Dr.Safri Muiz: Framing Media Tidak Independen Pojokkan Prabowo

Sabtu, 08/06/2019 08:55 WIB
Ilustrasi Framing Media yang Memojokkan Prabowo Subianto (Hersubeno Arief)

Ilustrasi Framing Media yang Memojokkan Prabowo Subianto (Hersubeno Arief)

Jakarta, law-justice.co - Membaca berita politik di media on-line yang beredar sekarang ini, agak terasa membosankan. Karena berita-berita yang ditampilkan selalu berat sebelah, seolah-olah berita tersebut sudah ada framing media untuk kepentingan petahana (capres 01). Berita-berita ini sangatlah tidak mendidik para pembacanya. Kita diarahkan memakai kaca mata kuda istilahnya. Ada rasa kenapa ya media yang seharusnya independen, harus lepas dari frame-frame-an, mereka harus bebas, karena merekalah salah satu pengawal yang sakti untuk marwah demokrasi ini.

Saya jadi agak terperangah beberapa hari ini, karena Capres Prabowo selalu di "ojok-ojok" untuk ketemu pasangan No 01, Jokowi. Padahal jelas, Pak Prabowo menyatakan dengan terang benderang bahwa pertemuan beliau dengan pasangan 01 ada waktunya. Beliau tidak bisa dipaksa untuk menuruti para komprador-komprador modern, istilahnya.

Beliau adalah pemimpin yang tau arah dan gerak lobbi yang perlu dilakukan dan yang tidak perlu. Beliau tahu akan waktu yang tepat untuk bertemu dengan pasangan no 01. Beliau bukan "kaleng-kaleng" istilah anak milenial. Beliau juga pemimpin yang tidak ingin NKRI terpecah, beliau disetiap pertemuan ataupun beliau berbicara hampir disetiap forum sangatlah jelas, beliau patriot sejati, dan jargon "NKRI harga mati", beliau ungkapkan dengan terang benderang.

Saya juga heran dari pihak pendukung pasangan no. 01, selalu saja mengungkapkan bahwa pertemuan Pak Prabowo itu penting sekali dengan 01, demi NKRI. Janganlah framing dan berbuat seakan-akan bahwa Pak Prabowo tidak mau ketemu pasangan no 01. Apa sih urgensinya pertemuan itu, toh selama ini Pak Prabowo selalu bisa diajak ketemu oleh incumbent.

Pak Prabowo selalu patuh sebagai rakyat, beliau sangat menghormati pemimpin negeri kita ini. Beliau selalu menyatakan "tidak ada ruang pribadi demi kepentingan bangsa dan negara". Jelas dari pernyataan beliau, bahwa beliau sangatlah menghargai keinginan para komprador-komprador modern, beliau sangat akomodatif. Tapi untuk sekarang, janganlah beliau di "ojok-ojoki" untuk bertemu dengan pasangan 01. Karena pertemuan bila dilakukan sekarang ini, lebih banyaklah mudoratnya, menurut saya.

Kita seharusnya patuh terhadap aturan main dalam pertarungan, apalagi pertarungan yang sangat besar efeknya buat Indonesia lima tahun yang akan datang. Pilpres 2019 sudah berlalu, tinggal menunggu para hakim MK untuk bermufakat memutuskan apakah pasangan 02 kalah dari pasangan 01. Tgl 28 juni 2019 itulah jawabannya.

Hai para cerdik pandai negeriku, gunakan "akal sehatmu". Untuk memikirkan yang terbaik buat negeri kita ini. Bukan hanya berfikir sesaat dan untuk kepentingan golongan ataupun pendukung pasangan tertentu. Bersikaplah sebagai ksatria, untuk menilai suatu tindakan politik yang dapat merubah negara kita ini lebih baik, dari masa ke masa.

Politik ksatria itu yang tidak ada di kepala 01. MK belum memutuskan hasil gugatan tapi dengan jumawanya Jokowi sudah gembar-gembor untuk memilih dan mengajak menteri yang duduk dalam kabinetnya. Perilaku seperti ini jelas Jokowi sudah tahu vonis MK, sebelum diputuskan resmi tanggal 28 Juni. Ini ironis, Jokowi bilang bersabar dan hormati putusan hukum, eh..gak tahunya Jokowi sendiri yang melanggar ucapan mulutnya sendiri.

Jangan pula syahwat politikmu memaksakan kehendak demi keinginanmu, tapi pemimpin kami yang dirugikan. Tidak perlu mengojok-ojoki pemimpin kami, tapi urus saja pemimpin pencitraan mu itu. Coba kau bayangkan bila pihak 01 yang berada di situasi sekarang ini. Saya yakin dikau akan sama dengan kami, memilih diam untuk maju sejenak atau mundur sejenak untuk melangkah yang lebih maju dan elegan, istilah Pak Prabowo.

Masak sih tidak sabar, padahal kita dianggap tidak sabar untuk berkuasa. Melihat situasi seperti ini, yang mana sebenarnya yang tidak sabar untuk berkuasa?
Hemmm...... aku jadi serba salah untuk menilai, semakin kau desak pemimpin kami semakin bergeminglah kami. Jangan buat pemimpin kami untuk bisa kau tawar dengan pendekatan jahiliyah. Dengan iming-iming jabatan, "ora patean" istilah Presiden ke-2 Republik Indonesia tercinta.

Mari kita bersabar kalau kita sepakat bahwa pemenang dalam pilpres 2019 ini, baru bisa ketemu jawabannya pada tgl 28 Juni 2019. Mari kita yakini bahwa para hakim MK yang berjumlah 9 orang tersebut adalah wakil Tuhan dimuka bumi. Jangan lagi membuat framing hanya untuk mendukung pemimpin pencitraan mu itu. Kalau kalian memang yakin sudah menang, percaya diri saja dan jangan jadi cacing kepanasan hanya karena Prabowo belum mau bertemu sekarang dengan junjungan mu itu.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar