Pidanakan Anggota DPD Bali Arya Wedakarna

Rabu, 13/12/2017 18:03 WIB
Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (Foto: poskota)

Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna (Foto: poskota)

law-justice.co - Kepolisian Republik Indonesia (Polri) didesak untuk segera mempidanakan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI asal Bali, Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna. Ia diduga menjadi aktor persekusi atau main hakim sendiri melalui media sosial (medsos) yang melarang Ustadz Abdul Somad (UAS) ceramah di Bali, Jumat (8/12/2017). 

Pasalnya, persekusi bertentangan dengan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan UU Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Pelaku persekusi diancam Pasal 368 KUHP tentang pengancaman dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun, Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan dan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.

Sedangkan dalam UU ITE diatur melakukan tindakan mengancam dan menakut-nakuti pada pribadi dapat dikenai hukuman maksimal 6 tahun penjara dan/atau denda maksimal satu miliar rupiah. 

"Mereka (Polri) harus melaksanakan tugas bagaimana mestinya untuk menegakan hukum dan menjamin kepastian hukum, sehingga menindak siapapun yang langgar hukum. Jangan semakin telanjang keberpihakannya," kata anggota komisi III DPR, Muhammad Syafi'i, saat dihubungi, Rabu (13/12/2017). 

Seperti diketahui, kasus dugaan persekusi ini sudah dilaporkan ke Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Polri oleh seorang advokat Ismar Syafruddin pada Rabu (12/12/2017). Ia tidak hanya melaporkan UAS, tetapi juga sejumlah nama dan organisasi masyarakat (ormas). 

Desakan segera mempidanakan Arya Wedarna juga datang dari Ketua MPR Zulkifli Hasan. Menurutnya, Polri harus menindak secara tegas karena apabila dibiarkan maka persekusi berkembang di masyarakat. "Jadi harus di hukum. Silakan saja. Kita tidak ikut campur," kata Zulkifli Hasan.

Lebih lanjut dia mengatakan, persekusi tidak dibenarkan. Di satu sisi, ia meluruskan bahwa persekusi terhadap UAS bukan dilakukan oleh masyarakat Bali, tetapi oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab. "Tetapi yang harus kita luruskan ini oknum. Saya punya banyak teman-teman dari Bali, baik-baik sampai sekarang, toleran. Jadi jangan kita kembangkan ini masyarakat Bali, jangan," jelasnya. 

Sebaliknya, tambah Zulhas pria ini biasa disapa, apabila ada masyarakat yang memeluk agama Islam melakukan persekusi terhadap agama lain, bukan berarti itu Islam radikal. "Kita-kita ini kan moderat. Kita berharap teman-teman semua jangan memanas-manasi situasi ini," katanya. 

Adil dan Netral

Zulhas yang juga Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini mengharapkan Polri bertindak adil atas kasus dugaan persekusi ini. "Kita redam. Kita beri penjelasan dan berharap aparat bertindak adil dan segera agar publik merasa aman, nyaman dan cepat diselesainkan. Bahaya kalau saling balas," katanya mengharapkan. 

Hal senada juga diutarakan Romo Syafi'i sapaan akrab Muhammad Syafi'i. "‎Dia harus netral. Jadi jangan nanti yang melakukan tindakan itu tokoh Islam hukum ditegakkan dan dibuat di media besar-besaran. Sementara yang lain di diamkan. Begitu," kata Romo menegaskan.  

Politisi Partai Gerindra ini mengkritisi bahwa kasus dugaan persekusi di Bali ini menambah daftar panjang di Republik ini bahwa hanya Islam agama yang sangat toleran. Pasalnya, sebut dia, belum pernah ada catatan sekalipun dicekal, menghambat, mendemo apalagi melarang agama lain untuk memberikan dakwah agamanya didaerah-daerah di Indonesia. 

"Itu daftar panjang. Ternyata bukan Islam yang intoleran, gitu aja. Nggak usah dijelasin," katanya.

Arya Membantah 

Arya membantah telah memprovokasi ormas-ormas di Bali untuk persekusi dengan menolak Ustadz Abdul Somad. Pasalnya, sebelum dia membuat pernyataan soal UAS di medsos, sudah ada enam organisasi yang lebih dulu menyatakan penolakan. Ia juga tidak berada di lokasi saat UAS dipertemukan dengan ormas-ormas yang menolak. Ia juga tidak terkait dengan enam Ormas itu. 

"Saya juga menyesalkan persekusi itu. Seharusnya, kalau menolak, harus melalui saluran-saluran. Saya sangat percaya diri menghadapi hal ini," kata Arya, saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (12/12/2017). ‎

Menurutnya, pernyataannya di Medsos itu dilindungi UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3). Pasalnya, Arya mengklaim memiliki hak imunitas sebagai anggota DPD karena hal itu terkait tugasnya sebagai wakil rakyat.‎

"Dalam pernyataan saya, saya justru meminta pihak-pihak untuk mengklarifikasi. Pertama, memang saya sampaikan bahwa kami di Bali, karena mungkin ada trauma dengan kejadian-kejadian radikalisme, bom Bali, macam-macam, artinya kami ingin semua orang memfilter siapa pun yang masuk Bali dengan agenda anti-Pancasila, ya tentu harus ditolak, dong," jelasnya membela. ‎

"Dan saya sama sekali tidak menyebutkan UAS, saya tidak menyebutkan agama, saya tidak menyebutkan kelompok sama sekali. Artinya, karena dalam pandangan saya, apakah itu HTI yang sudah dibubarkan, apakah itu PKI, itu kan musuh Pancasila," pungkas pria yang mencantumkan penghargaan Remaja Teladan Indonesia 1996 di fanpage FB-nya ini.

Segera Menindak

Kepala Divisi Humas Mabes Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto memastikan kasus perkusi yang menimpa UAS di Bali tidak boleh terulang. Pasalnya, semua orang dilindungi dalam melakukan kegiatan dakwah. "Bahwa perkusi itu tidak boleh ya. Nanti kami lihat apakah itu terjadi atau kasusnya seperti apa," kata Setyo, di Mabes Polri, Selasa (12/12/2017).

Setyo memastikan, Polri akan menindak siapapun yang mencoba menghalang-halangi pemuka agama untuk melakukan dakwahnya. Namun, dia berharap agar UAS membuat laporan polisi. "Saya belum tahu. Belum ada laporan," tutup mantan Direktur Intelkam Polda Metro Jaya ini. 

(Tim Liputan News\Reko Alum)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar