Transisi Energi

Berharap Listrik Hijau dari Transformasi PLTU

Kamis, 14/11/2024 23:47 WIB
Truk bermuatan biomassa untuk mendukung program co-firing di PLTU Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Petugas memeriksa truk sebelum masuk ke unit pengelolaan bio massa. Foto: Rohman/Law-justice

Truk bermuatan biomassa untuk mendukung program co-firing di PLTU Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Petugas memeriksa truk sebelum masuk ke unit pengelolaan bio massa. Foto: Rohman/Law-justice

Jakarta, law-justice.co - Satu per satu truk mengantre masuk ke tempat pemuatan biomassa di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pelabuhan Ratu, yang dikelola Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) itu. Sekuriti memeriksa kelengkapan administrasi truk. Pun, tumpukan karung berisi biomassa tak lepas dari pengawasan dua sekuriti yang saat itu bertugas di depan portal.

Senin siang itu (28/10/2024), truk pengangkut biomassa setop keluar-masuk ke PLTU sekira pukul 14. Sedari pagi, truk berdatangan dengan intensitas cukup tinggi. Rata-rata truk berplat F, yang menandakan pasokan biomassa berasal dari Kabupaten Sukabumi dan sekitarnya. “Dipastikan banyak truk biomassa-nya setiap hari, tapi lewat jam 2 siang sudah enggak ada lagi bongkar muat. Mayoritas dari Sukabumi, tapi ada juga dari Cianjur,” kata salah satu sekuriti.

Banyaknya truk pengangkut biomassa yang saban hari ke PLTU di selatan Jawa Barat itu, sejalan dengan target PLN yang ingin menekan emisi karbon akibat penggunaan batu bara sebagai bahan bakar. Melalui teknologi co-firing, penggunaan batu bara digadang-gadang dapat disubtitusi dengan biomassa, yang bersumber dari pelet kayu, sampah hingga serbuk gergaji (sawdust).

Biomassa berbagai jenis itu dimasukkan dalam mesin converyor untuk dicampur batu bara. Dari sana, campuran batu bara dan biomassa dialirkan melalui beberapa alat, hingga akhirnya masuk ke turbin untuk memutar generator, dan akhirnya menghasilkan listrik. Praktik mendulang energi listrik dari campuran biomassa dan batu bara ini di PLTU Pelabuhan Ratu sudah berlangsung sejak 2021.

Setahun berselang, ada sebanyak 36 PLTU lainnya yang menggunakan teknologi co-firing. Di tahun awal implementasi teknologi tersebut, PLN mampu memproduksi energi bersih sebesar 575,4 GWh. Tak hanya itu, jejak karbon pun berhasil ditekan hingga 570 ribu ton CO2 . Ratusan ribu ton emisi karbon yang direduksi berasal dari pemanfaatan biomassa sebanyak 542 ribu ton.

Tampak depan tiga unit PLTU Pelabuhan Ratu, Sukabumi. Foto: Rohman/law-justice

Ikhtiar mendulang listrik hijau

Bowo Pramono masih ingat betul pertemuan antara pimpinan unit PLTU se-Indonesia dengan Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo pada akhir Juli 2024. Di gedung PLN Jakarta, Senior Manager PT PLN Indonesia Power Jawa Barat 2 Pelabuhan Ratu ini, mendengar pemaparan Darmawan soal strategi penerapan co-firing di Indonesia.

Bowo mengatakan pemaparan Darmawan begitu detail. Mulai dari pemetaan lahan yang bisa mendulang pasokan biomassa hingga bagaimana menjamin keberlanjutan program co-firing yang selama ini terkendala stok. “Pak Darmawan visioner karena beliau berhasil mapping soal lahan kering untuk ditanami tanaman energi, termasuk di Pelabuhan Ratu. Kami merasa kaget karena beliau tahu lebih dulu. Juga direncanakan produksi dan pengelolaan hutan energi termasuk bagaimana birokrasi dan sistemnya,” kata Bowo saat ditemui di kantor PLTU Pelabuhan Ratu, Senin (28/10).

Pemetaan lahan kering yang dimaksud Bowo adalah strategi PLN untuk menghasilkan stok biomassa dari hutan energi. Selama ini, pasokan biomassa bergantung dari hasil limbah milik panglong atau industri pengrajin kayu, yang jumlahnya tak begitu masif. Melalui hutan energi, PLN ingin memperbanyak sumber biomassa dari penanaman pohon kaliandra dan gamal. Pohon-pohon ini diklaim subur tumbuh meski di tanah kering.

Darmawan, kata Bowo, menekankan kepada setiap pimpinan unit PLTU untuk segera menggarap hutan energi berdasarkan pemetaan lahan kering. Di Sukabumi saja, sedikitnya ada 777 ribu hektare lahan kering yang bisa dimanfaatkan untuk mendulang bahan baku listrik hijau. Dengan skema penanaman selama dua tahun, potensi biomassa yang dapat dipanen mencapai 466 ribu ton per tahun.  

Bowo tak tinggal diam setelah mendengar arahan dari bosnya. Dia segera berkomunikasi dengan BUMN Perhutani untuk mengubah lahan kritis menjadi hutan energi. Hasilnya, dia memetakan potensi lahan kering yang berada di Desa Waluran atau sekira satu jam dari lokasi PLTU. Relasi dengan Perhutani ini sebenarnya sudah terjalin sejak 2022, yang hasilnya mengidentifikasi sekira 3.000 hektare lahan kering. Sejak saat itu, penanaman pohon energi pun mulai dilakoni. “Ada 3 ribu hektare yang sudah ditanami dan siap panen tahun ini. Sekarang sedang kita kroscek lagi,” ujar Bowo.

Senior Manager PT PLN Indonesia Power Jawa Barat 2 Pelabuhan Ratu, Bowo Pramono, menjelaskan implementasi co-firing. Foto: Rohman/law-justice

Hutan energi di kawasan Waluran itu diharapkan Bowo bisa menambal defisit biomassa. Sebab, target biomassa di PLTU Pelabuhan Ratu belum bisa dicapai sejak 2022. Perbedaan tertinggi terjadi pada 2024, yaitu realisasi pasok hanya 47 ribu ton, sedangkan target biomassa dipatok 99 ribu ton. Pemenuhan stok biomassa dari hutan energi bakal sejalan dengan produksi listrik hijau bagi masyarakat. Pada 2023, misalnya, saat itu stok biomassa cukup berlimpah sehingga bisa mendulang listrik hijau mencapai 50 ribu lebih MWh, dari target 44 ribu MWh.

Bagi Bowo, co-firing menjadi cara mempercepat transisi energi untuk menghasilkan listrik dari PLTU. Pesan Dirut PLN, Darmawan, katanya, dalam rapat itu menekankan bauran energi biomassa bisa tembus dua digit dalam waktu dekat. “Taragetnya 2030 itu 10 persen bauran biomassa. Jadi co­-firing ini program transisi energi untuk mendukung NZE,” ujarnya.

Di Jawa Tengah, tepatnya di Cilacap, juga pemanfaatan potensi hutan energi sedang digencarkan demi transisi energi di PLTU. PLN menggarap hutan energi di atas 100 hektare demi memasok kebutuhan biomassa PLTU Adipala. Targetnya, ratusan hektare yang sudah diisi tanaman energi bisa memenuhi kebutuhan biomassa 42 ribu ton per tahunnya. Dari penggunaan biomassa sebanyak itu, emisi karbon dari operasional PLTU Adipala ditekan hingga 48 ribuan ton CO2.

Teranyar, PLN berkolaborasi dengan Kementerian Pertanian untuk mengubah lahan kritis seluas 100 hektare di Kabupaten Taksimalaya menjadi hutan energi. Di sana, ditanami 100 ribu pohon indigofera, yang juga terkenal sebagai jenis kayu biomassa. Pasokan biomassa dari hutan energi ini ditargetkan masuk ke PLTU Indramayu. PLTU di sisi timur Jawa Barat itu salah satu pemasok listrik di kawasan Jawa dan Bali.

Bicara soal transisi energi yang berfokus pada penurunan emisi, teknologi co-firing ternyata cukup efektif menekan emisi karbon. Data PLN menunjukkan, pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar PLTU berhasil mereduksi emisi hingga 1,05 Juta ton CO2 dan memproduksi energi bersih sebesar 1,04 TWh sepanjang 2023. Jumlah ini meningkat dari tahun sebelumnya, yakni pengurangan emisi sebanyak 450 ribu ton CO2 dan produksi energi bersih sebesar 575 GWh.

Capaian pengurangan emisi karbon dan produksi listrik hijau pada tahun lalu dihasilkan dari efektifitas penggunaan co-firing di 43 PLTU di Indoensia. Dirut PLN, Darmawan Prasodjo, mengatakan pemanfaatan biomassa untuk mensubtitusi batu bara bakal terus progresif. “PLN akan lebih trengginas lagi mengimplementasikan program co-firing yang sudah terealisasi ke PLTU lainnya sehingga secara bertahap target 52 PLTU di 2025,” ujar Darmawan.

“Program co-firing langkah nyata PLN untuk menekan emisi karbon guna mempercepat transisi energi menuju Net Zero Emissions pada 2060,” ia menambahkan, seperti dikutip dari laman resmi PLN.

Membangun ekonomi kerakyatan

Tangan Ahmad (34) begitu cekatan saat memperlihatkan serbuk kayu yang biasa dikirim ke PLTU Pelabuhan Ratu. Dia bersama lima warga lain sudah dua tahun belakangan memproduksi biomassa dari rumah produksi yang digarap oleh PLN. Setiap bulannya, sedikitnya hasil olahan kayu yang diubah jadi biomassa berjumlah 2-3 ton.

Ahmad bilang kayu yang diolah menjadi biomassa berasal dari limbah kayu yang berserakan di Pantai Loji, Sukabumi. Saban hari, dia dan lima temannya mencari kayu. Setibanya di rumah produksi, sudah ada mesin penggiling yang siap mengolah kayu demi kayu.  

“Pertama kami pilih kayu yang sesuai dengan mesin yang dayanya sesuai. Ada 6 orang dari awal. Yang dua orang bertugas cari kayu. Dua lagi mengelola mesin. Satu lagi bagian ngarung hasil gilingan ke karung. Setelah itu dikirim,” ujar Ahmad.

Ahmad (34), warga Sukabumi yang terlibat dalam pengelolaan biomassa yang dikelola PLN. Foto: Rohman/law-justice.co

Dari mengolah kayu itu, Ahmad dan temannya bisa menambal kebutuhan hidupnya. Bagi Ahmad dan warga Sukabumi lainnya, mencari kerja merupakan hal yang tidak gampang. Sudah lama dia hanya bekerja serabutan dengan penghasilan tak menentu. “(Dapat upah) 1,5 juta per bulan. Kalau diukur untuk kebutuhan, segitu sudah alhamdulillah untuk di kampung. Sebelum ada program ini, kami menganggur. Dan realitas pengangguran ini jadi hal yang masif,” katanya.  

Bowo juga masih ingat persis pesan Darmawan soal pemanfaatan biomassa yang tak hanya untuk kebaikan lingkungan, tetapi juga bagi perbaikan ekonomi masyarakat. Dalam rapat yang berlangsung sejak pagi hingga hampir dini hari itu, Darmawan ingin PLN memberdayakan masyarakat untuk memproduksi biomassa. “Pesannya saat itu selain menekan emisi, juga untuk ekonomi kerakyatan,” katanya.

Bowo tak lupa bahwa Darmawan meminta masing-masing pimpinan unit PLTU untuk bersinergi dengan Kementerian Desa agar bisa menggunakan dana Badan Usaha Milik Desa atau Bumdes. Dari dana Bumdes itu, ada semacam insentif bagi warga hingga penggunaan dana untuk mengelolah biomassa di hutan energi dan tanah kering yang dimiliki masyarakat. “Lewat Bumdes, kami juga mendorong tanah tidak produktif milik waga untuk ditanami tanaman energi mulai dari gamal hingga kaliandra. Polanya bisa CSR dari PLN, termasuk pupuk dari FABA hasil operasional PLTU. Ide ini dari PLN pusat,” kata dia.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar