Dr. Socratez S.Yoman, Presiden Persekutuan Gereja-gereja Baptis Papua; Pelanggaran Berat HAM dan Sejarah Pepera 1969
Akar Persoalan Papua; Rasialis,Kapitalis,Kolonialis & Militerisme
Aksi protes atas penyerbuan dan ucapan rasis terhadap mahasiswa Papua di Surabaya (Faja.co.id)
Papua, law-justice.co - Pada artikel ini, penulis menulis dengan judul artikel: Akar Persoalan Papua: Rasialisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme, Pelanggaran Berat HAM dan Sejarah Pepera 1969. Ini semua sebagai akar masalah yang sebenarnya yang membelenggu, melumpuhkan, menghancurkan dan juga terjadi proses pemusnahan etnis rakyat dan bangsa West Papua secara sistematis, terpogram, terstruktur digalakkan oleh penjajah Indonesia dengan berlindung dibalik jargon "NKRI" harga mati dan kedaulatan Negara.
Apakah benar Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme, Pelanggaran Berat HAM dan Sejarah Pepera 1969 adalah AKAR MASALAH West Papua? Para pembaca yang mulia dan terhormat, ikuti ulasan-ulasan berikut, tapi penulis tidak akan membahas dua topik, yaitu Pelanggaran Berat HAM dan Sejarah Pepera 1969."Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia. ...Lalu TUHAN Allah membuat manusia itu tidur nyenyak; ketika ia tidur, TUHAN Allah mengambil salah satu rusuk dari padanya, lalu menutup tempat itu dengan daging. Dan dari rusuk yang diambil TUHAN Allah dari manusia itu, dibangun-Nyalah seorang perempuan, lalu dibawahnya kepada manusia itu."(Kejadian 2:18,21-22).
Perbuatan sangat tidak manusiawi, biadab, kejam dan kental dengan kebencian dilatarbelakangi dengan ras Melayu yang lebih manusiawi dengan ras Melanesia yang sama dengan monyet, anjing, babi dan kera. Karena itu ditembak mati tidak masalah, dijemur di matahari tidak salah dan direndahkan martabat tidak berdosa karena ras Papua bukan manusia.
Kapitalisme. Rakyat dan bangsa West Papua tidak saja menjadi korban rasisme sebagai akar persoalan, tetapi juga menjadi korban kepentingan kapitalisme global/internasional. Greg Paulgrain dalam bukunya Bayang-Bayang Intervensi Perang Siasat John F.Kenney dan Allen Dulles atas Sukarno (2017) menulis sebagai berikut.Dag Hammarskjold, Sekretaris Jenderal PBB di 1961 dibunuh dalam perjalanan di Kongo pada 17/18 September 1961 hanya karena kepentingan ekonomi, tambang emas di Papua, Allan Dulles, Kepala CIA Amerika terlibat dalam kematian Hammarksjold. John F. Kennedy ditembak mati hanya karena perdebatan/perebutan emas di West Papua, tentu ada alasan dan kepentingan lain.Presiden pertama, founder father, Ir. Sukarno kehilangan kursi kepresiden dengan isu bahaya Komunisme karena kepentingan Kapitalisme global, terutama emas di West Papua. Jonathan Rumbiak yang lebih populer John Rumbiak sebagai pelopor, pejuang dan perintis Hak Asasi Manusia di West Papua dilumpuhkan karena konspirasi kepentingan Kapitalisme global, terutama emas di West Papua.Para pejuang dan pahlawan keadilan dan perdamaian rakyat dan West Papua dari Arnold Clemens Ap dan kawan-kawan sampai peristiwa penembakan dan pembunuhan rakyat Papua pada bulan Agustus 2019 HANYA kepentingan Kapatalisme/ekonomi atau emas di West Papua. Penguasa dan aparat keamanan TNI-Polri berpandangan bahwa monyet-monyet HARUS dibasmi dengan berbagai cara yang wajar dan tidak karena menghalangi kebebasan mereka untuk merampok, mencuri dan menjarah emas di perut bumi West Papua. Kolonialisme. Sudah jelas dan pasti bahwa pendudukan dan penjajahan Indonesia di West Papua ialah kepentingan ekonomi, politik dan keamanan. Herman Wayoi, pelaku dan saksi sejarah dan juga orang West Papua terpelajar tahun 1960an mengabadikan dengan tepat: "Pemerintah Indonesia hanya berupaya menguasai daerah ini, dan menggantinya dengan Etnis Melayu dari Indonesia.Hal ini terbukti dengan mendatangkan transmigrasi dari luar daerah dalam jumlah ribuan untuk mendiami lembah-lembah yang subur di Tanah Papua. Dua macam operasi yaitu Operasi Militer dan Operasi Transmigrasi menunjukkan indikasi yang tidak diragukan dari maksud dan tujuan untuk menghilangkan Ras Melanesia di tanah ini.
Rakyat Papua yang terbunuh dalam operasi-operasi militer di daerah-daerah terpencil atau pelosok pedalaman dilakukan tanpa prosedur dan pandang bulu apakah orang dewasa atau anak-anak. Memang ironis, ketidakberpihakan hukum yang adil menyebabkan nilai orang Papua dimata aparat keamanan Pemerintah Indonesia tidak lebih dari binatang buruan" (Sumber: Pemusnahan Etnis Melanesia: Yoman, 2007, hal. 143).
Nilai orang Papua dimata pemerimtah dan aparat keamanan Indonesia tidak lebih dari binatang buruan dilatari dan didukung dengan pandangan dan keyakinan rasisme terhadap orang-orang asli Papua. Penguasa dan aparat keamanan TNI-Polri menilai rendah orang Papua sebagai ras yang paling rendah di bumi ini, maka harus dimusnahkan dengan moncong senjata.Dengan semangat dan keyakinan pemerintah dan aparat keamanan Indonesia yang sudah mengakar seperti itu: Rakyat Papua diberikan stigma dan mitos seenak nya, semaunya dan sesukanya selama ini. Contoh: Mitos primitif, terbelakang, terbodoh, tertinggal, belum maju, belum bisa, GPK, GPL, OPM, Separatis, Makar, KKSB dan monyet, kera dan bermacam-macam ujaran kebencian yang dimunculkan selama ini.Bukti kekejaman dan brutalnya Indonesia dan aparat keamanan terlihat juga dalam proses pelaksanaan Pepera 1969. Kekejaman Indonesia itu dilatari merasa superior dan juga manusia dan menanggap orang Papua manusia kelas dua setara dengan monyet dan kera. Pandangan dan keyakinan rasisme Indonesia sudah terlihat dalam pelaksanaan Pepera 1969 penuh rekayasa dan konspirasi kejahatan kemanusiaan ini.Militerisme. Amiruddin al Rahab dalam bukunya Heboh Papua: Perang Rahasia, Trauma dan Separatisme memberikan kesimpulan dengan sempurna: "ABRI: Wajah Indonesia di Papua (hal.41) ...Papua berintegrasi dengan Indonesia dengan tulang punggungnya pemerintahan militer (hal.42)..."ABRI adalah Indonesia, Indonesia adalah ABRI" (hal. 43). "...Freeport adalah militer" (hal. 46) dan "....Transmigrasi adalah militer" (hal.46).Tidak rahasia umum, " Transmigrasi yang didalamnya juga masuk keluarga ABRI dan para pensiunan ABRI kian membuat orang takut sekaligus merasa tanahnya dirampas. Para purnawirawan ABRI yang ikut dalam pemukiman transmigrasi sekaligus menjadi intel Kodam 17 Cenderawasih dalam mengawasi daerah itu." (Yoman, 2007, hal. 418).Operasi militer Indonesia di West Papua itu terbukti dengan didatangkannya ribuan anggota TNI dan Brimob ke West Papua pada bulan Agustus-September 2019 untuk menekan rakyat dan bangsa West Papua tidak menentang RASISME sebagai akar persoalan bangsa West Papua yang disembunyikan selama ini. Negara dan aparat keamanan Indonesia bekerja sekuat tenaga untuk pengalihan dan pembolokkan akar persoalan, yaitu RASiSME, salah satu contoh: Negara melalui BIN membawa 61 orang Papua ke Jakarta pertemuan dengan Presiden Ir. Joko Widodo di Jakarta dengan tuntutan yang tidak ada relevansi dan keadaan yang dihadapi dan dialami rakyat Papua.KesimpulanRasisme adalah musuh Allah. Rasisme sebagai musuh seluruh umat manusia. Rasisme ialah kejahatan kemanusiaan. Rasisme ialah musuh orang Muslim, musuh orang Hindu, musuh orang Budha, musuh orang Konghucu, musuh kaum Atheis, musuh orang Kristen. RASISME ialah musuh kita bersama sebagai umat manusia. Mari kita sama-sama lawan dan brantas RASISME.Akar Persoalan rakyat dan bangsa West Papua selama 57 tahun sejak 1961 ialah RASISME bukan Separatisme. Pemerintah dengan aparat keamanan selama ini dengan sekuat tenaga dengan berbagai siasat menyembunyikan RASISME dengan stigma separatis, makar dan OPM. Persoalan RASISME selalu ditutupi dengan persoalam politik, yaitu NKRI harga mati. Yang jelas dan pasti: Akar permasalah konflik di West Papua yang paling utama ialah RASISME.Doa dan harapan saya, artikel ini menjadi berkat dan sedikit memberikan pencerahan kepada semua pihak. Tuhan memberkati Indonesia dan Rakyat Papua...
Komentar