Dipertanyakan, Polisi Awasi Dana Desa

Rabu, 08/11/2017 12:23 WIB
Foto: polri.go.id

Foto: polri.go.id

law-justice.co - Penandatanganan nota kesepahaman atau MoU pada 20 Oktober lalu ‎tentang pencegahan, pengawasan, penanganan masalah dana desa antara Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian dengan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo danMenteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Mendes PDTT) Eko Putro Sandjojo dipertanyakan.

Pasalnya, kebijakan itu justru telah membuat para kepala desa ketakutan untuk menggunakan dana desa. Sebab itu, keterlibatan kepolisian dalam pengawasan dana desa perlu dievaluasi atau bahkan dihilangkan. 

Hal itu berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang (UU) Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa mengamanatkan pengawasan dan pembinaan dana desa dilakukan oleh perangkat daerah yakni Pemerintah Provinsi (Pemprov), Pemerintah Kabupaten (Pemkab) dan Pemerintah Kota (Pemkot). 

Menurut Direktur Pelaksana Assosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi), Iwan Sulaiman Soelasno, ‎hendaknya semua pihak kembali pada UU Desa. "UU Desa mengamanatkan pembinaan dan pengawasan berada di perangkat daerah yaitu Pemprov, Pemkot dan Pemkab," ujar Iwan Soelasno kepada law-justice.co, Senin (6/11/2017).

Iwan mengatakan, ‎pemerintah cenderung over policy di aspek pengawasan tapi lemah di aspek pembinaan desa. Sebab itu, Iwan meminta Kemendagri dan Kemendes PDT memperkuat inspektorat di daerah-daerah ketimbang melibatkan pihak kepolisian. Sementara keterlibatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih diperlukan namun tetap diutamakan dari inspektorat di daerah.

Lebih lanjut Iwan mengatakan, kepala desa secara psikis mengalami ketakutan dalam menggunakan dana desa yang diamanakan dalam UU Desa bahwa setiap desa mendapatkan dana berkisar Rp 550 juta sampai Rp 1 miliar per tahunnya. Besaran yang diterima desa dilihat dari jumlah penduduknya.

"Intinya pembinaan dan pengawasan desa harus sesuai UU Desa yaitu perangkat daerah," tegasnya.  

Terpisah, anggota komisi II DPR Hetifah Sjaifudian mengatakan, ketakutan dari para kepala desa ini akibat adanya unsur ketidakpercayaan dan tidak adanya kepastian hukum dalam MoU tersebut. Disatu sisi, Hetifah menilai pengawasan diperlukan, namun hal itu justru membuat pengelolaan dana desa jadi tidak maksimal. 

"Kita memang ingin ada pengelolaan anggaran yang transparan, tapi malah membuat kepala desa tidak berinisiatif mengambil keputusan dan dana tidak terserap maka pembangunan terhenti. Itu  sesuatu yang kurang bagus dan tidak boleh situasi ini dibiarkan," kata Hetifah.

Dia menambahkan, harus ada solusi agar penggunaan dana tetap dapat dipertanggungjawabkan. "Maka pemecahanannya harus ada peningkatan kapasitas dan pendampingan serta aturan juknis harus jelas, termasuk pelaporannya. Jadi jangan malah ditakut-takuti.  Sehingga Kades ada rasa aman dalam mengambil keputusan," jelasnya. 

Sementara itu, Kepala Biro Hukum Kemendagri Widodo Sigit Pudjianto memastikan keterlibatan pihak kepolisian dalam mengawasi dana desa tidak bertentangan dengan UU Desa. Pasalnya, MoU ini akan di ikuti dengan Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan para inspektorat di daerah-daerah atau sesuai dengan amanat UU Desa bahwa pengawasan dan evaluasi dana desa ini oleh perangkat daerah. 

"Saya pastikan tidak bertentangan dengan UU Desa untuk memastikan ini barang sampai," ujar Widodo. 

Lebih lanjut dia mengatakan, dalam rapat kerja (raker) dengan seluruh kepada daerah dan kepala desa belum lama ini, Presiden Jokowi dan Mendagri Tjahjo Kumolo sudah menyampaikan MoU keterlibatan pihak kepolisian ini. Kapolri Tito Karnavian juga sudah mengatakan bahwa Polri akan mengevaluasi pengawasan dana desa ini setiap tiga bulan sekali.

"Kapolri sudah bilang ke jajarannya jangan main-main dalam pengawasan dana desa ini, jika terlibat pecat. Jadi kepala desa tidak perlu takut sepanjang tidak ambil duit (korupsi-red). Ini juga bukan untuk tangkap-tangkapin kepala desa, tetapi mendampingi agar dana desa benar-benar sampai ke rakyat," jelasnya.

Dia mengungkapkan awal mula terjadi MoU Kapolri dengan Mendagri dan Mendes PDT terkait keterlibatan pihak kepolisian dalam mengawasi dana desa. Presiden Jokowi dalam nawacita ingin menghadirkan pembangunan dari daerah pinggiran yaitu desa. Hal itu sudah direalisasikan oleh Presiden pada 2015 bahwa sudah lebih dari Rp 100 triliun disalurkan ke desa-desa seluruh Indonesia dalam tiga tahun ini.

"Faktanya, kepala desa tidak bisa mengimplementasikannya dan dana desa ini menjadi tidak tepat sasaran. Makanya MoU ini dilakukan agar polisi kasih bantuan ke kepala desa," pungkasnya. 

(Tim Liputan News\Reko Alum)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar