10 Tips Aman Membeli Rumah Melalui `Developer` (II)

Rabu, 06/03/2019 22:41 WIB
(Eihome)

(Eihome)

law-justice.co - Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan,  sebaiknya pembeli pahami dengan baik proses dan ketentuan dalam mengambil rumah lewat developer. Karena bagaimanapun juga membeli rumah itu melibatkan uang yang tidak sedikit, sehingga keputusannya harus dilakukan secara hati – hati.

6.Apa Kewajiban Developer Jika Wanprestasi

Mengingat sejumlah risiko tersebut, pembeli perlu mempelajari dengan seksama kewajiban pengembang jika terjadi wanprestasi.Kewajiban developer biasanya diatur secara jelas dalam perjanjian jual beli.Baca perjanjjian dengan teliti supaya ketika muncul masalah bisa dengan cepat mengambil langkah yang diperlukan.

Sebelum menandatangani berita acara serah terima rumah, periksa dengan teliti bahwa rumah yang akan Anda terima sesuai dengan apa yang diatur dalam perjanjian pengikatan jual beli (PPJB).

7.Segera AJB Jika Rumah Sudah Jadi

Anda harus mengalihkan status dari PPJB menjadi AJB sesegara mungkin.Menurut Pasal 37 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran Tanah, Akta Jual Beli (AJB) merupakan bukti sah bahwa hak atas tanah dan bangunan sudah beralih kepada pihak lain.

AJB dengan pengembang adalah bukti legal bahwa hak atas tanah dan bangunan sudah beralih ke pembeli. Jika belum melakukannya, hak atas tanah dan bangunan masih di developer.

Kapan AJB bisa dilakukan ? Sesuai Keputusan Menteri Negara Perumahan Rakyat Nomor 09/KPTS/M/1995 tentang Pedoman Pengikatan Jual Beli Rumah, AJB atas tanah dan bangunan rumah harus ditandatangani oleh penjual dan pembeli di hadapan PPAT, dalam hal aspek berikut terpenuhi:

  • Bangunan rumah telah selesai dibangun dan siap dihuni;
  • Pembeli telah membayar lunas seluruh harga tanah dan bangunan rumah, beserta pajak dan biaya-biaya lainnya yang terkait dengan itu; dan
  • Permohonan Hak Guna Bangunan atas tanah sudah selesai diproses, dan sertifikat Hak Guna Bangunan terdaftar atas nama penjual.

Gampangnya, jika rumah sudah jadi, segera minta dilakukan AJB dengan developer.AJB harus dibuat di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT). Secara hukum Peralihan Hak atas tanah dan bangunan tidak bisa dilakukan di bawah tangan.

Sebelum AJB dilakukan, PPAT akan melakukan beberapa langkah, yaitu:

  • Pemeriksaan sertifikat ke BPN. Pemeriksaan bertujuan mengetahui bahwa objek jual beli tidak dalam sengketa hukum, dalam jaminan, sita atau blokir dari pihak lain. Dimana jika ada catatan di dalam buku tanah yang ada di BPN maka penjual berkewajiban terlebih dahulu untuk menbersihkan catatan tersebut. Jika catatan tersebut berupa blokir maka blokir tersebut harus diangkat terlebih dahulu. Tanpa proses ini jual beli tidak bisa dilaksanakan.
  • Menyerahkan SPPT PBB dan bukti pembayarannya. Penyerahan SPPT PBB sebelum jual beli dilakukan juga diperlukan untuk memastikan bahwa tidak ada tunggakan pembayaran PBB dan menghitung biaya-biaya dan pajak-pajak yang menjadi kewajiban masing-masing pihak. Dimana penghitungan biaya-biaya tersebut bisa dilakukan berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).

8.Segera Urus Status SHM

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa developer sebagai badan hukum yang tidak diperbolehkan memiliki tanah dengan status Hak Milik (SHM). Developer hanya bisa memiliki tanah serta  bangunan dengan status Hak Guna Bangunan (HGB).Apa masalahnya dengan status HGB ? Tidak seperti SHM yang memberikan hak milik selamanya, HGB memiliki jangka waktu.

Sertifikat Hak Guna Bangunan (“SHGB”) hanya memberikan hak kepada pemegangnya memanfaatkan tanah untuk mendirikan bangunan di atas tanah yang bukan miliknya, karena kepemilikan tanah tersebut dipegang oleh Negara, dengan jangka waktu paling lama 30 tahun.

Setelah jangka waktu tersebut berakhir, SHGB dapat diperpanjang paling lama 20 tahun.Jadi dengan HGB, Anda paling lama bisa mendirikan bangunan 50 tahun. Lewat itu hak atas tanah tersebut dihapus karena tanahnya sepenuhnya dikuasai langsung oleh Negara.Oleh sebab itu, setelah proses AJB rampung, Anda harus mengubah sertifikat menjadi SHM.

Ada developer yang langsung mengurus peningkatan hak menjadi SHM setelah dilakukan AJB, namun tak jarang developer mempersilahkan konsumen sendiri yang mengurus peningkatan hak tersebut.

Sesuai Keputusan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 6 Tahun 1998 tentang Pemberian Hak Milik atas Tanah untuk Rumah Tinggal, tanah dengan status SHGB dapat diubah menjadi tanah bersertifikat SHM, sbb:

  • Pengurusan pada kantor BPN setempat di wilayah tanah tersebut berada.
  • Pengurusan dapat dilakukan oleh si pemegang SHGB yang berkewarganegaraan Indonesia ataupun menggunakan jasa Notaris/PPAT. Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi, yaitu: 1).SHGB asli 2).Copy IMB 3).Copy SPPT PBB tahun terakhir 4).Identitas diri 5).Surat Pernyataan tidak memiliki tanah lebih dari 5 (lima) bidang yang luasnya kurang dari 5000 (lima ribu) meter persegi, dan 6).Membayar uang pemasukan kepada Negara.

9 .IMB Amat Penting

Undang-Undang 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, mensyaratkan bahwa untuk mendirikan bangunan gedung di Indonesia diwajibkan untuk memiliki Ijin Mendirikan Bangunan (IMB).Tidak memiliki IMB maka: (1) bangunan bisa disegel oleh pihak berwenang; (2) bangunan tidak bisa di diajukan kredit ke bank; (3) Tidak bisa mengurus peningkatan status SHM.

IMB merupakan landasan sah kita mendirikan bangunan, yang di dalamnya tercantum data bangunan. Mulai dari peruntukan, jumlah lantai dan detil teknis yang menjadi lampirannya.

Berdasarkan IMB, bank atau pihak lain dapat menilai bahwa bangunan yang menjadi jaminan KPR dibangun sesuai peraturan. Seperti sesuai dengan peruntukan lokasi, misalnya ruko memang dibangun di area komersil; rumah tinggal dibangun di lokasi yang diijinkan untuk hunian.Oleh karena itu pastikan bahwa bangunan Anda memiliki IMB.

10. Jangan Lakukan Transaksi Jual Beli Bawah Tangan

Sering muncul pertanyaan: apakah transaksi jual beli bawah tangan aman atau tidak.Apabila rumah yang akan dibeli masih dalam status dijaminkan di bank, sebaiknya lakukanlah pengalihan kredit pada bank yang bersangkutan dan dibuat akte jual beli di hadapan notaris. Jangan sekali-kali melakukan transaksi pengalihan kredit “di bawah tangan”, artinya atas dasar kepercayaan saja dan tanda buktinya hanya berupa kwitansi biasa, karena bank tidak mengakui transaksi yang seperti itu. (Selesai)

 

(Editor\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar