Mimpi Swasembada Gula Terancam Gagal, Revitalisasi Pabrik Dikorupsi

Pabrik Gula Mangkrak, Duit Negara Ratusan Milyar Terancam Raib

Sabtu, 29/03/2025 13:20 WIB
PG Jatiroto. (Kompas)

PG Jatiroto. (Kompas)

law-justice.co - Presiden Prabowo Subianto memiliki gebrakan untuk melakukan swasembada pangan, termasuk untuk komoditas gula. Sayang, mimpi ini makin sulit terwujud akibat sejumlah proyek revitalisasi pabrik gula terancam mangkrak. Duit revitalisasi pabrik gula ditengarai telah dikorupsi dan pabrik pun tak kunjung kelar.

Pada pidato perdana sebagai Presiden RI, Prabowo Subianto mencanangkan Indonesia harus swasembada pangan dalam waktu sesingkat-singkatnya. Presiden meyakini Indonesia dapat mencapai swasembada pangan paling lambat 4-5 tahun, bahkan bersiap menjadi lumbung pangan dunia. Dalam perjalanannya, Presiden memajukan target swasembada pangan tersebut dari semula 2029 menjadi 2027.

Swasembada pangan didahului dengan swasembada beras yang dapat dicapai pada akhir 2025 atau paling lambat 2026. Sebagai penunjang swasembada pangan, Presiden mengesahkan Inpres Irigasi, Perpres Neraca Komoditas, Perpres Penyuluh Pertanian, dan Perpres Tata Kelola Pupuk Bersubsidi. Pada waktu yang berdekatan Presiden memerintahkan jajarannya untuk memastikan sepanjang 2025 ini tidak akan melakukan impor terhadap empat komoditas, yaitu beras, jagung, gula konsumsi, dan garam konsumsi. Perintah ini tidaklah mudah dan penuh tantangan.

Kondisi pergulaan nasional saat ini cukup berat, di mana kebutuhan nasional mencapai 5 juta ton per tahun hingga 6 juta ton per tahun dengan impor 2,7 juta ton dan produksi nasional 3,3 juta ton.  Awal tahun 2023, Presiden saat itu Joko Widodo, menargetkan swasembada gula tahun 2028 dan peningkatan produksi bioetanol tahun 2030 melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2023 yang terbit pada 16 Juni 2023.

Sajian data BPS, sepanjang tahun 2023 menunjukkan Indonesia mengimpor 5,069 juta ton gula, senilai US$2,88 miliar atau setara Rp44,33 triliun, baik untuk gula konsumsi maupun gula industri yang diimpor dalam bentuk gula kristal mentah. Kekurangan pasokan gula dalam negeri mengharuskan Indonesia melakukan impor. Catatan BPS tahun 2022 tercatat sebanyak 17 negara yang menjadi pemasok gula Indonesia. Empat negara terbesar pemasok gula Indonesia berturut-turut, yaitu Thailand, India, Brasil, dan Australia.

Mimpi swasembada gula 2020 gagal tercapai, lalu dicanangkan 2028 kembali akan swasembada. Namun. Sepertinya upaya untuk menuju swasembada gula semakin terjal. Revitalisasi pabrik gula yang diproyeksikan bisa mendongkrak produksi gula nasional, ternyata ada yang mangkrak.

Korps Pemberantas Tindak Pidana Krupsi (Kortas Tipikor) Mabes Polri mengungkap kasus dugaan korupsi pada proyek revitalisasi pabrik gula di PTPN XI, Jawa Timur.  Polri mengungkap modus dugaan korupsi dalam proyek pengembangan dan modernisasi Pabrik Gula Djatiroto PTPN XI yang menyeret dua mantan pejabat sebagai tersangka. Kasus yang terjadi pada 2016 ini diduga merugikan negara hingga Rp 782 miliar. 

Kepala Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri Irjen Cahyono Wibowo mengatakan dua tersangka dalam kasus ini adalah mantan Direktur Utama PTPN XI Dolly Pulungan dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan Bisnis PTPN XI Aris Toharisman. "Sudah ada penetapan tersangka, yaitu Dolly Pulungan dan Aris Toharisman," kata Cahyono, Rabu (19/3/2025).

Kepala Korps Pemberantas Tindak Pidana Korupsi (Kortas Tipikor) Polri Irjen Cahyono Wibowo. (Tribun Medan)

Menurut penyidik, proyek tersebut diduga dikerjakan tanpa studi kelayakan. Selain itu, ada indikasi pelanggaran hukum dalam proses pelelangan. Aris Toharisman diduga meminta panitia lelang membuka tender meski harga perkiraan sendiri (HPS) masih dalam tahap peninjauan. "Panitia lelang tetap meloloskan KSO HEU (Hutama-Eurrosiatic-Uttam) padahal tidak memenuhi syarat, seperti tidak memiliki surat dukungan bank dan tidak memiliki workshop di Indonesia," ungkap Cahyono.

Setelah memenangkan lelang, isi kontrak proyek diduga diubah dan tidak sesuai dengan rencana awal. Uang muka dinaikkan menjadi 20 persen dari seharusnya hanya 15 persen, serta pembayaran dilakukan menggunakan letter of credit ke rekening luar negeri. Penyidik menemukan indikasi tindak pidana pencucian uang (TPPU) dalam kasus ini. Uang proyek disebut mengalir ke sebuah perusahaan di Singapura melalui skema manipulasi pembayaran. "Pembayaran pekerjaan proyek dimanipulasi sehingga dilakukan langsung oleh PTPN XI via letter of credit ke rekening perusahaan di Singapura," jelas Cahyono.

Selain itu, kontrak perjanjian proyek ditandatangani tidak sesuai tanggal yang tertera karena masih dalam tahap pembahasan dari Desember 2016 hingga Maret 2017. Jaminan uang muka dan pelaksanaan proyek juga tidak diperpanjang meski telah expired. Proyek pabrik gula tersebut akhirnya mangkrak, sementara PTPN XI telah menggelontorkan hampir 90 persen dana proyek ke kontraktor. Berdasarkan hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), total kerugian negara dalam kasus ini mencapai Rp 570,25 miliar dan USD 12,83 juta atau sekitar Rp 211 miliar. Berdasarkan penghitungan BPK RI, total kerugian negara mencapai Rp 782 miliar.

Selain di PG Jatiroto, Kortastipikor juga tengah menggarap kasus dugaan korupsi  Engineering, Procurement, Construction, and Commissioning (EPCC) pada proyek Pengembangan dan Modernisasi Pabrik Gula Assembagoes Situbondo milik PTPN XI tahun 2016 - 2022. Kasus ini telah masuk tahap penyidikan. Kakortastipidkor mengatakan bahwa dalam proyek tersebut beberapa jaminan kinerja yang dijanjikan, seperti kapasitas giling, kualitas produk, dan produksi listrik untuk ekspor, gagal dipenuhi. Padahal, dalam pelaksanaannya, proyek besar tersebut melibatkan alokasi dana negara dan anggaran pinjaman. "Kami melihat adanya sejumlah penyimpangan yang mengarah pada dugaan pelanggaran hukum yang merugikan keuangan negara. Oleh karena itu, kami akan melanjutkan proses penyidikan dengan fokus pada pencarian bukti-bukti lebih lanjut untuk menetapkan tersangka," ungkap Cahyo, (30/1/2025) dalam keterangan pers.

Pabrik Gula Asembagoes. (Antara)

Cahyono menjelaskan proyek ini dimulai sebagai bagian dari program strategis BUMN dengan pendanaan dari Penyertaan Modal Negara (PMN) sebesar Rp650 miliar. Kemudian, mendapat tambahan pinjaman senilai lebih dari Rp462 miliar. Lebih lanjut dia menuturkan bahwa selama proses pelaksanaan, ditemukan KSO Wika-Barata-Multinas tidak melibatkan pihak yang memiliki keahlian dalam teknologi gula. Selain itu, sebagai kontraktor utama, gagal memenuhi sejumlah target teknis, seperti kapasitas giling yang jauh di bawah spek perjanjian, kualitas gula tidak sesuai standar, dan tidak terjadinya produksi listrik untuk ekspor.

Pada 2022, kata Cahyono, PTPN XI memutuskan kontrak dengan KSO Wika-Barata-Multinas setelah gagal memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam kontrak. Saat itu, total pembayaran yang telah diberikan oleh PTPN XI kepada pihak kontraktor mencapai 99,3% dari nilai kontrak atau Rp716,6 miliar. "Proses penyidikan ini akan terus berjalan sesuai dengan mekanisme hukum yang berlaku. Kami akan berkoordinasi dengan Jaksa Penuntut Umum dan pihak terkait lainnya untuk memastikan bahwa kasus ini diselesaikan secara transparan dan akuntabel," tutur Cahyono.

Anggota Komisi IV DPR RI Amin Ak menyatakan bila Komisi VI DPR mendukung setiap langkah yang dilakukan aparat penegak hukum untuk mengusut kasus tersebut. Menurutnya, diperlukan transparansi dalam setiap mengusut berbagai kasus yang terjadi di BUMN terutama PTPN.   Amin mendukung upaya perbaikan kinerja pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dilakukan Kementerian BUMN melalui pembongkaran berbagai kasus di lingkungan perusahaan pelat merah tersebut secara transparan. "Tidak ada kecenderungan menutupi, kalau (ada kecenderungan menutupi) gitu kan tidak akan menjadi lebih baik,” imbuhnya.

Menurutnya, hal tersebut merupakan langkah besar dalam mewujudkan tata kelola perusahaan BUMN yang baik atau good corporate governance serta salah satu kunci sukses transformasi BUMN dalam lima tahun terakhir. Ia mengatakan bahwa BUMN memiliki peran besar terhadap perekonomian Indonesia, sehingga kinerjanya perlu didorong menjadi lebih baik melalui berbagai upaya tersebut. Ia menilai langkah Menteri BUMN tersebut menggandeng aparat penegak hukum sudah tepat karena penegakan hukum memang bukan ranah kementerian tersebut. “Terkait dengan kasus yang terjadi, ketika bicara soal pidana itu domainnya aparat penegak hukum,” ucap Amin.

Ia mengatakan bahwa aksi “bersih-bersih” BUMN tersebut tidak hanya berhenti pada aspek penindakan hukum, tapi juga keberlanjutan bisnis dari perusahaan milik negara yang tersandung kasus hukum tersebut. “Jadi tidak bersedih dengan kasus yang ada, tapi mencari solusi dan jalan terbaik untuk kemaslahatan BUMN dan seluruh rakyat Indonesia. Itu satu hal yang luar biasa yang harus kita apresiasi,” tutupnya.

Pabrik Gula Djatiroto di Lumajang, Jawa Timur. (PTPN XI)

Manajemen PT Sinergi Gula Nusantara (SGN) menghormati proses hukum yang berlaku dan mendukung penyelidikan tuntas atas penyelesaian masalah proyek pengembangan kapasitas dan modernisasi pabrik gula (PG) Djatiroto yang menggunakan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) tahun 2015. Hal ini disampaikan oleh Sekretaris Perusahaan SGN, Yunianta, seusai penetapan tersangka dalam kasus dugaan korupsi PMN oleh Bareskrim Polri, di Jakarta, pada Jumat (20/03/2025).

Yunianta mengatakan bahwa komitmen tersebut merupakan bagian dari implementasi prinsip tata kelola perusahaan yang baik (Good Corporate Governance/GCG). “Kami memastikan bahwa proses hukum ini tidak berdampak pada operasional PG Djatiroto yang saat ini tengah menjalani overhaul dan perawatan rutin sebagai persiapan musim giling 2025,” ujarnya. "Kami juga menjunjung azas praduga tak bersalah dan memberikan pendampingan hukum selama proses sesuai dengan ketentuan dan peraturan perusahaan", tambahnya.

Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan menyebut terkait dengan kasus yang ditangani oleh kepolisian tersebut, ia menyebut menyerahkan kepada aparat penegak hukum untuk mengusut kasus tersebut.  Menurutnya, saat ini Komisi VI DPR RI akan terus mengawasi seluruh mitra kerja bila terdapat permasalahan dan akan mengawal permasalahan tersebut. "Ya kita akan kawal bersama terkait itu (dugaan korupsi di PTPN XI)," ujar Nasim ketika dikonfirmasi, Selasa (25/03/2025).

Demi Swasembada Gula, Revitalisasi Harus Tetap Jalan?

Terkait dengan tata kelola gula, Nasim meminta pemerintah untuk menyampaikan road map kebijakan swasembada gula nasional. Menurutnya, kemandirian, swasembada gula nasional dan peningkatan kesejahteraan petani serta menjaga stabilitas harga gula di ritel hanya bisa dilakukan jika persoalan industri gula nasional diselesaikan secara profesional dari hulu hingga ke hilir. Sebab, hal ini saling terkait antara kemampuan daya saing gula domestik dan keberlanjutan produksi bahan baku di dalam negeri. "Masalah holding ini saya mohon agar dilakukan dengan profesional, kompetitif, (semua PTPN harus) dirangkul, " ujarnya.

Untuk membenahi tata kelola industri gula nasional, Nasim mengatakan bila semestinya gagasan-gagasan itu dituangkan dalam kebijakan yang tegas dan disusun dengan matang dan komitmen yang kuat. "Didalam holding ini, Evaluasinya masih belum ada, disini juga belum jelas estimasinya (lalu) bagaimana skema pembayarannya, konsorsiumnya bagaimana. Kewajibannya para pihak bagaimana, ini harus dijelaskan," katanya.

Menurut Nasim, penyusunan rencana yang matang dan komitmen kuat diperlukan untuk mengantisipasi berbagai permasalahan yang muncul di kemudian hari.  Sebab, apabila tidak disiapkan dengan matang, dia khawatir permasalahan terkait tata kelola gula ini akan terus berulang. Nasim menuturkan perlu juga dilakukan revitalisasi berbagai pabrik gula, hal tersebut merupakan langkah penting guna melesatkan produktivitas perkebunan tebu yang terdapat di berbagai daerah di Indonesia serta meningkatkan kesejahteraan rakyat. Banyaknya pabrik-pabrik gula yang sudah tua dan tidak lagi efisien, menghasilkan gula dalam negeri yang mahal dan harganya lebih tinggi dari gula impor. 

Anggota Komisi VI DPR RI Nasim Khan. (Parlementaria)

"Kita punya pabrik gula 62. Pabrik BUMN 43 dan 19 swasta. Tetapi yang kita masukan revitalisasi itu sebagian. Kalau saya setuju revitalisasi dilakukan daripada pembangunan. Otomatis (lebih mudah). Karena revitalisasi itu kan lahan sudah ada. Tinggal di kembangkan lagi secara maksimal dengan produk yang luar biasa dari pada membangun," tuturnya.

Kendati revitalisasi pabrik gula sangat penting dan dianggap sebagai jalan terbaik, Nasim tetap mempertanyakan pertanggungjawaban Penyertaan Modal Negara yang telah disuntikan ke beberapa perusahaan BUMN PTPN waktu lalu. "Saya minta pertanggung jawaban dan report PMN sebelumnya sampai sekarang. Karena ini sebagai dasar atau basic untuk kita berbicara tentang holding untuk memperkuat PTPN," tegas dia.

Senior Fellow Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Krisna Gupta, menilai korupsi yang dilakukan oleh pabrik-pabrik gula tersebut jelas akan berdampak pada target swasembada pangan. Sebab, anggaran yang seharusnya dapat menaikkan produksi gula justru diselewengkan. “Modal tersebut bisa saja buat perusahaan lain atau bisa digunakan untuk program terkait lahan/on farm,” kata dia sebagaimana dikutip Tirto, Jumat (31/1/2025).

Korupsi pabrik gula memang tidak akan menurunkan produksi gula nasional. Namun, dengan nihilnya tambahan produksi, saat stok gula konsumsi dalam negeri mengalami keterbatasan atau bahkan kurang, pemerintah harus mencukupi kebutuhan gula konsumsi melalui impor.  Padahal, alasan dilakukannya kebijakan impor adalah karena keekonomian dari pergulaan nasional tidak efisien, salah satunya karena korupsi. Dus, harga gula di dalam negeri akan menjadi lebih mahal dari harga rata-rata gula dunia. “Selama masalah mendasarnya tidak diperbaiki (ekonomi yang tidak efisien), maka memaksakan swasembada hanya akan mengurangi ketersediaan stok gula, atau inflasi, atau keduanya,” imbuh Krisna.

Anggota Komisi IV DPR RI Amin Ak mendorong untuk segera dilakukannya revitalisasi berbagai pabrik gula di berbagai daerah secara menyeluruh, mulai dari aspek manajemen dan pengelolaan operasional serta sarana prasarana produksinya. Amin menyatakan untuk mencapai swasembada gula diperlukan pembenahan tata kelola gula karena memang daya dukung pabrik gula masih banyak yang perlu dibenahi. "Pabrik dengan peralatan kuno tidak akan efisien. Diperlukan revitalisasi pabrik-pabrik gula," kata Amin Ak ketika dikonfirmasi, Jumat (28/03/2025).

Menurut dia, biaya revitalisasi pabrik gula BUMN hanya sekitar Rp3 miliar, namun hal tersebut dinilai sangat strategis dalam konteks ketersediaan gula di dalam negeri. Selain itu, Amin menginginkan pihak-pihak terkait agar dapat menjadikan petani mitra strategis dan mendorong mereka menjadikan komoditas tebu pilihan pertama mereka. "Petani harus dijadikan mitra strategis untuk memperbaiki tata kelola gula dan PTPN punya pekerjaan rumah," ujarnya.

Anggota Komisi IV DPR RI Amin Ak. (Parlementaria)

Korupsi nyata telah menjadi musuh paling besar bagi Presiden Prabowo Subianto. Setelah sejumlah kasus yang diungkap oleh penegak hukum, kini kasus dugaan korupsi yang diungkap Kortas Tipikor Polri mengancam program sewasembada pangan, terutama gula. Duit PMN yang sedianya digunakan untuk revitalisasi pabrik gula raib, sementara revitalisasi pabrik mangkrak.

Kelindan manajemen busuk yang korupstif dengan pengusaha hitam telah merusak pilar perekonomian dari hulu ke hilir. Penangana kasus ini tidalk bisa dilkaukan secara parsial, sebab hanya akan seperti menggarami lautan saja. Prabowo harus tegas mengevaluasi seluruh proyek revitalisasi pabrik gula. selain itu, Prabowo tampaknya membuka ulang roadmap gula nasional. Sebab di sektor gula, ternyata korupsi menjalar di sektor hulu (pabrik) hingga ke hilir (tata niaga). Rencana swasembada gula yang semula dicanangkan tahun 2020, kemudian ditunda menjadi 2024 terbukti gagal hingga harus diperpanjnag hingga 2027. Namun, parameter keberhasilannya pun masih belum jelas. Ini yang harus dilakukan klarifikasi.

 

Ghivary Apriman

 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar