Penghayat Kepercayaan Tertulis di Kolom Agama

Selasa, 07/11/2017 21:20 WIB
Foto: fokusjambi.com

Foto: fokusjambi.com

law-justice.co - Penganut kepercayaan kini tak perlu ragu lagi menonjolkan diri. Mereka mendapat izin untuk menunjukan identitasnya sebagai penghayat, meski tak spesifik, di dalam kartu keluarga (KK) dan KTP elektronik.

Mahkmah Konstitusi (MK) mengabulkan uji materi atas Undang-undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk). Terdapat ketentuan, soal pengosongan kolom agama untuk para penghayat kepercayaan di Indonesia.

Hal itu diatur dalam Pasal 61 Ayat (1) dan (2) serta Pasal 64 Ayat (1) dan (5) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) juncto Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang UU Adminduk.

Majelis Hakim MK menilai status penghayat kepercayaan dapat dicantumkam dalam kolom agama di kartu keluarga dan kartu tanda penduduk elektronik tanpa perlu merinci aliran kepercayaan yang dianut.

Hal tersebut diperlukan untuk mewujukan tertib administrasi kependudukan mengingat jumlah penghayat kepercayaan dalam masyarakat Indonesia sangat banyak dan beragam. Hal itu disampaikan MK dalam putusan uji materi aturan tersebut.

"Hanya dengan mencatatkan yang bersangkutan sebagai 'penghayat kepercayaan' tanpa merinci kepercayaan yang dianut di dalam KK ataupun KTP-el, begitu juga dengan penganut agama lain," ujar Hakim Konstitusi Saldi Isra membacakan putusan di Gedung MK Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Selain itu, Hakim Konstitusi Saldi mengatakan, untuk menjamin hak konstitusional para pemohon maka, kata 'agama' dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk harus mencakup penganut kepercayaan.

Menurut MK, perbedaan pengaturan ini tidak didasarkan pada alasan yang konstitusional. Justru dianggap memperlakukan warga negara secara berbeda, khususnya dalam memperoleh pelayanan publik. Karena itu, pasal-pasal tersebut di UU Adminduk dianggap bertentangan dengan konstitusi.

"Majelis Hakim mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya. Kedua, menyatakan kata 'agama' pada Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk, tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak termasuk aliran kepercayaan," ujar Ketua MK Arief Hidayat.

Menyikapi hal tersebut, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, putusan MK sifatnya final dan mengikat. Karena itu, Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) akan menghormati dan menjalankan putusan tersebut.

"Kemendagri akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama dan Kementerian Pendidikan untuk mendapatkan data kepercayaan yang ada di Indonesia. Kemudian, melalui ditjen dukcapil akan memasukan kepercayaan tersebut ke dalam sistem administrasi kependudukan," ujar Tjahjo dalam pesan singkatnya seperti disampaikan Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri Arief M Edie.

Setelah data kepercayaan diperoleh maka Kemendagri memperbaiki aplikasi SIAK dan aplikasi data base serta melakukan sosialisasi ke seluruh Indonesia. Lalu langkah selanjutnya, mengajukam usulan perubahan kedua UU Adminduk untuk akomodir putusan MK tersebut.

Sebelumnya, permohonan uji materi diajukan Nggay Mehang Tana, Pagar Demanra Sirait, Arnol Purba, dan Carlim dengan nomor perkara 97/PUU-XIV/2016.

Para Pemohon menilai, ketentuan di dalam UU Adminduktidak mampu memberikan jaminan perlindungan dan pemenuhan hak yang sama kepada penganut kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa atau penghayat selaku warga negara.

Selama ini, para penghayat kepercayaan, seperti Sunda Wiwitan, Batak Parmalim, dan Sapto Darmo, mengalami diskriminasi dalam mengakses layanan publik karena kolom agama dalam KK dan KTP mereka dikosongkan.

(Tim Liputan News\Reko Alum)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar