Diduga Gasak Duit Bank Plat Merah Triliunan Rupiah, Modus untuk Modal Kerja Dibelikan Aset
Petaka Sritex, Digangsir Pemiliknya Sendiri

Ilustrasi: Peta Kredit Bermasalah SRITEX di Bank plat merah. (ist)
law-justice.co - PT Sri Rejeki Isman Tbk atau Sritex kembali menuai sorotan. Setelah dinyatakan pailit dan memecat ribuan karyawan pada Februari lalu. Kini, salah satu perusahaan tekstil terbesar ini terjerat kasus korupsi. Sejumlah triliunan duit bank Plat merah digangsir melalui modus kredit fiktif. Kredit yang sedianya untuk modal kerja ditengarai digunakan secara serampangan untuk membayar hutang dan membeli aset tidak produkstif. Akibatnya, laku korup ini berkontribusi terhadap tersungkurnya salah satu raksasa tekstil ini.
Kejaksaan Agung (Kejagung) menetapkan tiga tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas kredit PT Sritex. Mereka adalah Direktur Utama Bank DKI tahun 2020 Zainuddin Mappa, Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Bank BJB Dicky Syahbandinata, dan Direktur Utama PT Sritex periode 2005-2022 Iwan Setiawan Lukminto. Tim penyidik memiliki bukti permulaan yang cukup terjadinya tindak pidana korupsi dalam pemberian kredit bank pemerintah kepada PT Sritex dengan nilai total tagihan yang belum dilunasi hingga Oktober 2024 sebesar Rp3,5 triliun.
Kejagung mengungkap Sritex dan anak perusahaannya memiliki kredit outstanding (belum dibayar) per Oktober 2024 sebesar Rp3,58 triliun. Kredit tersebut berasal dari Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah (Bank Jateng), Bank Jabar Banten (BJB), Bank DKI, Bank Negara Indonesia (BNI), Bank Rakyat Indonesia (BRI), dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).
Mantan Dirut PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) Iwan Setiawan Lukminto (tengah) ditahan oleh penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung), Jakarta, Rabu (21/5/2025). (Antara)
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Harli Siregar menjelaskan ihwal kasus ini berawal saat Bank BJB dan Bank DKI mengucurkan kredit tanpa agunan kepada Sritex masing-masing sebesar Rp 543, 98 miliar dan Rp 149 miliar pada periode 2020. Berdasarkan pengusutan penyidik, Dicky dan Zainuddin ternyata meloloskan kredit yang totalnya Rp 692,98 miliar tersebut melalui cara yang kotor lantaran melawan hukum. Ini sebab pejabat bank itu tak melakoni analisis yang akuntabel dan tak menaati prosedur perbankan. "Ada banyak, tapi salah satunya itu tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja," kata Harli Siregar kepada Law-justice, Kamis (29/5/2025).
Adapun pengucuran kredit tanpa jaminan pun dicap bermasalah lantaran lembaga pemeringkat Fitch danMoody`s cuma memberikan peringkat BB- kepada Sritex. Ini artinya Sritex itu memiliki risiko gagal bayar yang cukup tinggi. "Kredit tanpa jaminan seharusnya hanya bisa diberikan kepada perusahaan dengan peringkat A," ujarnya.
Iwan Setiawan disebut-sebut telah menyalahgunakan dana kredit tersebut. Iwan memakai uang kredit itu untuk membayar utang kepada pihak ketiga dan membeli aset tidak produktif. “Dibelikan tanah di beberapa tempat. Ada yang di Yogyakarta dan Solo," ucap dia.
Penyidik, kata Harli, melihat kejanggalan dalam laporan keuangan Sritex 2020 dan 2021. Pada 2020, Sritex mengklaim bahwa untung sebesar US$ 85,32 juta atau sekitar Rp 1,24 triliun. Akan tetapi, setahun berselang, korporasi mencatatkan kerugian hingga US$ 1,08 miliar atau sekitar Rp 15,66 triliun. Harli mewanti-wanti potensi adanya manipulasi laporan Sritex untuk mengakali syarat pengajuan pinjaman di perbankakn. Menurutnya, lepas dari itu memang telah terjadi penyelewengan kredit dalam kasus ini. Penggunaan kredit untuk membayar utang tidak tepat. Sebab, dalam kontrak disepakati bahwa kredit itu digunakan untuk modal kerja. Belum lagi ada indikasi bahwa dana pinjaman itu disalahgunakan untuk membeli aset nonproduktif. Berdasarkan penelusuran penyidik, hal inilah yang kemudian membuat Sritex pailit. "Semisal manajemennya benar dengan pemberian kredit yang sudah sangat signifikan, barangkali PT Sritex akan tetap bertahan," kata Harli.
Adapun penyidik Kejaksaan Agung menjerat ketiga tersangka dengan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Selain Bank DKI dan Bank BJB, Sritex juga memperoleh pinjaman dari bank lain, di antaranya Bank Jateng senilai Rp 395,66 miliar, serta dari sindikasi Bank Negara Indonesia, Bank Rakyat Indonesia, dan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia sebesar Rp 2,5 miliar. Sritex juga mendapat kredit dari 20 bank swasta. Total tagihan yang belum dilunasi Sritex per Oktober 2024 sebesar Rp 3,58 triliun. Ini belum ditambah dari pinjaman Bank BCA yang mencapai nilai utang US$ 71,30 juta atau sekitar Rp 1,12 triliun.
Kutipan LHP Nomor: 20/LHP/XVIII.BDG/03/2024 tanggal 06 Maret 2024. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Atas Kegiatan Operasional Tahun Buku 2021 S.D. Semester 1 Tahun 2023 Pada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Dan Banten, Tbk tersebut auditor menemukan kejanggalan pemberian kredit kepada PT Sritex (SRI). (BPK)
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) rupanya telah mengendus adanya kejanggalan kredit Sritex yang dikucurkan oleh Bank Jabar Banten (BJB). Auditor negara di BPK perwakilan Jawa Barat menyampaikan sejumlah temuan di LHP Nomor: 20/LHP/XVIII.BDG/03/2024 tanggal 06 Maret 2024. Dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Atas Kegiatan Operasional Tahun Buku 2021 S.D. Semester 1 Tahun 2023 Pada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat Dan Banten, Tbk tersebut auditor menemukan kejanggalan pemberian kredit kepada PT Sritex (SRI).
Dalam laporan tersebut, auditor menyebutkan Pemberian Fasilitas Kredit Modal Kerja Kepada PT SRI Sebesar Rp550.000.000.000,00 belum sepenuhnya didukung analisis yang memadai. PT SRI mengajukan permohonan fasilitas kredit kepada bank bjb melalui Surat Permohonan Kredit Nomor 0104/AKN/SRI/III/2020 tanggal 16 Maret 2020, berupa Permohonan fasilitas KMK, cash loan, LC Impor/SKBDN Omnibus, total pengajuan sebesar Rp300.000.000,00. Berdasarkan dokumen MAK Nomor1464/KK0-K01/M/2020 Tanggal 24 Maret 2020, diketahui bahwa rencana pengajuan total sebesar Rp300.000.000,00 tersebut, bertujuan untuk kebutuhan modal kerja dikarenakan PT SRI berencana meningkatkan pasar penjualan lokal dan meningkatkan penjualan untuk instansi pemerintah. Selain itu, PT SRI terus melakukan expansi pasar untuk pakaian militer dimana proyeksi penjualan meningkat kurang lebih sebesar 15% di tahun 2020.
Namun, auditor menemukan adanua sejumlah anomali dalam laporan keuangan PT SRI. Laporan Keuangan Konsolidasian (Audited) PT SRI per 31 Desember 2022 yang menyajikan laporan komparatif diketahui bahwa PT SRI masih mengalami kerugian. Selain itu, diketahui pula terdapat penurunan aset perusahaan dalam kurun waktu dua tahun tersebut.
Hal tersebut dapat terlihat bahwa posisi aset per 31 Desember 2020 adalah sebesar USD1,851,527,904.00, kemudian pada posisi 31 Desember 2021 nilai aset menurun menjadi sebesar USD1,233,819,635.00 selanjutnya pada posisi 31 Desember 2022 nilai aset menurun menjadi USD764,552,039.00. Sementara itu, utang perusahaan selama tiga tahun terakhir mengalami peningkatan, yaitu per 31 Desember 2020 utang perusahaan adalah sebesar USD1,175,843,209.00, mengalami kenaikan per 31 Desember 2021 menjadi sebesar USD1,623,268,912.00 dan mengalami penurunan per 31 Desember 2022 menjadi sebesar USD1,545,570,608.00.
Selain itu, terjadi penurunan drastis pada nilai ekuitas, dimana pada posisi 31 Desember 2022 nilai ekuitas perusahaan masih negatif yaitu sebesar USD781,018,569.00) menurun dari posisi 31 Desember 2021 yaitu sebesar USD389,449,277.00. Kemudian, nilai penjualan juga mengalami penurunan pada posisi 31 Desember 2022 sebesar USD524,565,291.00 menurun dari posisi 31 Desember 2021 yang sebesar USD847,523,131.00. Hal tersebut menandakan bahwa perusahaan tidak mampu melunasi seluruh utangnya dengan seluruh asetnya jika perusahaan tersebut dilikuidasi.
Dalam laporn tersbut, BPK menyampaikan sejumlah rekomendasi, diantanya potensi penggunaan fasilitas kredit tidak sesuai perjanjian, dan pelunasan kredit berisiko macet. Direktur Komersial dan UMKM serta Komite Kredit belum sepenuhnya menganalisis permohonan kredit. Divisi Kredit Korporasi menyatakan telah berupaya melakukan komunikasi dan koordinasi dengan PT SRI.
Pengamat perbankan, Arianto Muditomo menuturkan dalam kasus ini, penyidik mesti membuktikan soal adanya pelanggaran prinsip keputusan bisnis. Setidaknya terdapat tiga prinsip yang seharusnya tidak dilanggar, baik oleh debitor maupun kreditor dalam konteks pinjaman perbankan. Pertama, soal iktikad baik. Arianto bilang tindakan yang dilakukan debitor ataupun kreditor seharusnya tidak bertentangan dengan hukum, selain tidak melanggar asas kepatutan dan kejujuran. "Kalau membeli aset yang tidak produktif untuk mengambil keuntungan pribadi, ya itu jelas melanggar," kata dia kepada law-justice, Kamis.
Kemudian yang kedua yakni prinsip kehati-hatian. Prinsip ini bicara soal mengharuskan debitor ataupun kreditor tidak teledor. Arianto mengilustrasikan sebuah korporasi membutuhkan modal untuk ekspansi bisnis sehingga mereka berutang. Maka, modal itu seharusnya dapat menorehkan cuan demi menambal biaya operasional perusahaan, termasuk gaji pekerja. Akan tetapi, korporasi justru membeli aset yang tidak prospektif dan produktif sehingga akibatnya adalah kerugian. “Persis di situ prinsip kehati-hatian tidak ada,” ujar dia.
Prinsip selanjutnya adalah business judgement rule. Artinya direksi ataupun komisaris mesti bertindak sesuai tupoksinya. Jika mereka bertindak di luar wewenang, maka hal itu dapat berimplikasi pidana. Penyidik mesti bisa membedakan antara kerugian akibat bisnis dan kerugian dengan niat jahat. Jika ada unsur niat jahat dalam business judgement rule, maka itu bisa dipidana,” katanya.
Pengamat Perbankan Arianto Muditomo. (Posbali)
Dari ketiga prinsip itu, Arianto menilai ada indikasi penyalahgunaan prosedur pemberian kredit kepada Sritex, yang kemudian membuka celah korupsi. Menurtnya, ada salah sasaran atau ketidakhati-hatian dalam pemberian dan penggunaan pinjaman ini. Dia juga menyoroti pernyataan Kejaksaan Agung ihwal kejanggalan laporan keuangan Sritex. Ia menyebutkan nilai keuntungan dan kerugian pada 2020 dan 2021 menjadi indikasi adanya masalah dalam pengelolaan kredit itu. "Pembuktian penyimpangan mudah dibuktikan dalam kasus ini," ujarnya.
Arianto juga menilai dana kredit seharusnya digunakan sesuai dengan peruntukannya. Sehingga, penyidik harus menelusuri penyebab terjadinya kesalahan prosedur pemberian kredit tersebut. Ia menduga ada suap di antara debitor dan kreditor untuk melancarkan pengucuran kredit itu. “Tak mungkin tidak ada kick back yang bentuknya bisa dalam fasilitas atau material lainnya,” kata dia.
Dalam kasus penyalahgunaan kredit Sritex, bentuk korupsinya adalah penggunaan uang negara yang tidak sesuai dengan prosedur operasi standar (SOP). Karena itu, Arianto menilai langkah Kejaksaan Agung menjerat para tersangka dengan Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Tipikor sudah benar. Penyidik, katanya perlu menelusuri penyaluran kredit dari bank-bank lain kepada Sritex. Karena, dalam kasus ini Kejaksaan Agung baru mempersoalkan pemberian kredit dari Bank BJB dan Bank DKI saja. Padahal ada bank dan lembaga lain yang juga memberikan kredit kepada perusahaan itu. Lebih dari itu, kata Arianto, perlu pendalaman soal aliran uang kredit tersebut dengan metode follow the money. Ini agar mengetahui apakah uang tersebut hanya digunakan Iwan Setiawan Lukminto atau juga oleh pihak lain.
Kasus Korupsi Jalan, Bagaimana Proses Kepailitan?
Denny Ardiansyah, anggota tim kurator Sritex, mengatakan bahwa kasus yang membelit petinggi Sritex bisa mempengaruhi status aset yang saat sedang dikurasi kurator. Jumlah aset yang saat ini tersedia untuk disewakan bisa saja berkurang atau bertambah. “Kalau nanti disita oleh Kejaksaan Agung, tentu aset yang saat ini kami kurasi akan berkurang kuantitasnya. Tapi, bisa sebaliknya kalau aset yang diselidiki ternyata tidak berkaitan dengan kasus hukum,” kata Denny kepada Law-justice, Jumat (30/5/2025).
Sejauh ini, katanya, belum ada komunikasi langsung dengan Kejagung soal aset yang dipermasalahkan melanggar hukum. “Sampai sekarang kami belum ketahui mana saja aset yang kemungkinana besar disita. Apakah satu di antara aset yang kami kurasi atau tidak, nanti harus komunikasi dahulu,” ujar Denny.
Adapun bicara soal aset Sritex Group, tim kurator Sritex sempat diundang langsung oleh Prabowo Subianto ke Istana Negara pada awal Maret 2025. Dalam pertemuan itu, presiden menitikberatkan agar aset Sritex disewakan ke pihak yang berkompetensi dalam bidang tekstil. Saran ini mengingat kondisi pailit yang dialami korporasi tekstil itu. “Ini demi menyelamatkan kepentingan eks karyawan,” petik laporan tim kurator.
Sedikitnya ada enam aset yang dilelang sewakan. Keenam aset itu berdasarkan hasil putusan homologasi yang dikeluarkan pengadilan pada awal dan pertengahan Maret 2025. Taksiran nilai aset yang dapat disewakan mencapai Rp 300 miliar lebih. Satu di antaranya aset tanah, bangunan dan mesin peralatan garment dengan total senilai Rp 139,74 miliar.
Di sisi lain, tim kurator juga mencatat terdapat 1.654 kreditor dengan nilai tagihan sebesar Rp 35,72 triliun yang masuk daftar piutang tetap. Dari jumlah itu, kurator menengarai ada tagihan 11 perusahaan yang terafiliasi dengan Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto sebesar Rp 1,2 triliun.
Kurator PT Sritex Denny Ardiansyah. (Suarasurabaya)
Menilik kasus hukum di Sritex sebelum dinyatakan pailit, sebetulnya pemerintah berencana intervensi. Sempat diwacanakan adanya suntikan modal, tetapi tidak jadi. Di tengah gonjang-ganjing keuangan korporasi, ada dugaan intervensi dari Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Brigadir Jenderal Helfi Assegaf yang menekan kurator agar mengizinkan Sritex tetap beroperasi meski di ambang kepailitan. Segelintir aparat juga disebut-sebut menakut-nakuti sejumlah bank kreditor Sritex dengan perkara hukum.
Intervensi pemerintah lainnya bisa terekam saat Wakil Menteri Ketenagakerjaan Immanuel Ebenezer yang memastikan tidak akan ada pemutusan hubungan kerja bagi karyawan Sritex kendati sudah pailit. Melihat berbagai fasilitas tak wajar ini, timbul dugaan semua itu didasari kedekatan Iwan Setiawan Lukminto, pemilik Sritex, dengan mantan presiden Jokowi.
Sritex sendiri adalah pemasok tas “Bantuan Presiden” untuk program bantuan sosial di masa kampanye pemilihan kepala daerah Surakarta, Jawa Tengah, pada medio 2020. Kala itu, anak Jokowi, Gibran Rakabuming Raka, maju menjadi satu di antara kandidat. Di seberang jalan, ada pula kedekatan historis antara Prabowo dan Sritex serta keluarga Lukminto. Jenama Sritex yang juga sebagai pembuat seragam tentara, polisi, dan aparatur sipil negara membikin korporasi ini diperhatikan pemerintah.
Menanggapi kasus dugaan korupsi kredit fiktif di PT Sritex, Bank BJB buka suara soal Pemimpin Divisi Komersial dan Korporasi Dicky Syahbandinata yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas kredit PT Sritex. Corporate Bank BJB Ayi Subarna mengatakan Dicky Syahbandinata sudah tidak lagi menjadi pegawai Bank BJB sejak April 2023. Meski demikian, pihaknya menghormati dan mendukung sepenuhnya proses hukum yang sedang berlangsung dan menghargai langkah-langkah yang diambil oleh aparat penegak hukum dalam menegakkan prinsip keadilan, transparansi, dan akuntabilitas. "Sehubungan dengan proses hukum yang berjalan, kami akan kooperatif dengan proses hukum yang berlaku guna mendukung kelancaran proses hukum. Kami percaya bahwa proses hukum akan berlangsung secara objektif, profesional, dan adil," kata Ayi dalam keterangan yang diterima Law-Justice, Kamis (29/05/2025).
Gedung Kantor Pusat Bank Jabar Banten (Bank BJB). (Viva)
Senada dengan Bank BJB, pihak Bank DKI juga buka suara soal mantan direkturnya Zainuddin Mappa yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas kredit PT Sritex pada 2020. Bank DKI mengatakan menghormati proses hukum yang berjalan. Menurut mereka itu bagian dari penegakan hukum dan prinsip transparansi dalam sektor jasa keuangan. "Bank DKI berkomitmen penuh untuk bekerja sama dengan aparat Penegak Hukum termasuk menyediakan data, dan informasi yang diperlukan guna memastikan kelancaran dan objektivitas proses penyidikan," kata Bank DKI dalam keterangan resminya yang diterima Law-Justice, Kamis (29/05/2025).
Bank DKI mengatakan akan secara konsisten melakukan evaluasi dan penguatan sistem pengendalian internal guna meminimalkan risiko serta menjaga kualitas aset dan kepercayaan publik. "Bank DKI terus berkomitmen memperkuat pondasi kelembagaan melalui transformasi berkelanjutan, pengelolaan risiko yang prudent, dan penguatan manajemen untuk mendukung pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan," ucapnya.
Stafsus Gubernur Bidang Komunikasi Publik DKI Jakarta Cyril Raoul Hakim menuturkan, Pemprov DKI mendukung semua proses hukum yang berjalan terkait Sritex itu. ”Kami mendukung semua proses hukum yang dilakukan untuk menyelesaikan permasalahan hukum itu. Apapun itu, siapapun itu, baik Pemprov DKI atau BUMD yang dimiliki Pemprov DKI,” kata Chico Hakim kepada Law-Justice, Selasa (27/05/2025).
Chico juga menyebutkan, kedepannya, Pemprov DKI akan mengupayakan Bank DKI dikelola lebih profesional. Terlebih, BUMD DKI itu melaksanakan RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) dan mengangkat direksi dan komisaris baru. Namun, dia tidak merincikan jajaran yang diubah. Dia hanya menyebutkan, orang yang mengisi jabatan direksi atau komisaris itu dipilih oleh BP BUMD DKI dan tim seleksi profesional. ”Harapan kami, ke depan dengan cara begitu, Bank DKI maupun badan usaha-badan usaha lain di mana Pemprov DKI memiliki saham, akan dikelola lebih profesional. Sehingga, hal-hal yang terjadi selama ini seperti penguncuran kredit yang abal-abal dan lain-lain itu tidak terjadi,” ujarnya.
Senada dengan Chico, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Ima Mahdiah menyampaikan keprihatinan mendalam terkait kasus yang melibatkan mantan Dirut Bank DKI Periode 2020 tersebut. Sebab, Bank DKI adalah aset penting milik masyarakat Jakarta, dan integritasnya tidak bisa ditawar. ”Kami semua berharap Bank DKI dapat terus tumbuh menjadi bank yang sehat, kuat, dan sepenuhnya bebas dari praktik korupsi. Kepercayaan masyarakat Jakarta adalah fondasi utama Bank DKI, dan ini harus dijaga dengan sungguh-sungguh,” kata Ima kepada Wartawan, Rabu (28/05/2025).
Politisi PDIP tersebut juga menyebutkan, DPRD DKI mendukung penuh proses hukum yang sedang berjalan oleh Kejaksaan Agung dan mengedepankan asas praduga tak bersalah. Ima berharap bila proses yang berjalan di Kejaksaan Agung terkait kasus Sritex bisa berjalan transparan dan adil, serta dapat mengungkap kebenaran demi tegaknya hukum dan keadilan. ”Ini adalah momentum penting bagi Bank DKI untuk terus memperkuat tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance) dan memastikan seluruh operasional berjalan sesuai dengan prinsip kehati-hatian dan integritas,” ujarnya.
Legislator Ingatkan Nasib Buruh
Ketua Komisi VII DPR RI Saleh Partaonan Daulay turut menyoroti permasalahan yang terjadi pada Sritex ditengah kasus yang sedang diusut oleh Kejagung. Saleh meminta pemerintah melakukan langkah-langkah konkret untuk mengantisipasi permasalahan yang terjadi di Sritex terutama terkait dengan hak para pekerja. Menurut dia, pemberhentian kontrak kerja itu sangat memprihatinkan. Saleh mengingatkan bila bangkrutnya sebuah perusahaan akan merugikan rakyat banyak, khususnya pada karyawan yang telah bekerja profesional. "Ujung-ujungnya, karyawan lagi yang jadi korban. Padahal, mereka ini bekerja secara profesional. Patuh pada seluruh aturan yang ditetapkan. Baik oleh pemerintah, maupun perusahaan," kata Saleh kepada Law-Justice, Kamis (29/05/2025).
Legislator dari Fraksi PAN itu menyampaikan keprihatinannya atas PHK massal di tengah kondisi sulit sekarang. "Namun dalam situasi dan kondisi seperti ini, mereka yang kelihatannya harus rela berkorban," imbuhnya.
Wakil Ketua Umum DPP PAN itu berharap pemerintah dapat mencari jalan terbaik bagi karyawan dan pekerja PT Sritex. Saleh pun menyinggung hasil kunjungan spesifik Komisi VII DPR bersama Kemenperin ke PT Sritex beberapa waktu lalu. Dia mengatakan bila Menteri Perindustrian (Menperin) Agus Gumiwang sempat menyampaikan bahwa pemerintah telah memiliki skema penanganan perusahaan tersebut. Menteri Agus saat itu bahkan memastikan tidak akan ada PHK karyawan dalam semua opsi yang ada. "Ya, sekarang ini yang terpenting nasib pekerja itu yang harus jadi perhatian," ungkapnya.
Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani menilai manajemen perusahaan PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) tidak bertanggung jawab dalam menyelesaikan masalah keuangan maupun perlindungan hak-hak pekerja. Irma sudah curiga dengan Sritex sejak dinyatakan pailit. "Sejak Sritex dinyatakan pailit, saya sudah menyampaikan pemilik Sritex ini bermasalah. Mereka mengemplang kredit bank," kata Irma kepada Law-Justice, Kamis (29/05/2025).
Saat ini Sritex tengah menghadapi kasus dugaan penyalahgunaan fasilitas kredit dari sejumlah bank, yang berujung pada penetapan sejumlah tersangka oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). Termasuk, Komisaris Utama Sritex Iwan Setiawan Lukminto. Berdasarkan laporan yang dihimpunnya, meskipun Sritex memiliki aset Rp9 triliun, mereka memiliki utang hampir mencapai Rp30 triliun. "Artinya, mereka dengan sadar menghindari kewajiban mereka pada bank. Sritex ini memang tidak bertanggung jawab," ujarnya.
Anggota Komisi IX DPR Irma Suryani. (eMedia DPR)
Legislator NasDem itu mempertanyakan komitmen Sritex terhadap kesejahteraan para pekerja. Menurutnya, masih banyak anak perusahaan yang masih beroperasi. Semestinya, jelas Irma, Sritex bisa mengalokasikan anggaran melalui mekanisme subsidi silang untuk membayar hak-hak pekerja seperti tunjangan hari raya (THR) dan pesangon. "Dari sekian banyak perusahaan milik Lukminto, masa iya tidak mampu bayar THR dan pesangon? Kan bisa subsidi silang. Mereka malah enak-enakan dan menyerahkan semua beban ke kurator," ujarnya.
Irma menyoroti isu terbaru Sritex disebut-sebut mendapatkan pinjaman baru untuk kembali beroperasi. Namun, yang menjadi sorotan adalah masih menggunakan manajemen lama yang sebelumnya gagal mengelola perusahaan. "Harusnya para petinggi yang gagal tidak dipakai lagi. Kalau mereka tetap dipercaya memegang posisi strategis di perusahaan baru, ke mana akuntabilitasnya?” ungkapnya.
Irma juga menuding perlakuan yang tidak manusiawi terhadap karyawan di salah satu anak perusahaan Sritex, yakni PT Sari Warna Asri. Irma juga menerima laporan seorang karyawan yang telah memasuki usia pensiun justru digugat oleh perusahaan hanya karena mengajukan pensiun. Sementara di induk perusahaan, banyak karyawan justru kena PHK.
Mudahnya para raksasa industri memperoleh kredit dari perbankan, terutama milik pemerintah, tentunya menimbulkan kecemasan tersendiri. Apakah kasus yang terjadi di Sritex ini berdiri sendiroi dan merupakan anomali industri? Atau justru merupokan common practice di bank-bank plat merah sebagai modus untuk menggangsir duit rakyat.
Dalam kasus ini, penyidik belum melakukan pengembangan untuk meneliti kemana laju aliran duit ini mengalir. Pun juga apakah pembegalan dengan modus kredit fiktif ini merupakan comon practice. Penyidik bisa merujuk pada laporan BPK yang kerap mengungkap adanya anomali dan kejanggalan dalam proses kredit di bank plat merah. Hal ini terutama terjadi, terhadap kredit yang dikucurkan kepada perusahaan yang memiliki kedekatan khusus dengan pihak yang berkuasa atau pun sosok kuat di kancah politiK.
Presiden Prabowo Subianto tampaknya belum aware terhadap maraknya dugaan kredit bodong di sejumlah bank plat merah. Selain menggangsir duit rakyat, hal lain yang menjadi dampak dari praktik ini adalah tertutupnya peluang usaha bagi pengusaha jujur yang ingin serius berusaha. Potensi mereka untuk memperoleh kredit modal kerja pupus akibat kreditnya sudah dikooptasi oleh `kalangan tertentu`. Jika Presiden ingin mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang ideal, tentunya persoalan kredit ini haris menjadi perhatian serius. Penyaluran kredit ke pengusaha yang jujur dan memiliki integritas tentunya akan menjadi pelumas bagi pertumbuhan ekonomi.
Rohman Wibowo
Ghibary Apriman
Komentar