Meskipun Laba Naik, Temuan Dugaan Penyimpangan Marak Di BUMN Semen

Mafia Distributor, Semen Baturaja Terancam Tekor Rp 212 Miliar

Sabtu, 12/04/2025 17:24 WIB
Ilustrasi.

Ilustrasi.

law-justice.co - Memasuki 2025, kabar baik datang dari PT Semen Baturaja, BUMN yang mengelola industri semen. Subholding Semen Indonesia ini membukukan kinerja positif di tahun 2024. Sayangnya, kinerja positif ini tak mampu menutupi sejumlah temuan Badan Pemeriksa Keuangan dalam audit khusus pengelolaan keuangan. Potensi kerugian perusahaan senilai ratusan miliar menjadi catatan.

PT Semen Baturaja Tbk (SMBR), anak usaha PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SIG) melaporkan kinerja positif tahun 2024. Vice President of Corporate Secretary SMBR Hari Liandu mengatakan kinerja tahun 2024, SMBR mencatatkan pendapatan sebesar Rp 2,09 triliun atau meningkat 2,5 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 2,04 triliun.

Meskipun pasar domestik mengalami koreksi, SMBR mampu meningkatkan volume penjualan semen sebesar 2,23 juta ton atau tumbuh 3,4 persen dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 2,16 juta ton. Pendapatan ditopang oleh penjualan pada pihak berelasi yang sebesar Rp 2,00 triliun. Kemudian juga didapatkan dari penjualan pada pihak ketiga sebesar Rp 62,56 miliar dan disusul penjualan segmen bisnis non semen atau diversifikasi produk senilai Rp 18,88 miliar.  

Selain itu, SMBR juga berhasil memangkas beban penjualan sebesar 19,5% menjadi Rp161,3 miliar dari sebelumnya sebesar Rp200,4 miliar dibandingkan periode tahun lalu. Begitu juga dengan beban umum dan administrasi yang turun 11,9% menjadi Rp203,3 miliar dari sebelumnya sebesar Rp230,8 miliar dibandingkan periode tahun lalu. Beban keuangan juga mengalami penurunan signifikan sebesar 20% menjadi Rp78,85 miliar dari sebelumnya Rp98,60 miliar dibandingkan periode tahun lalu. “Hasilnya, SMBR mampu mengantongi laba tahun berjalan sebesar Rp129,25 miliar, angka ini meningkat 6,3% dibandingkan laba bersih di tahun 2023 yang senilai Rp121,57 miliar,” ucap Hari dalam siaran pers yang diterbitkan Kamis (27/3/2025).

Ilustrasi: Semen Baturaja berhasil menaikkan laba perusahaan di 2025 dibanding tahun sebelumnya. (Dok. Semen Baturaja) 

Di balik kinerja keuangan yang positif ini, terjadi sejumlah penyimpangan yang menjurus pada fraud yang berpotensi merugikan negara. Badan Pemeriksa Keuangan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu Pengelolaan dan Pertanggungjawaban Keuangan tahun 2020-2022 di PT Semen Baturaja (SMBR) mengungkap sejumlah temuan. Dalam audit BPK bernomor 17/LHP/XX/8/2024 tanggal 30 Agustus 2024 itu auditor negara menemukan sejumlah penyimpangan pengelolaan keuangan yang mengakibatkan negara melalui BUMN ini merugi hingga ratusan miliar.

Temuan dengan nilai kerugian negara terjadi pada perlakuan istimewa terhadap distributor semen. Dalam temuan ini, auditor menemukan ada indikasi kerugian keuangan perusahaan sebesar Rp 212,91 miliar. Kerugian itu berasal dari piutang akibat distribusi semen kepada 4 distributor, beberapa di antaranya PT Kapuas Musi Madelyn dan PT Maju Mix Bersama Abadi, yang sama-sama berlokasi di Sumatra Selatan. Kapuas Musi bergerak di sektor pembuatan alat berat. Relasi SMBR dengan Kapuas Musi sudah terjalin, seperti saat SMBR ikut dalam momen pembukaan gudang Kapuas Musi pada 2019.

Kebijakan pemberian plafon khusus menjadi diskresi direksi SMBR untuk memacu kinerja penjualan, tetapi dalam kasus ini justru menjadi bumerang bagi korporasi. Auditor menemukan adanya jaminan yang tidak sepadan dengan nilai utang. Seperti jaminan berupa sertifikat kredit dari Jamkrindo yang diajukan Maju Mix Bersama Abadi. Jaminan kredit itu bermasalah lantaran sertifikat sudah tidak berlaku. Lain itu, korporasi yang sama melampirkan jaminan senilai Rp 50 miliar. Padahal, plafon yang diberikan SMBR mencapai Rp 96,77 miliar.

Dampaknya, masih banyak plafon dari SMBR yang diberikan kepada empat perusahaan tanpa adanya jaminan yang setara. Di sisi lain, kinerja pembayaran plafon pun macet sehingga mengakibatkan neraca keuangan SMBR merugi pada periode 2022. Bahkan, ditemukan pula perusahaan yang tidak sama sekali memberikan jaminan atas plafon yang diberi. Semisal PT Kapuas Musi yang mendapat plafon tanpa memberikan jaminan apapun. Utang yang diberi SMBR kepada Kapuas mencapai Rp 70 miliar setiap tahunnya sejak 2020.

Nihilnya jaminan ini merupakan diskresi perusahaan sebagai strategi penjualan. Namun, BPK menyoroti kebijakan ini tidak berdampak positif bagi kinerja keuangan. Ditambah, auditor menemukan tidak berjalannya pengawasan dalam pengambilan kebijakan plafon khusus tanpa jaminan. Di sisi lain, direksi pun mengambil kebijakan ini tanpa mempertimbangkan risiko gagal pembayaran. “Penerapan kebijakan plafon khusus yang tidak diwajibkan jaminan yang pasti dan jelas kepada empat perusahaan berperan signifikan dan material terhadap piutan usaha yang tidak dapat ditagih dan berdampak pada PT SMBR yang kesulitan memulihkan piutang,” petik laporan BPK. 

Temuan Badan Pemeriksa Keuangan menunjukkan adanya potensi keruian negara Rp 212,9 miliar akibat pemberian plafon khusus. (Kutipan: LHP DTT atas Pengelolaan dan Pertanungjawaban Keuangan tahun 2020-2022 di PT Semenbaturaja)

Sayangnya, saat dilakukan konfirmasi ke sejumlah aparat penegak hukum, belum ditemukan tindak lanjut dari penegak hukum. Kejaksan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi satu suara, menyatakan belum ada laporan terkait dugaan kerugian ini.

Selain temuan diatas, auditor BPK juga menemukan adanya penyalahgunaan uang perusahaan Baturaja Multi Usaha hampir Rp 10 Miliar. Penyimpangan dana dilakukan oleh sejumlah karyawan yang tidak menyetor pembayaran pembelian semen dari konsumen termasuk distributor. Ada pula mark up dalam harga semen, fee, dan upah ongkos angkut semen yang terbukti fiktif.

Karyawan yang menyalahgunakan uang perusahaan itu dalam audit BPK disebut tak diketahui keberadaannya. Namun ada satu karyawan berinisial Y yang terindikasi menyalahgunakan keuangan sebesar Rp 3,78 miliar. Karyawan itu bertugas di lingkup pemasaran dan penagihan. Dalam keterangannya, Y mengklaim kesulitan melakukan penagihan kepada toko dan distributor lantaran penjual melarikan diri. Ada juga toko yang sudah tutup dan berpindah sehingga tidak diketahui keberadaannya. Auditor juga menemukan adanya pembayaran yang dilakukan distributor secara pribadi kepada Y, alih-alih ke perusahaan.

Mekanisme pembayaran hasil penjualan semen tak jelas. Selain kepada Y, pihak perusahaan mengandalkan proses penagaihan kepada karyawan freelance. Tanpa dibekali nota dan sistem penerimaan pembayaran yang jelas, toko atau distributor semen melakukan pembayaran tanpa ada rekap. Walhasil, uang dengan rentan disalahgunakan atau di sisi lain tidak ada sama sekali pembayaran yang dilakukan.

Lain itu, terdapat cek senilai miliaran rupiah yang keluar dari bagian keuangan perusahaan untuk kepentingan pribadi. Pihak yang dimaksud merujuk pada nama Kepala Bagian Keuangan Baturaja yakni Budi Oktaria yang menjadi terpidana kasus sebelumnya. Cek keluar juga atas sepengetahuan Direktur Utama BMU kala itu Laurensius. “Penyalahgunaan cek perusahaan oleh kepala bagian keuangan PT BMU dan terdapat selisih utang usaha dan dana pembayaran pelunasan utang kepada customer yang dipergunakan secara pribadi oleh direktur dan kepala bagian keuangan PT BMU sebesar Rp 2,64 miliar,” petik laporan BPK.

Auditor pula menemukan adanya piutang antara Baturaja dan Semen Baturaja terkait proyek distribusi semen senilai Rp 10,71 miliar. Piutang itu dirampungkan oleh Semen Baturaja, tetapi tidak dipakai BMU. Sehingga ada indikasi miliaran rupiah itu menguap. Indikasi ini menjadi temuan penyimpangan dana yang terjadi sejak periode 2017.

Atas penyimpangan keuangan perusahaan di BMU, BPK menitikberatkan pengawasan dan evaluasi Semen Baturaja sebagai holding yang tidak berjalan. Auditor lantas mempertanyakan keberadaan BMU dalam industri semen. Selain ditemukan adanya fraud, neraca keuangan anak usaha itu tidak stabil dalam beberapa tahun belakang. Semen Baturaja direkomendasikan untuk “Menetapkan dan menjalankan langkah strategis di antaranya membubarkan entitas anak usaha jika PT BMU tidak memberikan dampak positif,” petik laporan BPK.

Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi (GMPD) Sumatera Selatan Muslimin Kosim. (ist)

Menurut Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi (GMPD) Sumatera Selatan Muslimin Kosim, rekomendasi BPK untuk membubarkan BUMN Baturaja Multi Usaha masuk akal. Ditemukannya penyimpangan dana perusahaan dan penyalahgunaan kewenangan direksi dan bawahannya dipicu konflik kepentingan. “Berdasarkan analisis kami bahwa isi dari petinggi BMU itu jelas orang pensiunan dari SMBR, termasuk yang sudah ditahan,” kata Muslimin.

Nama Direktur Utama Semen Baturaja periode 2022-2023, yakni Daconi Khotop pun disorot Muslimin. Ini tak terlepas dari pengawasan SMBR yang membiarkan tidak beresnya operasional BMU sebagai anak usaha. Padahal, permasalahan BMU bakal mempengaruhi kinerja keuangan holding. Temuan BPK yang mengungkap fraud di BMU dalam proyek distribusi dan pengelolaan semen menjadi preseden buruk kepemimpinan direktur utama SMBR.

Selepas setahun menjabat dirut di SMBR dan di tengah temuan fraud di BMU, Daconi diangkat menjadi dirut baru BUMN PT Pupuk Sriwijaya. Muslimin tidak habis pikir dengan promosi jabatan ini. Dia berpendapat ada relasi keluarga dan kekuasaan yang turut mengamankan posisi Daconi. Dia mengkhawatirkan praktik semacam ini sebagai upaya bagi kekuasaan. “Artinya hasil bumi dikeruk oleh segelintir orang untuk kepentingan pribadinya....’ Secara jaringan, dia (Daconi) punya relasi keluarga di kepolisian. Sehingga dia punya jaringan yang bisa membuat nyaman dan aman,” tutur dia.

Dugaan fraud di Baturaja, bagi Muslimin, menjadi titik masuk mengungkap potensi korupsi lain yang turut melibatkan Semen Baturaja. Ke depan, dia bakal melakukan pelaporan kepada penegak hukum. “Kami akan lapor ke KPK secepatnya dengan melampirkan bukti,” katanya.

Pihak PT Semen Baturaja memilih bungkam saat dikonfirmasi perihal temuan BPK ini. Perusahaan tidak menanggapi permintaan konfirmasi yang disampaikan.

Kejaksaan Sempat Garap Dugaan Korupsi

Dalam penelusuran yang dilakukan, PT Baturaja Multi Usaha ternyata pernah tersangkut kasus korupsi. Anak usaha SMBR ini tersangkut kasus korupsi pengelolaan dan distribusi semen yang terjadi pada periode 2017-2021. Dalam vonis yang dijatuhkan oleh Pengadilan Negeri Palembang pada akhir November 2023, dua mantan pejabat perusahaan terbukti menggelapkan uang perusahaan untuk kepentingan pribadi. Mereka adalah Direktur Utama bernama Laurence Sianipar dan Kepala Bagian Keuangan Budi Oktarita.

Menariknya, ada perbedaan jumlah soal kerugian keuangan negara antara saat proses penyidikan dan pengadilan. Mulanya, saat penetapan tersangka, Kejaksaan Tinggi Sumatera Selatan yang menggarap kasus ini menyatakan kerugian keuangan negara mencapai Rp 30 miliar. Namun, saat proses pengadilan berubah jauh jumlahnya hanya Rp 2,6 miliar.

Muslimin Kosim menduga potensi kerugian keuangan negara yang mencapai puluhan miliar melibatkan banyak pihak. Entah itu di internal pejabat Baturaja Multi Usaha, distributor (swasta) maupun petinggi di Semen Baturaja selaku holding. Dugaan Ketua Gerakan Masyarakat Peduli Demokrasi (GMPD) Sumatera Selatan ini berdasarkan temuan adanya sejumlah pihak internal korporasi yang membawa uang perusahaan. Dan mereka belum terdeteksi oleh penegak hukum. “Masih ada yang belum tuntas diselesaikan Kejati Sumsel. Masih ada karyawan yang melarikan diri,” kata Muslimin kepada Law-justice, Jumat (11/4/2025).

Adapun dua terpidana dalam kasus bancakan di Baturaja sendiri divonis karena terbukti menggelapkan uang perusahaan untuk kepentingan ekonominya mulai dari berbisnis saham dan ikut proyek pemerintah. Sekira Rp 400 juta uang hasil bancakan dialirkan ke PT Esbecon untuk proyek pembangunan yang diadakan pemerintah. Korporasi yang ditanami uang korupsi itu terafiliasi dengan Semen Baturaja.

Direktur Utama PT BMU  Laurence Sianipar dan Kepala Bagian Keuangan Budi Oktarita saat menjalani sidang vonis di PN Tipikor Sumatera Selatan di Palembang, Selasa (28 November 2023). (Sumselpers)

Hasil bancakan juga dipakai untuk bisnis saham di Baha Security sebesar Rp 800 juta. Lain itu, dua terpidana juga menyetor miliaran rupiah untuk sejumlah emiten di bursa saham. Pemanfaatan bendera perusahaan lain dipakai juga untuk bisnis besi bekas melalui PT Gunung Madu Plantation—sebuah perusahaan yang bergerak di industri gula. Korporasi itu berbasis di Lampung dan mayoritas sahamnya dimiliki oleh Kuok Investment (Mauritius)—yang dikuasai oleh Robert Kuok—taipan asal Malaysia yang berbisnis sektor perhotelan hingga komoditi pangan.

Dalam fakta persidangan, uang hasil investasi dipakai kembali untuk kepentingan pribadi. Dua terpidana juga mengklaim hasil perputaran uang dialihkan menambal neraca keuangan Baturaja Multi Usaha yang terlilit piutang tidak sedikit.

Dengan perkiraan awal kerugian keuangan negara mencapai puluhan miliar rupiah, Muslimin menduga pihak yang belum tersentuh hukum memegang kendali operasional dari proyek pengelolaan dan distribusi semen ke sejumlah distributor. Distribusi semen dilakukan tanpa transparansi dan akuntabilitas. Dia mengatakan ada sejumlah distributor fiktif karena tidak ditemukan lokasi dan aktivitas usaha.

Jika merujuk salah satu kawasan di Palembang yang menjadi cakupan operasional Baturaja Multi Usaha, tak ditemukan distributor yang menjadi rekanan perusahaan. Jika pun ada, pembayaran berlangsung secara menyimpang. “Ada satu toko di Gading Jaya (Palembang), disebut sudah bayar ke BMU. Tapi sewaktu kami tanyai (BMU) belum terima pembayaran dari toko. Lalu karyawan yang ditugaskan penarik uang dari toko yang didistribusikan semen, itu pihaknya enggak jelas identitasnya. (Juga), modusnya di lapangan itu tempat distribusi atau toko itu tidak ada. Jadi, semennya lari kemana,” kata Muslimin.

Salah Tata Kelola

Selain itu ada masalah dugaan aktivitas penambangan tanah liat (clay) di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dilakukan oleh PT Semen Baturaja yang merupakan anak perusahaan PT Semen Indonesia (SIG). Salah satunya Ketua Forum Masyarakat Sukajadi OKU Bersatu (FORKOMSOB), Rico S Armahesa. Sebagai warga yang tinggal ring 1 Kawasan penambangan, mereka khawatir jika aktivitas tersebut dapat berdampak ke kehidupan mereka. "Tentunya kami yang bakal menjadi korban dari tindakan yang dilakukan perusahaan," kata Rico melalui keterangan yang diterima Law-Justice, Jumat (11/04/2025).

Dia meminta, aparat penegak hukum (APH) dapat bertindak untuk mengusut dugaan tersebut. Sebab apabila dibiarkan, dampak lebih luas akan dirasakan langsung masyarakat.  "Lagipula setahu saya, penambangan di luar IUP ini bisa menimbulkan kerugian negara. Sehingga kami mendorong APH bisa segera bertindak," ucapnya.

Dijelaskan, persoalan ini dapat menjadi contoh yang melahirkan efek jera bagi perusahaan-perusahaan tambang lain yang tengah beroperasi di dalam wilayah OKU. "Ketentuan pidananya juga sudah ada seperti yang tertuang di Pasal 164 UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara," tegasnya.

Selama ini, Rico mengakui bila Forskomsob terus mengawal aktivitas yang dilakukan perusahaan plat merah (BUMN) tersebut. "Harus kami katakan bahwa sejak dulu tingkat kepedulian SMBR kepada masyarakat sangat rendah. Bahkan mengalami degradasi di era ini atau sejak bergabungnya PT Semen Baturaja dengan Semen Indonesia Grup (SIG). Ini juga yang selalu menjadi alasan pihak PT Semen Baturaja saat masyarakat mengajukan permohonan bantuan," jelasnya.

Rico juga menyinggung banjir besar yang melanda Kawasan OKU beberapa Waktu lalu. Menurutnya, sudah saatnya pemerintah untuk mengkaji ulang izin AMDAL yang dimiliki oleh seluruh perusahaan tambang, rermasuk SMBR. Dia mengatakan, banjir besar beberapa Waktu lalu baru terjadi beberapa tahun terakhir setelah masifnya industri tambang yang ada di Kabupaten OKU. Rico menegaskan, pihaknya akan merencanakan aksi unjuk rasa sebagai wujud kepedulian untuk mengingatkan PT Semen Baturaja tentang aktivitas pertambangan yang harus sesuai dengan pedoman peraturan, optimalisasi kepedulian atau tindakan tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat, dan memaksimalkan penyerapan tenaga kerja lokal terkhusus masyarakat ring 1. "Tujuannya, untuk menghilangkan kesenjangan dan rasa cemburu sosial masyarakat. Karena sampai saat ini tenaga kerja lokal khusus dari ring 1 Kelurahan Sukajadi, tidak lebih dari 25 persen yang bekerja di PT Semen Baturaja," pungkasnya.

Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade. (Dok. Partai Gerindra) 

Sementara itu, terkait dengan persoalan yang terjadi di Semen Baturaja, Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Andre Rosiade mengusulkan agar PT Semen Indonesia (Persero) Tbk. (SMGR) atau Semen Indonesia Group (SIG) diubah menjadi strategic holding dari sebelumnya operating holding. Hal ini karena Komisi VI DPR RI menyoroti emiten semen pelat merah itu dianggap hanya menikmati hasil aktivitas operasi entitas-entitas usahanya yang tersebar di daerah.  Menurutnya, peran SIG sebagai operating holding tidak efektif  selain itu Ia mengatakan perlu evaluasi agar SIG bisa menjadi strategic holding yang berperan menetapkan key performance indicator (KPI) dan standard of procedure (SOP) untuk entitas usahanya.

"Nanti anak usaha bekerja lebih maksimal lebih gesit bergerak. Jangan maksain, udah jelas gagal operating holding ini," kata Andre ketika dikonfirmasi, Kamis (10/04/2025). Ia mengatakan akan mengusulkan usulan ini ke Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) agar dapat dievaluasi.

Menurut Andre, keberadaan SIG sebagai operating holding "mengangkangi" pemasaran semen oleh para entitas usahanya. Kemudian, kinerja keuangan SIG pun terus menurun dalam beberapa tahun terakhir. "Jadi menurut saya ini harus dioperasi lagi menyeluruh, tidak lagi operating holding. Kita berikan kesempatan Semen Tonasa, Semen Padang, Semen Baturaja, Semen Gresik, SBI (Solusi Bangun Indonesia). Kasih peran, bisa menentukan pasar, tahu pasarnya, tahu cara mengelola distributornya," tegasnya.

Sementara dengan permasalahan yang ada di Semen Baturaja, Andre menyebut bila ia belum tahu secara rinci mengenai dugaan kasus korupsi yang terjadi. Meski begitu, Andre menyatakan bila ia mendukung setiap langkah yang dilakukan oleh Aparat Penegak Hukum untuk mengusut kasus tersebut. "Kita akan kawal bersama dan mengikuti langkah yang dilakukan aparat penegak hukum," ujarnya.

Anggota Komisi VI DPR RI Kawendra Lukistian menyebut permasalahan yang ada di Semen Baturaja harus jadi concern dari Semen Indonesia. Kawendra mengkritik tajam kinerja jajaran Direksi PT Semen Indonesia Group yang dinilai tidak mampu bekerja secara optimal dan tidak melakukan kontrol maksimal terhadap anak usaha di daerah. Hal tersebut terlihat dengan adanya kinerja pendapatan dan laba PT SIG mengalami penurunan siginifikan 44 persen. “Dalam rapat dengar pendapat akhir tahun kemarin, Saya tanya para direksi SIG ini, masih sanggup tidak pegang amanah tersebut. Kalau memang tidak sanggup, kita rekomendasikan ke Meneg BUMN untuk dievaluasi,” kata Kawendra melalui keterangan yang diterima Law-Justice, Jumat (11/04/2025).

Politisi muda Partai Gerindra itu mengaku kecewa dengan para direksi. Pasalnya dalam paparan kinerja SIG ke depan tidak terlihat progres pendapatan. Selain itu, perlu adanya kontrol yang dilakukan lebih intens dalam memeriksa kinerja anak usaha dari Semen Indonesia, jangan sampai ada dugaan fraud yang dilakukan anak usaha dari pihak Holding tidak mengetahui hal tersebut. “Posisi Dirut masuk SIG sejak 2021, seharusnya dari tahun ke tahun ada perbaikan kinerja keuangan kalau masih sanggup ya perbaikan ke depan bagaimana skemanya terutama mengatasi permasalahan anak usaha di daerah,” ujarnya.

Dia mengakui kesal melihat kinerja SIG yang tidak memuaskan. Pasalnya BUMN Semen ini merupakan kebanggaan anak bangsa ternyata kalah bersaing dengan kompetitor pada beberapa wilayah. "Semen Indonesia memiliki 3 pabrik di Sumatera, namun sering terjadi kekosongan distribusi dan kalah dengan kompetitor yang tidak punya pabrik di Sumatera," paparnya.

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha. (ist) 

Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Egi Primayogha mengatakan kasus korupsi di BUMN yang banyak terjadi merupakan dampak permasalahan tata kelola. Perusahaan pelat merah selama ini digunakan untuk kepentingan politik, alih-alih murni mengejar kepentingan bisnis. Hal ini seiring pada penunjukan direksi dan komisaris yang tak terlepas dari relasi kekuasaan akibat politik balas budi.  “Istilah BUMN menjadi ‘sapi perah’ sering didengar. Sepintas, itu maksudnya BUMN menjadi ceruk menambal ongkos politik,” kata Egi kepada Law-justice, Kamis (10/4/2025).

Rentannya korupsi di BUMN, kata Egi, tak terlepas dari konflik kepentingan di lingkup direksi dan komisaris. Meski diganjar jabatan atas kontribusi politiknya entah di Pilpres maupun Pilkada, mereka tetap harus membalas itu dengan material. “Direksi dan Komisaris menjadi tulang punggung dalam hal memajukan perusahaan. Tapi beda cerita kalau diisi oleh indivisu yang disandera kepentingan. Komisaris jadi tumpul pengawasannya dan direksi hanya mengejar cuan yang bisa memperkaya diri sendiri dan kelompok pendukungnya,” ujar dia.

Kelindan korupsi kini bersembunyindi balik perusahaan BUMN yang memiliki kinerja positif dan laba yang gemuk. Hasilnya, potensi laba yang mestinya bisa lebih besar lagi akhirnya tergerus oleh laku fraud ini. Hasilnya, laba perusahaan BUMN seolah-olah hanya formalitas belaka, yang penting korporasi laba. Faktanya, semakin laba, semakin banyak juga yang dikeruk.

Pengawasan terhadap BUMN dan anak usahanya kini tak bisa hanya menyasar berdasarkan bendera merah kinerja negatif saja. Sebab, sejumlah temuan BPK menunjukkan di sejumlah BUMN yang berkinerja positif dengan laba yang progresif pun ternyata tak luput dari incaran koruptor. Sebagai alternatif pendapatan negara, di tengah krisis global, pemerintah harus mulai serius memperthatikan tingkat kesehatan BUMN.

Sapu bersih korupstor di BUMN harus menjadi tema bagi Presiden Prabowo Subianto, terutama dalam mengelola ekonomi dalam negeri. Ditambah lagi, dalam waktu dekat, seluruh kelolaan BUMN akan terpusat di Danantara. Jika, praktik korupsi masih marak, akan menjadi handicap tersendiri bagi danantara untuk mengelola BUMN sekaligus mengundang investasi. Justru, langkah pertama pemerintah sebelummengaktifasi BPI Danantara mestinya memastikan integritas dan transpoaransi pengelolaan BUMN yang bebas korupsi. 

Rohman Wibowo

Ghivary Apriman

 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar