijadikan tersangka.

Mereka adalah Kepala Seksi Jalan dan Jembatan Dinas PUPR Kabupaten Lampung Utara Fria Apristama dan Reza Giovanna dari unsur swasta.

"Sementara untuk HWS (Henra Wijaya Saleh) hari ini menyerahkan diri ke Kantor Kepolisian Resor Lampung Utara,"

"Yang kemudian diantar ke kantor Kepolisian Daerah Lampung pada 11.00 WIB," kata Wakil Ketua KPK Basaria Panjaitan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (7/10/2019) malam.

Kronologi perkaranya, Basaria mengungkapkan, KPK menerima informasi akan adanya transaksi penyerahan uang terkait dengan proyek di Dinas Perdagangan di Kabupaten Lampung Utara.

Setelah mendapatkan informasi dari masyarakat akan adanya penyerahan sejumlah uang kepada Bupati, tim langsung bergerak ke rumah Dinas Bupati dan menangkap Raden sekira pukul 18.00 WIB.

Saat itu, kata Basaria, penyidik mengalami sedikit kendala ketika hendak masuk ke Rumah Dinas Bupati Agung karena tidak kooperatifnya beberapa pihak di tempat.

Tim baru bisa masuk dan mengamankan Bupati Agung sekira pukul 19.00 WIB.

"Di sana tim penyidik sempat dihalang-halangi," ungkap Basaria.

Di Rumah Dinas Bupati, dari kamar Agung, tim mengamankan uang sebesar Rp 200 juta.

Tim kemudian menuju rumah Wan Hendri dan mengamankannya pada pukul 20.00 WIB.

Secara terpisah, lanjut Basaria, tim lain bergerak ke rumah Syahbuddin dan mengamankannya sekira pukul 20.35 WIB.

Dari Syahbuddin, tim mengamankan uang Rp 38 juta yang diduga terkait proyek.

"Secara paralel, tim lain mengamankan RGI, Swasta di rumahnya pada pukul 21.00 WIB."

Kemudian secara terpisah, tim lain bersama RSY, orang kepercayaan Bupati, kembali ke rumahnya dan mengamankan uang sebesar Rp 440 juta pada pukul 00.12 WIB.

Kata Basaria, tim kemudian mengamankan Chandra pada Senin (7/10/2019) pukul 00.17 di rumahnya.

Terakhir, tim mengamankan Fria sekira pukul 00.30 WIB.

Dari Fria, tim mengamankan uang Rp 50 juta yang diduga terkait proyek.

"Total uang yang diamankan tim adalah Rp 728 juta," jelas Basaria.

(Ade Irmansyah\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar