Kak Paul, Pengamen yang Peduli pada Nasib Anak Jalanan

Senin, 20/05/2019 09:03 WIB
Kak Paul bersama anak-anak didiknya (law-justice.co/Nikolaus Tolen)

Kak Paul bersama anak-anak didiknya (law-justice.co/Nikolaus Tolen)

Jakarta, law-justice.co - Namanya Paulinus Melatunan. Penampilannya begitu sederhana. Namun siapa sangka, dibalik itu, tersimpan niat yang tulus untuk membantu sesama. Pria berusia 53 tahun asal Ambon ini, menyerahkan seluruh tenaga dan jiwanya untuk membantu anak-anak yang kurang mampu, baik dari segi materi maupun pendidikan.

Demi mengikuti nuraninya itu, ia rela meninggalkan pekerjaannya di sebuah kapal pesiar di Maluku. Paulinus lalu menyeberang ke Jakarta,  banting stir jadi pengamen, karena dia tidak mempunyai keahlian lain yang dianggapnya bisa menghasilkan uang.

Dari hasil mengamen itulah, ia mengumpulkannya sedikit demi sedikit untuk biaya pendidikan anak-anak kurang beruntung. Untuk menghemat biaya, Kak Paul, begitu disapa oleh anak-anak didiknya, ia  sendiri yang turun langsung mengajar.

Saat ini  Paul mengajar di tiga lokasi Taman Baca di Kawasan Tanjung Priok, Jakarta Utara, yaitu Rumah Taman Baca dan Kreativitas  Anak Kebon Bayam, Pasar Nalo-Pademangan, dan Sungai Tiram. Jumlah anak yang aktif belajar di tempatnya ini ada 120 orang, meskipun yang tercatat sekitar 500 orang. 

Dari ABK Hingga Jadi Pengamen

Bekerja sebagai anak buah kapal (ABK) di kapal pesiar, bagi Paul, selain memiliki tantangan yang besar, tetapi juga banyaknya godaannya. “Di kapal itu memang uang banyak, uang cukup, nggak kuranglah, masih bisa untuk kebutuhan hidup. Tapi ada hal yang membuat aku nggak senang, apa itu? Dosa banget. Walaupun di kapal itu ada doa, ada ibadah tapi nggak pernah luput dari dosa, pertama adalah judi, yang kedua adalah perempuan,” ungkap Paul.

“Aku mulai pikir begini, kalau aku begini terus nggak bakal bisa memperoleh kebaikan,” ceritanya, mengenang masa-masa sebelum mengambil keputusan untuk berhenti bekerja.

Sekitar tahun 1997-1998, kapal harus berangkat ke Surabaya untuk diperbaiki. Tanpa buang waktu,  Paul segera memutuskan keluar  dari pekerjaannya di kapal. Sebelum berangkat ke Jakarta, ia menyempatkan diri untuk membeli sebuah gitar.

Berbekal uang seadanya, karena saat itu belum waktunya gajian, dan sebuah gitar, Paul menuju Jakarta dengan menumpang kereta dari Surabaya. Ia masih belum punya bayangan, pekerjaan apa yang akan dilakukannya untuk menyambung hidup.

Selama perjalanan di kereta, Paul beberapa kali melihat anak-anak kecil mencari uang dengan cara mengamen. “Anak-anak itu kok enak banget ya, nyanyi dapat uang,” kenang Paul. Dari situlah datang inspirasinya mencari uang, dengan mengamen.

Sampai di Jakarta, ia menumpang tinggal di rumah kakaknya di Kawasan Rawasari, Jakarta Pusat. Hari itu juga, ia langsung menenteng gitarnya dan mulai menjual suaranya dari angkutan umum satu, ke angkutan umum lainnya. Sehari ia bisa mengantongi uang hingga 40 ribu rupiah.

Namun, pekerjaannya sebagai pengamen, tidak mendapat restu dari sang kakak. Ia dianggap bikin malu. Mengamen masih dianggap pekerjaan yang hina. Tidak cocok dengan kakaknya, Paul memilih untuk keluar dari rumahnya, dan menyewa kamar kos sendiri di daerah Ancol, Jakarta Utara.

Membantu Sesama

Paul memang bukan pengamen biasa. Dia seoarang pengamen kreatif yang tahu apa kebutuhan pendengarnya. Pada tahun 2008, dia mulai menggubah syair lagu-lagu pop menjadi lagu rohani yang cepat mengena di hati masyarakat. Penghasilannya semakin bertambah, yang kemudian ia bagikan pada mereka yang membutuhkan.

Kelompok gereja pun mulai meliriknya, dan mengajaknya untuk ikut melayani. Awalnya ia diajak bermain musik di dekat rel kereta api di Tanjung Priuk. Tidak disangka,  di sana, hatinya trenyuh melihat begitu banyak anak-anak tanpa masa depan. Mereka mengeluarkan kata-kata kotor, dan kerjanya hanya bermain.

“Aku kumpulin mereka, aku tanya ‘kamu sekolah nggak’, jawab mereka, ‘ nggak sekolah Pak paul’. ‘Terus kamu ngapain aja? Begini aja kami’. Nah, aku bilang ke mereka’ kalian mau nggak warnai gambar?’ mereka jawab mau. Nah, pas aku pulang ngamen, aku beli kertas gambar itu, aku foto copiin. Di rumah kan ada pensil-pensil warna, aku bawa buat mereka,” cerita Paul, mengenai awal persentuhannya dengan anak-anak jalanan.

Singkat kata, Paul kemudian bertekad merangkul mereka dengan memberi kegiatan positif bagi anak-anak tersebut. Ia mulai berkeliling di sekitaran Tanjung Priok dengan menggunakan sepeda. Tempat pertama yang dia datangi adalah Taman BMW, persisnya di Jalan kaca. 

Kak Paul di depan taman bacaannya yang sederhana (law-justice.co/Nikolaus Tolen)

Di sana dia mendapati banyak anak kecil yang tidak terlalu diperhatikan pendidikannya. Dia mengajak mereka untuk mewarnai gambar, anak-anak kecil itu pun mulai tertarik. Jumlah anak yang ikut dalam kegiatannya saat itu mencapai 50 orang. Dia pun mulai kewalahan, apalagi tempat yang layak untuk mengajar anak-anak tidak ada.

Jalan pun terbuka. Pada saat itu, ada kenalannya yang baik hati. Mereka ikut membantu untuk mengajar dan membuka bimbingan belajar (Bimbel). Bantuan semakin mengalir, sehingga disewalah sebuah rumah dengan ukuran 10 x 6 meter. Dengan fasilitas seadanya, anak-anak bertumbuh dengan baik disitu.

Namun sial, rumah tersebut kena penggusuran. Tidak patah semangat, Paul lalu beralih ke tempat lain, seperti di Kampong Bayam, Sungai Tiram, dan Pasar Nalo.

Saat itu cerita Paul, kondisi Kampong Bayam belum serapi saat ini. Dulunya sangat kumuh, dan anak-anak di sana menurut penuturan orangtuanya, adalah pemakai narkoba yang tiap malam keluyuran. Hati Paul pun tergerak untuk membantu anak-anak tersebut.

Bantuan Terus Mengalir

Seiring berjalannya waktu, bantuan terhadap Taman baca di Kampung Bayam ini mulai bermunculan. Dimulai dengan kedatangan tiga guru sebagai tenaga pengajar suskarela, kemudian bantuan materi lainnya, seperti fasilitas seperti buku bacaan, meja belajar kecil, dan lemari untuk mennyimpan perlengkapan tulis menulis.

Dukungan, baik dalam bentuk materi dan non materi pun terus mengalir. Misalnya pada Bulan Oktober 2018 lalu, Rotary of Club Jakarta Menteng telah merenovasi taman baca Kebon Bayam ini. Belum lagi bantuan lainnya yang datang tanpa diduga.

Semua fasilitas yang kini ada di Taman Baca Kampong Bayam adalah hasil pemberian dari donatur. Sebuah TV, Rak Buku, Lemari, dan meja kecil untuk anak-anak adlah bukti nyata dari kebaikan hati orang yang memperhatikan kepedulian paul bagi anak-anak kecil.

Karena usaha dan namanya semakin terkenal, kitabisa.com, menggalang dana untuk mendukung usaha Paul, terutama untuk mendapatkan lokasi taman baca yang layak. Dari penggalangan dana itu, uang yang tercapai sudah mencapai puluhan juta. 

Selain fasilitas, hal yang paling mendasar dalam mendidik anak-anak ini, menurut Paul adalah terus memotivasi dan memberi pendidikan karakter pada mereka. Dia pun menceritakan keberhasilan metode tersebut, ketika ada seoarang anak yatim piatu belum bisa baca tulis hingga kelas 3 SD. Karena sering mendapat ejekan dari teman-temannya, hal yang harus dilakukan Paul adalah selalu menyemangati anak tersebut. Hingga kini, anak tersebut sudah mulai menunjukkan kemajuannya, dan dalam kehidupan sehari-hari di rumah juga semakin rajin.

Hal lain yang dia sampaikan kepada anak-anak didiknya di Taman Baca Kampong Bayam dan di dua lokasi lainnya adalah, mereka diberikan kesadaran mengenai kebaikan pemerintah melalui bantuan yang diberikan. Dia terus meminta anak-anak, agar menjadi anak yang baik demi membalas jasa negara tersebut.

“Saya bilang, kamu harus belajar dengan sungguh-sungguh, negara tidak minta lain, minta kalian itu jangan jadi orang yang bodoh, karena kalian anak-anak bangsa. Kalian lihat, kalian tidak punya apa-apa, pemerintah tidak kenal kalian, tapi mereka mau tolong kalian, apa balasan kalian buat negara ini,” ujar Paul.

Keinginannya untuk terus melayani orang lain dalam kesederhanaan membuat Paul bersyukur dengan kondisinya saat ini. Kini dia tidak lagi mengamen, karena harus fokus mendampingi anak-anak kecil yang dipanggilnya dengan adik-adik. Dukungan keluarga dan kerja dengan hati nurani, menjadi kuncinya.

(Nikolaus Tolen\Reko Alum)

Share:




Berita Terkait

Komentar