4 Tahun Pemerintahan Jokowi, Indeks Angka Kelaparan Memburuk

Senin, 06/08/2018 17:01 WIB
�Index global hunger Indonesia, Memburuk (Ist)

�Index global hunger Indonesia, Memburuk (Ist)

Jakarta, law-justice.co - Upaya pemerintahan Jokowi-JK membangun bidang infrastruktur, moneter dan sektor modern kurang berdampak positif pada sektor riil sehingga pertumbuhan ekonomi tetap stagnan. Sementara di sisi indikator absolut misalnya, Global Hunger Index- Angka Kelaparan Global yang dilansir oleh lembaga International Food Policy Research Institute (IFPRI), posisi Indonesia menurun dari tingkat kelaparan medium di posisi 19,1 menjadi 22,1 pada 2016 dan 22 pada 2017. 

"Angka index di atas 20 menandakan di Indonesia telah terjadi kelaparan pada level serius pada sebagian penduduknya terutama balita, akibat kurang gizi, kurang berat badan dan mengalami stunting (katai)," terang Direktur Eksekutif Center for Information and Develompent Studies (CIDES) Muhammad Rudi Wahyono melalui siaran pers yang diterima redaksi, di Jakarta, Senin, (6/8).

Kondisi ini,  papar Rudi, diperkuat dengan bukti adanya empat warga Maluku yang tewas karena kasus kelapara. Dua negara ASEAN yang sudah keluar dari daftar GHI adalah Brunei Darussalam dan  Singapura. Sedang peringkat di bawah Indonesia adalah Kamboja, Myanmar dan Laos serta Timor Leste tertinggi dengan skor mencapai 40. 

Prestasi pengentasan kelaparan Indonesia disalip oleh Filipina dan Vietnam. Posisi GHI Indonesia pada 2015 di bawah Malaysia, Thailand , Vietnam dan Filipina dengan skor GHI sebesar 22,1. Sementara Malaysia terendah dengan nilai 10. 

Menurut Rudi, buruknya nilai global indeks kelaparan Indonesia di masa pemerintahan Jokowi-JK kemungkinan dipicu oleh melemahnya ekonomi, melemahnya nilai tukar terhadap dolar AS serta menurunnya tingkat produksi pertanian akibat fenomena perubahan iklim. 

Sebelumnya CIDES melaporkan bahwa berdasar data GHI-Global Hunger Index Indonesia bahwa tingkat Kelaparan Global Indonesia meningkat dalam dua tahun terakhir sebagai dampak semakin mahalnya harga pangan di Indonesia, lemahnya nilai mata uang rupiah serta perlambatan pertumbuhan nasional.  

"Saat ini Indonesia memang tidak mengalami  kekurangan stok pangan, namun harga-harga pangan di pasar mengalami sedikit kenaikan walau inflasi tergolong rendah," ujarnya lagi. Bila dibandingkan dengan harga beras di tingkat ASEAN, papar Rudi, harga beras di Indonesia justru tergolong mahal. Sementara harga padi di tingkat petani hanya berkisar Rp. 3.500 - 3.700 per kilogram. Harga beras termurah sekitar Rp 8 ribu perkg. 

Tanda-tanda adanya masalah pada swasembada pangan muncul sejak 2012 sudah terlihat manakala harga kedelai sebagai bahan baku tahu tempe, serta daging sudah tidak bisa dikontrol negara. Lemahnya kontrol negara itu, lanjutnya, tidak lepas dari krisis kewibawaan pemerintah dan pada gilirannya membuat krisis politik yang semakin akut. 

"Pemerintah memang ada secara legal, tapi kewibawaan tidak ada. Akibatnya negara kita seolah-olah tak ada yang memerintah. Pemerintahan ada namun pasar dan ekonomi berjalan pada jalur berbeda," kritiknya. "Sulit kita berharap akan ada perbaikan pada kondisi saat ini, malah sebaliknya kita semakin dihantui masalah-masalah baru yang lebih parah seperti bencana alam dan krisis politik." 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar