Plasenta Bisa Tercemar Partikel Polusi Udara

Senin, 23/09/2019 17:59 WIB
Ilustrasi Plasenta Bayi

Ilustrasi Plasenta Bayi

Jakarta, law-justice.co - Peneliti di Belgia menemukan ada ribuan partikel kecil per milimeter kubik dalam setiap sel plasenta yang dianalisis. Partikel itu diduga berasal dari partikel polusi udara yang dihirup ibunya selama hamil.

Bayi yang belum lahir dapat terkena karbon hitam yang dihirup ibunya selama hamil. Dilansir The Guardian, Rabu, 18 September 2019, fakta tersebut terungkap lewat hasil penelitian yang dilakukan di Belgia.

Dalam kajian tersebut, peneliti menemukan adanya partikel polusi udara pada sisi janin plasenta ibu hamil.

Ini menunjukkan bahwa bayi yang belum lahir langsung terkena karbon hitam yang dihasilkan kendaraan bermotor di jalan raya.

Setidaknya, ada ribuan partikel kecil per milimeter kubik dalam setiap sel plasenta yang dianalisis.

Temuan ini menunjukkan bahwa penghalang plasenta dapat ditembus oleh partikel kecil yang dihirup seorang ibu hamil.

Selama ini sudah diketahui bahwa ada kaitan antara udara kotor dan peningkatan keguguran, kelahiran prematur dan berat badan lahir rendah.

Sejumlah masalah itu muncul bukan hanya karena respon tubuh ibu hamil saat terkena polusi. Dengan kata lain, penelitian tersebut menunjukkan bahwa partikel itu sendiri mungkin menjadi salah satu dari penyebabnya.

Dikutip dari Pikiran Rakyat.com, Prof. Tim Nawrot di Universitas Hasselt di Belgia, yang memimpin penelitian ini, mengatakan, kerusakan pada janin ini berdampak seumur hidup.

"Ini adalah periode kehidupan yang paling rentan. Semua sistem organ dalam pengembangan. Untuk melindungi generasi masa depan, kita harus mengurangi paparan.” katanya.

Ia juga menambahkan, pemerintah memiliki tanggung jawab untuk memotong jumlah polusi udara tetapi, orang-orang pun harus menghindari jalanan macet jika memungkinkan.

Tinjauan global yang komprehensif menyimpulkan bahwa polusi udara dapat merusak setiap organ dan hampir setiap sel dalam tubuh manusia. Partikel nano juga telah ditemukan melewati penghalang darah-otak dan miliaran partikel super kecil tersebut telah ditemukan di dalam hati para warga muda di perkotaan.

Sementara polusi udara berkurang di beberapa negara, kerusakan yang disebabkan oleh polusi tingkat rendah justru meningkat dengan cepat.

Tak ayal, sekitar 90% populasi dunia tinggal di sejumlah kawasan yang polusi udaranya melewati batas ambang Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Penelitian yang diterbitkan jurnal Nature Communications ini, meneliti 25 plasenta dari wanita yang tidak merokok di kota Hasselt - yang memiliki tingkat polusi partikel jauh di bawah batas Uni Eropa, meskipun di atas batas WHO.

Para peneliti menggunakan teknik laser untuk mendeteksi partikel karbon hitam, yang memiliki sidik jari optis yang unik.

Dalam setiap kasus, mereka menemukan partikel nano di sisi janin dari plasenta dan jumlahnya berkorelasi dengan tingkat polusi udara yang dialami para ibu. Terdapat rata-rata 20.000 partikel nano per milimeter kubik pada plasenta ibu yang tinggal di dekat jalan besar.

Bagi mereka yang tingal di daerah pinggiran, rata-rata adalah 10.000 partikel nano per milimeter kubik.

Mereka juga menemukan partikel tersebut dalam janin yang mengalami keguguran, bahkan ada terdapat pada janin yang berusia 12 minggu. Laporan pertama tentang kemungkinan partikel polutan dalam plasenta dipresentasikan dalam konferensi pada bulan September 2018 lalu, meskipun komposisi partikelnya belum dikonfirmasi.

Menurut Nawrot, temuan partikel nano pada membran plasenta menunjukkan bahwa janin kemungkinan besar telah terpapar polutan mikro. Analisis darah janin yang terpapar partikel nano ini masih terus dilanjutkan, di antaranya penelitian untuk melihat apakah partikel-partikel tersebut menyebabkan kerusakan DNA.

Tim juga telah menemukan partikel karbon hitam pada urin anak-anak sekolah dasar. Hasil penelitian yang diterbitkan pada tahun 2017 ini menemukan rata-rata 10 juta partikel per mililiter pada ratusan anak usia sembilan hingga 12 tahun yang diuji. "Ini menunjukkan ada translokasi partikel dari paru-paru ke semua sistem organ," kata Nawrot.

"Sangat sulit untuk memberi orang nasihat praktis, karena semua orang harus bernafas," katanya.

“Tapi yang bisa dilakukan adalah dengan menghindari jalan yang sibuk sebanyak mungkin. Mungkin ada bahaya yang tinggi lainnya di samping jalan yang padat, tetapi hanya beberapa meter jauhnya bisa lebih rendah."

Prof Jonathan Grigg, yang timnya mempresentasikan laporan partikel pertama di lima plasenta pada bulan September ini, menyambut baik penelitian tersebut dan mengatakan, pekerjaan tim tersebut telah diperluas dan akan segera diterbitkan.

"Kami melihat bukti partikel pada semua wanita - tidak hanya satu kali," kata Grigg di Queen Mary University of London di Inggris.

"Ini menyiratkan bahwa setiap hari kita memiliki partikel yang sangat kecil ini bergerak di sekitar tubuh kita."

“Kita harus melindungi janin dan ini adalah pengingat bahwa kita perlu menurunkan level (polusi udara),” katanya.

"Tetapi orang-orang seharusnya tidak perlu benar-benar takut."

Dia mengatakan, berat total partikel kecil itu kecil dan diperlukan lebih banyak penelitian untuk menentukan dampaknya, tapi dia menyarankan untuk menggunakan opsi transportasi dengan tingkat pencemaran yang lebih rendah atau angkutan umum ketimbang mobil pribadi.

Grigg berkata, "Bidang penelitian baru ini tentu saja memusatkan perhatian kita pada peran langsung partikel yang masuk kedalam jaringan tubuh daripada partikel yang masuk ke paru-paru dan melepaskan zat lainnya.

(Tim Liputan News\Yudi Rachman)

Share:




Berita Terkait

Komentar