MK Tolak Permohonan Lima Terpidana Korupsi

Selasa, 07/11/2017 21:10 WIB
Foto: mahkamahkonstitusi.go.id

Foto: mahkamahkonstitusi.go.id

law-justice.co - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak permohonan uji materii atas UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan. Para Pemohon yang juga terpidana dugaan kasus korupsi yakni, Suryadharma Ali, OC Kaligis, Irman Gusman, Barnabas Suebu dan Waryana Karno mempermasalahkan Pasal 14 ayat (1).

"Amar putusan mengadili, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat di Gedung MK Jakarta, Selasa (7/11/2017).

Dalam permohonannya, para terpidana ini mempersoalkan ketentuan remisi dalam Pasal 14 Ayat (1) huruf i UU Pemasyarakatan yang menjelaskan bahwa tiap narapidana berhak mendapatkan remisi. Menurut Pemohon, ketentuan ini tak sejalan pasal 34A ayat (1) No. 99 Tahun 2012 tentang Tata Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.

Mahkamah dalam pertimbangannya menyebutkan bahwa meskipun para pemohon memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan a quo, namun Mahkamah tidak memiliki wewenang untuk mengadili permohonan tersebut.

Dalam pertimbangannya Mahkamah menyebutkan hal yang dipersoalkan sesungguhnya adalah peraturan pelaksanaan dari UU 12 Tahun 1995 yang telah didelegasikan kepada Peraturan Pemerintah.

"Sehingga keberatan terhadap hal itu telah berada di luar yurisdiksi Mahkamah untuk memeriksa, mengadili, dan memutusnya," ujar Hakim Konstitusi Manahan Sitompul membacakan pertimbangan Mahkamah.

Kuasa hukum para Pemohon, Muhammad Rullyandi, menyebutkan bahwa dalam ketentuan a quo tidak tertulis narapidana kasus korupsi tidak boleh mendapatkan remisi. Padahal seharusnya remisi juga menjadi hak para Pemohon meskipun para Pemohon adalah narapidana kasus korupsi.

Selain itu para pemohon juga berpendapat bahwa ketentuan a quo tidak sejalan dengan pasal 34A ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 tentang syarat pemberian remisi bagi narapidana korupsi.

Adapun syarat dari pemberian remisi dalam ketentuan tersebut adalah narapidana akan diberikan remisi jika bersedia bekerja sama sebagai "justice collaborator", dan narapidana yang bersangkutan telah membayar lunas denda serta uang pengganti.

Dalam kasus korupsi, pihak yang berwenang untuk menentukan "justice collaborator" adalah penegak hukum yang dalam hal ini adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Terkait dengan hal ini, Rullyandi menyebutkan ketentuan ini jelas merugikan pihaknya, karena KPK dinilai para Pemohon akan bersikap subjektif dalam menentukan "justice collaborator".

Ditemui usai persidangan, OC Kaligis menyatakan kecewa dengan putusan Majelis Hakim Konstitusi. Ketentuan tersebut dalam UU Pemasyarakatan, menurut dia diskriminatif karena tentunya berdampak pada hukuman yang diterima. Ia juga membandingkan dengan terpidana korupsi lainnya.

"Saya hanya terima 5.000 dollar Amerika. Lalu dapat, vonis 10 tahun, tapi yang lainnya hanya dua tahun sudah keluar. Tentu ada diskriminasi," ujar dia.

MK, kata dia, mestinya melanjutkan proses persidangan dengan mendengarkan berbagai pendapat dari ahli, DPR, maupun pihak pemerintah terlebih dulu. Ia menuding LSM anti korupsi Indonesia Corruption Watch (ICW) menjadi pemicu MK menolak uji materi tersebut. 

Para Pemohon yang merupakan narapidana dugaan kasus korupsi tersebut, saat ini masih menjalani masa tahana. Mantan Gubernur Papua Barnabas Suebu divonis delapan tahun penjara oleh MA, kemudian mantan Ketua DPD Irman Gusman yang divonis 4,5 tahun penjara.

Kemudian, pengacara OC Kaligis yang divonis 10 tahun penjara, serta mantan Menteri Agama Suryadharma Ali dan mantan Sekjen ESDM Waryana Karyo yang masing-masing divonis enam tahun penjara.

(Tim Liputan News\Reko Alum)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar