Memburu Aset Keluarga Cendana

Sabtu, 04/11/2017 13:14 WIB
Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

Ilustrasi. (Foto: Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - KEJAKSAAN Agung (Kejagung) mendesak Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) untuk segera mengeksekusi aset Yayasan Supersemar yang didirikan oleh Presiden kedua RI Soeharto sebesar Rp4,4 triliun. Mahkamah Agung (MA) sudah mengabulkan kasasi Jaksa Agung HM Prasetyo terhadap kasus tersebut.

Permasalahannya putri Soeharto, Siti Hediati Hariyadi atau Titiek Soeharto pernah membuat pernyataan bahwa yayasan tersebut sudah bangkrut. Hal itu dikatakan Titiek di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8/2015) .

Saat Law-Justice.co mencoba mengkonfirmasi pernyataan tersebut kepada Titiek melalui sambungan telepon maupun pesan singkat, Titiek belum memberikan jawaban.

‎Sekretaris Jenderal (Sekjen) Forum Indonesia Untuk Transparasi Anggaran (FITRA) Yenny Sucipto mengatakan, di luar bangkrut atau tidaknya Yayasan Supersemar, keluarga Cendana memiliki banyak aset. Sehingga, tidak bisa menjadi alasan karena bangkrut maka pemerintah melepaskan begitu saja hak eksekusi aset tersebut.

“Itu sudah menjadi alasan klasik, bangkrut lalu tidak mau bayar. Kalau semua pejabat seperti ini‎ kerugian negara besar,” kata Yenny.

Lebih lanjut, dia mengatakan, masalah ini jangan dilihat dari Yayasan Supersemar-nya saja, tetapi harus dilihat juga dari ahli waris keluarga Soeharto. Misalnya, Tommy Soeharto memiliki aset dari bisnis propertinya. Begitu juga keluarga Soeharto lainnya memiliki investasi di bank-bank maupun di perusahaan BUMN.

“Ini tidak kemudian pemerintah lepas tangan. Aset-aset itu bisa ditarik,” kata Yenny.

Terpisah, Direktur Centre For Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta pemerintah melalui Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit investigasi terhadap aset-aset Yayasan Supersemar.

“Pertama harus audit aset Supersemar oleh BPK. Auditnya itu audit investigasi. Itu yang harus dikejar pemerintah,” kata Uchok.

Apabila nanti hasil audit investigasi itu menemukan adanya aliran dana ke keluarga Cendana, lanjutnya, baru pemerintah bisa mengambil aset-aset yang dimiliki keluarga Cendana tersebut.

“Itu pernyataan sepihak oleh Titiek kalau Yayasan Supersemar bangkrut. Harus dikejar juga sumber kekayaan keluarga Cendana,” katanya.

Dalam putusannya, MA menerima kasasi yang diajukan Kejagung diwakili Jaksa Agung HM Prasetyo. Yayasan Supersemar diwajibkan membayar kepada negara sebesar Rp4,4 triliun  sebagaimana putusan MA.

Daftar aset yang semestinya disita antara lain 113 rekening berupa deposito dan giro, dua bidang tanah seluas 16.000 meter persegi di Jakarta dan Bogor, serta enam unit kendaraan roda empat.

Kasus Yayasan Supersemar bermula saat pemerintah menggugat Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) atas dugaan penyelewengan dana beasiswa Yayasan Supersemar. Dana yang seharusnya diberikan kepada siswa/mahasiswa itu ternyata disalurkan kepada sejumlah perusahaan.

Dalam putusan kasasi yang dijatuhkan oleh Harifin A Tumpa, Rehngena Purba, dan Dirwoto, MA menyatakan bahwa tergugat II harus mengembalikan 75 persen dari total dana yang diterima, yaitu 315 juta dollar Amerika Serikat dan Rp139 juta.

Angka Rp139 juta dipermasalahkan oleh Kejagung melalui peninjauan kembali (PK) karena setelah diteliti ternyata hilang tiga angka nol. Angka yang benar adalah Rp139 miliar.

Pada Agustus 2015, MA mengabulkan PK yang diajukan negara diwakili Kejaksaan. Dengan demikian, Yayasan Supersemar harus membayar 315 juta dollar AS atau setara Rp4,25 triliun dan ditambah Rp 139 miliar atau semuanya menjadi Rp4,389 triliun.

Namun, perlawanan kembali dilakukan pihak Yayasan Supersemar. Gugatan pun diajukan ke PN Jaksel. Kemudian, pada Juni 2016, PN Jaksel mengabulkan sebagian gugatan Yayasan Supersemar terkait jumlah uang yang diterima dalam putusan MA. Pengadilan memutuskan bahwa aset yang patut dieksekusi hanya sekitar Rp309 miliar hingga Rp706 miliar.

Tak terima dengan putusan itu, Kejagung melayangkan kasasi ke MA pada Juli 2017. Putusan kasasi tersebut keluar pada 19 Oktober 2017 lalu dengan hasil mengabulkan gugatan Kejagung.

(Tim Liputan News\Editor)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar