10 Tips Aman Beli Rumah Melalui Developer

Rabu, 06/03/2019 22:39 WIB
10 Tips Aman Beli Rumah Melalui Developer (ashomes)

10 Tips Aman Beli Rumah Melalui Developer (ashomes)

law-justice.co - Banyak cara yang ditawarkan jika ingin membeli rumah. Salah satunya adalah melalui pengembang (developer). Melalui developer, rumah bisa dibeli dengan mencicil dengan menggunakan fasilitas KPR. Karena mayoritas pengembang kerjasama dengan bank dalam menyediakan fasilitas pinjaman untuk memiliki rumah.

Sebelum menentukan pilihan, ada baiknya jika memerhatikan beberapa hal berikut ini, agar tidak salah menempatkan investasi:

Pertama, perjanjian diawal bentuknya adalah PPJB  (Perjanjian Pengikatan Jual Beli), yaitu pengikatan sementara yang dilakukan antara penjual dan pembeli sebelum dilakukan perjanjian jual beli (AJB). PJB mengatur bagaimana penjual akan menjual tanahnya kepada pembeli.

Isinya adalah kesepakatan penjual mengikatkan dirinya untuk menjual properti kepada pembeli disertai dengan tanda jadi atau uang muka, penjelasan tentang harga, waktu pelunasan, dan kapan dilakukan AJB. Kenapa PPJB, kenapa bukan AJB ? Karena rumahnya belum jadi dan sertifikatnya masih atas nama developer.

Muncul pertanyaan, kenapa bank bersedia menerima PPJB untuk pemberian KPR, dimana jenis perjanjian ini sebenarnya tidak bisa digunakan sebagai dasar jaminan karena objek tanah dan bangunan secara hukum belum dapat dibebani dengan Hak Tanggungan. Untuk Hak Tanggungan, status perjanjian harus AJB, bukan PPJB.Untuk mengatasinya, bank meminta pengembang memberikan buy-back guarantee atas kredit yang diberikan.

Artinya, selama statusnya masih PPJB, jika pembeli menunggak pembayaran maka pengembang yang akan mengambil alih. Dengan demikian, meskipun tidak mengikat rumah sebagai jaminan karena statusnya masih PPJB, bank tetap bersedia memberikan kredit karena adanya jaminan dari pengembang.

Nanti jika rumah sudah jadi dan statusnya berubah dari PPJB menjadi AJB, buy-back guarantee dari pengembang otomatis gugur dan kewajiban beralih sepenuhnya menjadi tanggungjawab peminjam.

Dengan kondisi perjanjian seperti ini, apa implikasinya buat Anda sebagai pembeli? Selama status masih PPJB dan belum beralih ke AJB, maka: (1) status rumah tersebut masih milik developer; (2) sertifikat belum atas nama pembeli; (3) jika membelinya dengan cash, lalu kemudian akan di KPR, bank jarang sekali yang mau menerima jika masih PPJB.

Kedua, sertifikat tanah belum atas nama pembeli, karena statusnya masih Sertifikat tanah Induk Hak Guna Bangunan (HGB) atas nama developer. Jika rumah sudah jadi, kemudian dilakukan AJB, barulah sertifikat induk bisa dilakukan proses pemecahan sertifikat supaya masing – masing rumah dan bangunan memiliki sertifikat sendiri atas nama pemiliknya.

Proses pemecahan sertifikat induk ini tidak seragam antar pengembang. Karena prosesnya membutuhkan biaya yang tidak sedikit, ada pengembang yang menunggu sampai semua tanah terjual (paling lama), ada yang bertahap (lebih cepat), untuk melakukan pengurusan.

Selama, sertifikat belum atas nama pemilik, maka: (1) rumah akan sulit dijual karena secara legal bangunan itu masih milik developer; (2) kredit sulit dilakukan take-over ke bank lain karena bank biasanya meminta sertifikat yang statusnya sudah SHM atas nama pemilik.

Untuk menghindari hal yang tidak diinginkan,  sebaiknya pembeli pahami dengan baik proses dan ketentuan dalam mengambil rumah lewat developer. Karena bagaimanapun juga membeli rumah itu melibatkan uang yang tidak sedikit, sehingga keputusannya harus dilakukan secara hati – hati.

Berikut  10 tips membeli rumah di developer agar tidak ertipu:

1.Utamakan Reputasi Developer

Reputasi developer sangat amat penting. Karena rumahnya belum jadi sementara Anda sudah harus membayar lunas (meskipun itu dengan kredit), jadi tidaknya tergantung pada developer. Dan juga, pengurusan sertifikat sangat tergantung pada pengembang. Pengembang yang tidak professional menyebabkan pengurusan surat dan sertifikat akan terhambat.

Salah satu cara mengukur reputasi adalah melihat kelengkapan ijin developer, antara lain : (1). Ijin Peruntukan Tanah : Ijin Lokasi, Aspek Penata-gunaan lahan, Site Plan yang telah disahkan, SIPPT (Surat Ijin Penunjukkan Penggunaan Tanah), nomor sertifikat tanah, surat Ijin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Ijin Penggunaan Bangunan (IPB). (2).Prasarana sudah tersedia (3).Kondisi tanah matang (4).Sertifikat tanah minimal SHGB atau HGB Induk atas nama developer dan (5). IMB Induk.

2.Target Penyelesaian Sertifikat

Saat awal pembelian rumah, sertifikat masih atas nama developer. Ada sejumlah proses yang harus dilalui sampai sertifikat menjadi nama pembeli.Selama sertifikat masih atas nama developer, implikasinya adalah: (1).Take – over kredit ke bank lain sulit dilakukan.

Umumnya, bank tidak akan bersedia menerima take – over jika status sertifikat belum SHM atas nama pemilik. (2).Penjualan rumah sulit dilakukan karena calon pembeli tidak akan bisa mendapatkan SHM. Sementara, SHM itu penting buat pembeli sebagai jaminan legalitas kepemilikan tanah dan bangunan.

Oleh karena itu , penting sekali memastikan ke pengembang, kapan sertifikat beralih menjadi atas nama Anda.Di dalam perjanjian jual beli biasanya sudah dicantumkan target penyelesaian sertifikat. Yang jadi masalah, apakah target tersebut ditepati atau tidak.

3.Jangan Bayar DP ke Developer Sebelum KPR Disetujui

Yang perlu diingat adalah tidak ada jaminan bahwa bank pasti menyetujui pengajuan KPR meskipun pengembang sudah bekerjasama dengan bank. Karena bank tidak hanya melihat pengembang, tetapi juga mengevaluasi kemampuan keuangan pembeli untuk melunasi cicilan.

Oleh sebab itu, sebaiknya pembayaran DP dilakukan setelah ada keputusan persetujuan KPR.Jika belum ada keputusan, sebaiknya tidak dibayar DP karena jika nanti ternyata KPR tidak disetujui, Anda harus meminta kembali DP dan itu biasanya tidak mudah (selalu ada potongan).

4.Tidak Bisa Take Over KPR Jika Sertifikat Belum Balik Nama

Status sertifikat yang masih atas nama developer dan belum balik atas nama pembeli menyebabkan take over kredit ke bank lain sulit dilakukan. Pihak bank yang akan mengambil alih kredit (take over) akan meminta sertifikat atas nama pihak yang mengajukan kredit.  Karena bank ingin secara hukum bisa mengikat rumah yang di KPR itu sebagai jaminan.

Beberapa bank masih mau menerima take-over kredit jika pengembangnya sudah kerjasama dengan bank. Namun, proses ini masih harus dipastikan lagi di masing –masing bank.Oleh karena itu, jika Anda berpikir melakukan take over kredit, misalnya, karena alasan cicilan yang memberatkan dan bunga yang tinggi, pastikan dahulu status sertifikat rumah. Sudah atas nama Anda atau belum.

5.Ada Risiko Rumah Tidak Jadi Tepat Waktu

Apa saja risiko membeli rumah di developer?

  • Rumah tidak jadi meskipun pembayaran sudah lunas. Ini risiko terbesar, meskipun cukup jarang terjadi. Untuk menghindarinya, tidak ada acara lain, dengan memilih developer yang reputasinya baik.
  • Rumah jadi terlambat, tidak sesuai dengan target waktu yang dijanjikan dalam pejanjian. Ini risiko yang paling sering terjadi. Pastikan terdapat klausul dalam perjanjian yang mengatur denda jika developer terlambat menyerahkan rumah.
  • Rumah jadi dengan spesifikasi yang tidak sesuai standar atau buruk. Developer biasanya memberikan masa retensi selama 3 bulan setelah serah terima dilakukan.

Selama masa retensi ini apabila ada kerusakan mengenai bangunan dan kondisi rumah masih menjadi tanggung jawab pihak developer. Oleh karena itu pastikan semuanya tertulis di perjanjian. (Bersambung)

(Editor\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar