Menelisik Sosok di Balik Prahara di Kandang Banteng

Bidik Harun Masiku untuk Kuasai PDI Perjuangan?

Sabtu, 21/12/2024 14:19 WIB
Harun Masiku. (KPK)

Harun Masiku. (KPK)

law-justice.co - Di gedung DPR RI, Partai PDI Perjuangan kini tampil sendiri menjadi oposisi. Partai ini pun kerap merasa terpojok dan dipojokkan. Bahkan, sinyal bakal ada yang mengacak-acak kongres pun sudah dikabarkan. Sosok Harun Masiku dianggap bakal jadi pemicu prahara di kandang banteng ini.

Suasana memanas terasa di kubu Partai PDI Perjuangan. Sejak memutuskan untuk ‘bercerai’ dengan Joko Widodo, elit partai ini kerap menyampaikan perihal insinuasi yang hendak mengobok-obok partai ini. Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengatakan ada rencana dari pihak tertentu yang ingin mengusik Kongres PDIP 2025.

Megawati menengarai kelompok ini ingin menjegalnya sebagai Ketua Umum PDIP. "Katanya di kongres juga mau diawut-awut (kacau). Saya sengaja nih supaya pada kedengaran dah coba kamu awut-awut partai saya," kata Megawati dalam peluncuran dan diskusi buku Pilpres 2024 antara Hukum, Etika, dan Pertimbangan Psikologis di Jakarta, Kamis, 12 Desember 2024.

Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus menegaskan indikasi Kongres PDI Perjuangan 2025 mau diacak-acak sudah terlihat. Deddy Sitorus mengungkapkan bahwa indikasi sejumlah pihak yang berencana mengacak-acak Kongres PDI Perjuangan 2025 sudah terdeteksi sejak Lama. "Tanda-tandanya kita bisa lihat dari gugatan yang diajukan kelompok tertentu atau pihak yang didorong oleh orang tertentu untuk mempermasalahkan legalitas perpanjangan dan penambahan personil DPP," kata Deddy Sitorus, Sabtu (14/12/2024).

Deddy Sitorus menjelaskan bahwa indikasi kedua juga terlihat banyaknya spanduk provokasi yang mempersoalkan legalitas Kepengurusan PDI Perjuangan. "Kita melihat spanduk-spanduk bertebaran di Jakarta yang mempertanyakan juga soal itu. Kami sudah ketahui dan kami bahkan sudah melakukan salah satu respon beberapa waktu yang lalu," kata Deddy Sitorus.

Ketua DPP PDI Perjuangan Deddy Sitorus. (Ghivary)

Deddy menjelaskan soal adanya upaya pihak eksternal untuk mengacak-acak internal partai menjelang kongres 2025, dengan memunculkan berbagai isu yang menyudutkan. “Ya pasti dari Teman-teman media sudah bisa menangkap sendiri kan eskalasi serangan terhadap PDI-P ini, baik sebagai partai lewat spanduk-spanduk, maupun lewat kasus-kasus hukum,” kata Deddy Sitorus kepada Wartawan, Kamis (19/12/2024).

Selain itu, kembali maraknya pemeritaan terkait Harun Masiku pun disebut-sebut sebagai salah satu upaya untuk meyerang Partai PDI Perjuangan. Harun Masiku adalah caleg PDI Perjuangan yang lolos dari OTT terhadap upaya suap untuk meloloskannya menjadi PAW anggota DPR RI asal DPI Perjuangan Nasarudin Kiemas yang wafat.  Deddy meyakini bahwa kasus tersebut sengaja dimunculkan kembali untuk menyudutkan PDI-P, mengingat Harun Masiku adalah mantan kader partai banteng. “Jadi memang sudah terlihat jelas siapa yang ada di belakangnya,” imbuhnya.

Deddy menyatakan bila PDIP sudah bisa menangkap fenomena yang terjadi terhadap partai belakangan ini. Serangan-serangan tersebut berupa upaya kriminalisasi lewat kasus hukum yang menyeret kader partai. 

Tiba-tiba Harun Masiku jadi DPO Lagi

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih melacak keberadaan Harun Masiku yang berstatus  tersangka kasus suap kepada komisioner KPU, Wahyu Setiawan. Harun merupakan calon anggota legislatif dari PDI Perjuangan dalam Pemilu 2019 untuk daerah pemilihan I Sumatera Selatan. Hasil gelaran Pemilu 2019 menempatkan Harun di posisi keenam. Harun kalah jauh dari Nazarudin Kiemas, yang merupakan adik almarhum Taufiq Kiemas.

Sebelum anggota legislatif hasil Pemilu 2019 dilantik, Nazarudin meninggal dunia karena sakit. Di atas kertas, Riezky Aprilia yang seharusnya menggantikan Nazarudin. Sebab, dia menempati urutan kedua dalam perolehan suara Pemilu legislatif. Akan tetapi, nama Harun yang muncul menggantikan. Belakangan terbongkar bahwa, Harun diduga menyuap komisioner Komisi Pemilihan Umum Wahyu Setiawan demi bisa lolos ke parlemen. 

Bukan cuma Wahyu, dugaan suap Harun melibatkan mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Agustiani Tio Fridelina, dan bekas staf Hasto Kristiyanto, Saeful Bahri. Adapun Wahyu divonis hukuman 7 tahun penjara dan kini bebas bersyarat, sedangkan Agustiani dihukum 4 tahun kurungan. Agustiani Tio Fridelina dibui 4 tahun dan Saeful Bahri dihukum penjara 1 tahun 8 bulan.

KPK merilis ulang Daftar Pencarian Orang (DPO) atas nama Harun Masiku pada awal Desember 2024. Dalam surat DPO itu dimuat keterangan lengkap Harun seperti foto diri, hingga ciri-ciri Harun Masiku. Sebelum merilis surat DPO itu, KPK telah menerbitkan surat penangkapan pada akhir Oktober 2024. Setahun sebelumnya, komisi antirasuah mengeluarkan Sprindik yang merupakan pembaruan surat pertama kali yang terbit pada Januari 2020.

Juru bicara KPK, Tessa Mahardika, mengatakan pemburuan terhadap Harun Masiku bakal terus berlanjut, meski pimpinan KPK telah berganti. Sebab, katanya, sprindik baru yang telah dikeluarkan bersifat mengikat. "Komitmen mengungkap kasus ini dan menjerat pihak lain yang terlibat tidak berhenti, " kata Tessa kepada Law-justice, Kamis.

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu. (Antara)

Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, juga bilang saat ini KPK masih terus mengupayakan menangkap Harun Masiku. Ihwal siapa saja yang terkait Harun, Asep bilang bahwa sudah memiliki beberapa temuan yang bisa membuktikan ada pihak lain yang terlibat. “Kuncinya nanti saat HM ditangkap,” kata dia, Kamis (19/12/2024). 

Mengemukanya kasus Harun Masiku ini mau tak mau kembali menyenggol PDI Perjuangan, partai tempat Masiku menjadi caleg. Ditambah lagi, kasus ini pun melibatkan orang dekat Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto. Dalam kasus ini, Hasto sempat diperiksa oleh KPK sebagai saksi pada Jumat (24/1/2020). Saat itu Hasto ditanya perihal alasan DPP PDI Perjuangan memilih mengajukan nama Harun Masiku untuk gantikan Nazarudin Kiemas. "Mengapa saudara Harun? Kami juga memberikan keterangan karena yang bersangkutan punya latar belakang yang baik, sedikit dari orang Indonesia yang menerima beasiswa dari Ratu Inggris dan memiliki kompetensi dalam internernational economic law," kata Hasto sebagaimana dikutip Kompas, Jumat (24/1/2020).

Perihal adanya indikasi keterlibatan Hasto dan orang dekatnya, disebut oleh mantan penyidik KPK Yudi Purnomo. Saat operasi tangkap tangan (OTT) yang berhasil meringkus Wahyu Setiawan, Saeful Bahri dan Agustiani Tio di sejumlah tempat pada 8 dan 9 Januari 2020. Tim KPK yang di dalamnya ada Rossa Purbo mengidentifikasi keberadaan Harun Masiku di sekitar kampus PTIK, Jakarta Selatan.

Kata Yudi, saat itu tim penyidik mendeteksi pula keberadaan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto di lokasi yang sama. Harun diduga kuat yang memberi suap dan Hasto diduga terlibat dalam pemberian dan penyandang dana untuk memuluskan Harun Masiku masuk parlemen Senayan.  "Tapi kan akhirnya dihambat oleh sejumlah polisi yang menahan teman-teman penyidik. Jadi tidak bisa dibuktikan relasi mereka dalam kasus ini. Sedangkan Harun berhasil larikan diri,"  ujar Yudi.

Saat penyidik mendapat hambatan saat proses penangkapan Harun Masiku di PTIK, Yudi bilang bahwa pimpinan KPK bereaksi lamban. Penyidik mesti melakukan proses pemeriksaan oleh kepolisian yang membutuhkan waktu berjam-jam. Mereka ditahan selama tujuh jam dan dipaksa memberikan password telepon selulernya. Di sisi lain, target sasaran yaitu Harun Masiku sudah mengetahui dirinya dibidik.

Belakangan, Hasto pun sempat menyatakan telah mengetahui kalau dirinya tengah dibidik menjadi tersangka. Meskipun tak secara gamblang menyebiutkan dia dibidik dalma kasus apa. Dalam sebuah siniar, dia mengatakan dirinya mendapatkan informasi sedang dibidik sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal itu didapatkannya berdasarkan keterangan rekan sekaligus pengamat militer, Connie Bakrie. “Ada bad news, saya mau ditetapkan sebagai tersangka,” kata Hasto dalam tayangan podcast YouTube Akbar Faizal Uncensored yang diunggah pada Jumat, (22/11/2024).

Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto berjalan meninggalkan ruangan usai menjalani pemeriksaan di gedung KPK, Jakarta, Jumat (24/1/2020). KPK memeriksa Hasto Kristiyanto sebagai saksi dari tersangka Saeful, yang merupakan staf Sekjen PDIP, terkait kasus suap penetapan pergantian antar waktu (PAW) anggota DPR 2019-2024. (Antara via Kompas)

Selain Hasto, ternyata kasus ini menyeret petinggi PDI Perjuangan lainnya. Mantan Menteri Hukum dan HAM era Presiden Jokowi  Yasonna Laoly turut diperiksa KPK. Awal pekan ini, Yasonna diperiksa selama 7 jam oleh penyidik. Ia diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Ketua DPP PDIP yang menjelaskan ada permohonan fatwa kepada Mahkamah Agung. Fatwa ke MA itu bertujuan untuk menyelesaikan perbedaan tafsiran terkait penetapan calon legislatif yang telah meninggal pada Pemilu 2019. 

Melalui permohonan fatwa tentang Putusan Mahkamah Agung Nomor 57 P/HUM/2019, MA diklaim Yasonna membalasnya. Garis besarnya MA memberikan penjelasan soal diskresi partai untuk menentukan anggota legislatif terpilih. Adapun dalam kapasitasnya sebagai Menkumham, dia juga menyerahkan informasi mengenai perlintasan Harun Masiku kepada KPK, yang saat itu sedan berperkara. 

“Sudah ada dua elite partai yang diduga menggunakan cara untuk HM jadi anggota DPR. Dan ini harus jadi atensi KPK untuk mengusutnya. Jangan sampai mereka jadi perintang kasus ini,” kata dia. 

Penanganan Kasus Harun Masiku Bertele-tele

Anggota Komisi III DPR RI Hasbiallah Ilyas yang berharap pimpinan KPK yang baru yang diketuai oleh Setyo Budiyanto bisa menangkap buron kasus pergantian antarwaktu (PAW) Harun Masiku. Hasbiallah mengatakan rakyat mengharapkan KPK yang lebih profesional untuk periode yang baru. Namun ia menegaskan selain kasus Harun Masiku, KPK harus menangani kasus lain yang masih belum selesai.  "Saya kira kinerja KPK bukan hanya Harun Masiku (ditangkap) secara umum. Ketua KPK yang akan datang harapan kita di Komisi III dan harapan masyarakat Indonesia lebih profesional dan lebih bagus ke depannya," kata Hasbiallah kepada wartawan, Selasa (17/12/2024). 

Hasbiallah menilai selama ini KPK tak tinggal diam soal pencarian Harun Masiku. Dia menghormati kinerja KPK yang selama ini terus bekerja untuk mencari keberadaan Harun Masiku. Politisi PKB tersebut yakin bila KPK tidak akan tinggal diam dengan kasus ini. “Kita hormati kerja KPK ini. Kita sudah lihat statement KPK, bahwa memang mencari orang itu tidak mudah," imbuhnya. 

Lebih lanjut, Hasbiallah yakin ke depannya KPK tidak lepas tangan untuk menangkap buron. Dia berharap tak ada buron yang lepas dari tangkapan KPK.  “KPK sudah maksimal menurut saya, tidak ada yang lepas dari KPK itu, biasanya nggak ada," katanya.

Sementara itu eks penyidik KPK, Yudi Purnomo, mengungkap alasan lambannya penanganan kasus suap yang melibatkan Harun Masiku. Dia menilai kasis ini terlampau berbelit. Katanya, ini karena ada hambatan dalam internal dan eksternal KPK untuk segera menangkap Harun Masiku. Di sisi internal, ada ketidakjelasan sikap pimpinan KPK semasa Firli Bahuri. "Penyidik saat itu sudah dalam jangkauan untuk menangkap Harun Masiku di sekitar PTIK, tapi kan ada hambatan yang membuat sasaran melarikan," kata Yudi kepada Law-justice, Kamis (19/12/2024).

"Secara otomatis pihak yang disasar sudah tahu bakal terjaring karena ada ribut-ribut penyidik KPK bersitegang dengan kepolisian saat itu. Tidak habis pikir dengan sikap pimpinan (KPK) saat itu yang tidak segera menyelesaikan masalah di PTIK itu," katanya.

Dari informasi yang didengar Yudi pula, posisi teranyar Harun Masiku sempat dilacak di salah satu bandara di Sulawesi pada awal 2024. Jika merujuk lokasi bandara, keluarga besar Harun Masiku berada di Sulawesi Selatan. "Info ini berasal dari informan di bandara tersebut yang kemudian diverifikasi sesuai dengan yang bersangkutan," ucapnya.

Namun, bagi Yudi, kelanjutan proses penyidikan dan penangkapan kasus Harun Masiku akan bersifat hanya gimik jika KPK tidak berani mencatut elite politik yang membekingi Harun. Gejala yang cukup kentara adalah saat KPK menemukan mobil milik Harun Masiku yang terparkir di salah satu apartemen di Jakarta pada Juni 2024. Mobil itu diklaim KPK sudah terpakir sejak dua tahun lalu. Sedangkan, kasus Harun Masiku sudah bergulir sejak empat tahun lalu. “Jarak penemuan mobil milik Harun Masiku dari kasusnya telampau jauh. Artinya yang bersangkutan bebas kesana-kesini. Kalau tidak ada beking politik yang kuat, akan susah bebas seperti itu,” ujarnya.

Toni Akbar Hasibuan mengatakan Wahyu Setiawan tetap dalam posisi yang mengakui menerima uang suap dari pihak Harun. Kuasa hukum yang sempat mendampingi eks komisioner KPU ini menjelaskan Wahyu Setiawan tidak memiliki relasi dengan elite PDIP, baik itu Harun Masiku maupun Hasto Kristiyanti. “Pembebasan bersyarat bisa menjadi sedikit penjelasan bahwa kilen saya memang tidak menerima suap seperti apa yang didakwakan,” kata Toni kepada Law-justice, Jumat (20/12/2024). 

Perkumpulan Masyarakat Anti korupsi Indonesia (MAKI) menilai, ada unsur kesengajaan membiarkan kasus ini berlarut-larut. Padahal, penyidik KPK memiliki opsi untuk melanjutkan kasus ini ke penuntutan secara in absentia. Kesal dengan fakta ini, MAKI pun melayangkan gugatan praperadilan. Gugatan yang dilayang pada Selasa (17/12/2024) ini merupakan gugatan praperadilan kedua untuk perkara yang sama, gugatan pertama dilayangkan pada Januari 2024.  Gugatan ini hampir sama dengan gugatan pertama yaitu meminta KPK melakukan sidang in absentia (sidang tanpa kehadiran Terdakwa) dalam menuntaskan kasus Harun Masiku.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan pihaknya jengkel atas mangkraknya kasus Harun Masiku. MAKI telah ajukan gugatan praperadilan pertama pada Januari 2024. “Namun hingga saat ini belum tertangkap dengan berbagai drama oleh KPK,” ujar Boyamin Saiman, Koordinator MAKI, dalam keterangan tertulis, Selasa (17/12/2024).

Menurut Boyamin, dalam gugatan kali ini, dia menambahkan sejumlah materi baru, yurisprudensi dalam kasus asuransi maka berpatokan waktu 2 tahun apabila nasabah menghilang ( poin 11 ). Ketentuan Pasal 40 Undang2 nmr 19 tahun 2019 tentang revisi UU KPK dimana KPK boleh hentikan penyidikan perkara apabila telah lewat waktu 2 tahun.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman. (Media Indonesia)

Sementara itu, dalam gugatannya, MAKI juga menyatakan waktu berjalan hampir 5 tahun sejak Harun Masiku ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK. Dalam kurun waktu tersebut, tidak ditemukan lagi adanya perkembangan yang signifikan terhadap penuntasan dan/atau penyelesaian perkara. Oleh MAKI, hal ini diduga merupakan bentuk penghentian penyidikan secara diam-diam yang dilakukan oleh KPK.

Boyamin menambahkan, padahal sekalipun Harun Masiku belum ditemukan, peenyidik seharusnya melakukan pelimpahan berkas penyidikan kepada JPU pada KPK. “Agar dapat segera dilakukan sidang in absentia sehingga perkara dapat dituntaskan melalui persidangan dan terdapat kepastian hukum melalui putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde),” ujarnya.

Berlarut-larutnya poenanganan kasus Harun Masiku ini akhirnya lebih meguatkan sisi politis dibanding penegakan hukum. Adanya irisan kasus ini dengan Sekjen Partai PDI Perjuangan Hasto kristioyanto membuat penanganan kasus ini sensitif ke partai ini. Apalagi, wacanan penanganan kasus ini kerap berdekatan dengan momentum politik. Sementara kasusnya tak kunjung usai.

Tampaknya, usulan MAKI untuk melakukan penanganan in absentia terhadap kasus ini layak dipertimbangkan. Beleid ini bukannya tidak pernah dijalankan. Selain legitimate, pengadilan in absentia akan membongkar kebuntuan dalam penanganan kasus ini. Jika KPK masih juga keberatan dan kesulitan untuk melaksanakannya, lebih baik KPK mainkan saja kewenangan KPK hasil revisi. Dalam UU KPK hasil revisi, terhadap kasus yang telah ditangani selama dua tahun tanpa perkembangan, dapat diajukan penghentian penyidikan perkara (SP3).

 

Rohman Wibowo

Ghivary Apriman 

(Tim Liputan Investigasi\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar