MA Pasif Usut Dugaan Suap Seleksi Hakim

Sabtu, 11/11/2017 10:39 WIB
Foto: mahkamahagung.go.id

Foto: mahkamahagung.go.id

law-justice.co - Ketua Mahkamah Agung (MA) Hatta Ali telah memerintahkan kepada Badan Pengawas (Bawas) MA untuk mengusut tuntas dugaan suap serta pungutan liar (pungli) yang terjadi saat pelaksanaan seleksi calon hakim 2017. Namun sejak keluar instruksi tersebut, belum ada laporan dari masyarakat atas kasus ini.

Dalam pembinaan Hakim Agung dan para pimpinan pengadilan tingkat banding pada 4 lingkungan peradilan di seluruh Indonesia, Selasa (7/11/2017) lalu, Hatta Ali juga menyampaikan kalau dugaan suap serta pungli ini adalah hal mustahil. Menurut dia prosesnya sangat ketat dengan sistem Computer Assiessted Test (CAT).

"Ini mustahil terjadi atau sengaja dilakukan oleh oknum yang ingin mencederai proses seleksi calon hakim yang dilaksanakan oleh Panselnas (Panitia Seleksi Nasional)," kata Hatta Ali yang disampaikan kembali oleh Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Abdullah di Gedung MA Jakarta, Jumat (10/11/2017).

Abdullah menyampaikan, perintah dari Ketua MA, Bawas harus aktif dalam melakukan pengusutan dugaan kasus ini. Namun, sementara ini, lembaga tersebut masih menunggu laporan publik, termasuk lembaga peradilan derah-daerah. Sejak perintah tersebut dikeluarkan, sampai hari ini memang belum ada informasi yang masuk.

Namun, ke depannya, kata dia Bawas MA akan bersifat aktif. Artinya melakukan penelusuran kepada sumber-sumber pemberi informasi, termasuk ke media. Ia juga menjamin, jati diri pelapor akan dirahasiakan sesuai dengan Peraturan MA No. 9 Tahun 2016 tentang Pedoman Penanganan Pengaduan (Whistleblowing System).

"Bawas jamin akan dirahasiakan siapapun yang menyampaikan informasi ini. Kami juga berharap, mudah-mudahan ada yang melaporkannya ke kepolisian," tambah dia.

Dari awal, lanjuta Abdullah,  MA sudah melakukan kerjasama dengan pihak penegak hukum. Seperti ketika melibatkan kepolisian atas laporan-laporan pungli dan kerjasama Bawas MA bersama KPK. Ini dilakukan demi menjaga akuntabilitas dan pertanggungjawaban MA kepada publik atas isu-isu semacam ini, misal pungli calon hakim.

"Kami (MA) ingin berubah. Jadi kalau ada informasi, walau kecil akan kami tindaklanjuti, ini untuk melakukan introspeksi diri," ujar Abdullah.

Ia menekankan, MA sudah tegas mengimbau bahwa proses seleksi calon hakim ini tak dipungut biaya, dan tanpa pungutan apapun. Maka itu, sedari awal MA sudah meminta masyarakat tak percaya dengan iming-iming atau janji kelulusan calon hakim oleh oknum. Sebab, proses seleksi sangat ketat dan dipantau berbagai lembaga.

Seleksi Kompetensi Dasar (SKD) dilaksanakan seluruhnya oleh Badan Kepegawaian Negara (BKN) menggunakan sistem CAT. Begitu juga memasuki Seleksi Kompetensi Bidang (SKB). Lalu ada ‘Profile Assessment Psycology’ dilaksanakan PPSDM (pihak ketiga). Wawancara bidang hukum dilakukan oleh para akademisi/dosen.

Mereka yang terlibat dari 22 perguruan tinggi negeri dan seorang guru besar di perguruan tinggi swasta Bandung. Kemudian, Hakim Agung tidak diperkenankan menjadi penguji wawancara untuk menjaga hal hal yang tidak diinginkan. Syarat menjadi penguji wawancara sangat ketat menghindari potensi konflik kepentingan.

"Jika ada anaknya atau keluarganya yang ikut seleksi maka tidak boleh menjadi penguji, atau anak atau keluarganya harus mengundurkan diri. Demikian juga penguji wawancara dari akademisi, tidak boleh menguji diwilayahnya sendiri dan harus menguji diwilayah lintas provinsi," ujar dia. 

Abdullah menambahkan, sebelumnya, MA memang sempat mengabarkan penundaan pengumuman calon hakim yang lolos. Namun ini dari Panselnas berdasarkan Surat Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) No. B/539/S.SM.01.00/2017. Ia menegaskan ini bukan menjadi kewenangan MA.

"Pengumuman seleksi calon hakim kemarin memang ada penundaan, tapi yang menunda itu adalah Panselnas, berdasarkan surat Kemenpan RB. Dengan alasan belum selesai diintegritasikan nilai SKB dan SKD. Bukan karena MA," kata dia.

Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi Universitas Gadjah Mada (Pukat UGM), Oce Madril menilai Mahkamah Agung (MA) harus mengambil tindakan tegas terkait informasi adanya dugaan jual beli kursi hakim dalam seleksi calon hakim 2017. Sebab ini menyangkut sistem seleksi yang harus berintegritas.

Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Parahyangan Bandung Asep Warlan Yusuf yang juga terlibat dalam proses seleksi calon hakim di MA mengatakan, dirinya ikut serta dalam proses wawancara. Dimana, dalam tahapan tersebut dirinya bertugas mewawancarai pelamar calon hakim.

"Saya mewawancarai pada subtansi keilmuannya. Dan saya lihat di sana memang sangat ketat, bahkan tim diawasi oleh pihak MA," kata Asep.

Adanya kabar jual beli kursi hakim itu, kata Asep, memang tak menutup kemungkinan terjadi. Meski di satu sisi lembaga peradilan tinggi ini telah beritikad baik merangkul kalangan akademisi dan pakar non-hakim terlibat, tapi potensi kecurangan dan jual beli kursi calon hakim tentu tetap ada.

"Keinginan MA melibatkan pihak eksternal memang untuk mencegah terjadinya dugaan kasus semacam ini. Tapi saya khawatir, ini benar ada permainan, bukan soal uang saja tapi titipan juga," tutur Asep.

(Tim Liputan News\Reko Alum)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar