Bisakah Anak dari Istri Kedua yang Diceraikan Masih Dapat Warisan?

Jum'at, 02/08/2024 13:12 WIB
Ilustrasi Warisan. (Istimewa).

Ilustrasi Warisan. (Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Sebagaimana diketahui, pembagian waris sudah diatur secara rigid dalam peraturan. Baik untuk yang beragama Islam, non Muslim, merujuk ke hukum waris Tionghoa atau hukum adat.

Lalu bagaimana kedudukan keturunan dari istri kedua yang diceraikan?

Seperti melansir detik.com, Untuk menjawab pertanyaan di atas, kami meminta jawaban dari advokat Hadiansyah Saputra SH. Berikut jawabannya:

Sebelum memberikan pendapat dan jawaban kami atas pertanyaan Saudari penting untuk diketahui terlebih dahulu agama dari Pewaris, karena akan menetukan hukum waris mana yang menjadi acuan. Mengingat Saudari tidak menyebutkan agama Pewaris maka izinkan kami berasumsi bahwa Pewaris beragama Islam.

Sebagaimana deskripsi Saudari kami menyimpulkan bahwa Ayah Saudari melakukan poligami dalam arti mempunyai lebih dari seorang istri (dalam hal ini 2 orang Istri) dalam waktu bersamaan. Mengenai pertanyaan Saudari:

1. Apakah ibu saya berhak atas harta perkawinan nya dengan bapak saya yang didapatkan selama pernikahan kedua?

Bahwa kami mengasumsikan yang Saudari maksud dengan harta perkawinan adalah "harta kekayaan dalam perkawinan" atau yang dikenal dengan istilah "Syirkah", yang menurut Kompilasi Hukum Islam (selanjutnya disebut "KHI"), Buku I tentang Hukum Perkawinan, Bab I Ketentuan Umum, huruf (f) adalah:

harta yang diperoleh baik sendiri-sendiri atau bersama suami-isteri selama dalam ikatan perkawinan berlangsung selanjutnya disebut harta bersama, tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa pun.

Hal serupa juga diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (selanjutnya disebut "UU Perkawinan"), khususnya Bab VII tentang Harta Benda Dalam Perkawinan, Pasal 35 ayat (1) yang berbunyi:

"(1) Harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama".

Mengenai apakah Ibu Saudari selaku Istri kedua berhak atas harta kekayaan dalam perkawinan/Syirkah dengan Ayah Saudari yang didapatkan selama perkawinan kedua, menurut pendapat kami selama tidak ada perjanjian perkawinan mengenai pemisahan harta maka Ibu Saudari selaku Istri kedua tetap berhak atas harta kekayaan dalam perkawinan/Syirkah antara lain berdasarkan ketentuan Pasal 97 KHI yang menyatakan:

"Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan"

Hal senada juga diatur di dalam Pasal 37 UU Perkawinan jo. Putusan Mahkamah Agung RI No. 1448 K/Sip/1974 yang menyatakan:

"Sejak berlakunya UU RI No/1974 tentang perkawinan harta benda yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama sehingga pada saatnya terjadinya perceraian harta bersama tersebut harus dibagi sama rata antara bekas istri/suami".

Artinya sepanjang dapat dibuktikan bahwa harta tersebut adalah harta kekayaan dalam perkawinan/Syirkah yang diperoleh Ayah dan Ibu Saudari di dalam perkawinannya yang artinya adalah harta bersama, maka Ibu Saudari berhak mendapatkan bagian atas gono-gini/harta bersama dari perkawinan tersebut.

2. Harta yg sedang diperebutkan oleh pihak istri pertama adalah sebuah rumah yang saat ini ditempati oleh ibu saya. Apakah ibu saya bisa mendapatkan haknya?

Sebagaimana pendapat kami atas pertanyaan nomor 1 di atas, sepanjang dapat dibuktikan bahwa harta tersebut adalah harta kekayaan dalam perkawinan/Syirkah yang diperoleh Ayah dan Ibu Saudari di dalam perkawinannya yang artinya adalah harta bersama, maka Ibu Saudari berhak mendapatkan bagian atas gono-gini/harta bersama dari perkawinan tersebut.

Namun perlu diingat bahwa bagian Ibu Saudari atas gono-gini/harta bersama dari perkawinan Ibu Saudari dengan Ayah Saudari tersebut adalah ½ bagian, sedangkan ½ bagian lainnya merupakan hak Ayah Saudari, Hal ini tercantum di dalam Pasal 97 KHI yang menyatakan:

"Janda atau duda cerai masing-masing berhak seperdua dari harta bersama sepanjang tidak ditentukan lain dalam perjanjian perkawinan".

Dan dengan meninggal dunianya Ayah Saudari maka ½ bagian harta bersama hak Ayah Saudari tersebut menjadi harta waris bagi para ahli waris dari Ayah Saudari.

Lalu apakah Ibu Saudari bisa mendapatkan haknya jika surat rumah tersebut disimpan oleh Istri pertama, menurut pendapat kami bisa, secara persuasif dengan bermusyawarah dan membuktikan bahwa rumah tersebut adalah harta kekayaan dalam perkawinan/Syirkah yang diperoleh Ayah dan Ibu Saudari didalam perkawinannya yang artinya adalah harta bersama Ayah dan Ibu Saudari, namun jika musyawarah tersebut menemui jalan buntu, maka Ibu Saudari dapat menempuh jalur hukum dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama setempat.

3. Berapakah ketetapan pembagian harta warisan dari bapak untuk ibu saya?

Dari deskripsi yang Saudari sampaikan kami menyimpulkan bahwa perkawinan antara Ibu dengan Ayah Saudari putus karena perceraian sebelum Ayah Saudari meninggal dunia (dengan asumsi telah habis masa idah/masa tunggunya), sehingga Ibu Saudari bukan termasuk dalam kelompok ahli waris dan tidak mempunyai hak waris dari Ayah Saudari.

Di dalam KHI, pengelompokan ahli waris diatur pada Pasal 174, yang berbunyi:

1) Kelompok-kelompok ahli waris terdiri dari:
a. Menurut hubungan darah: Golongan laki-laki terdiri dari: ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek. Golongan perempuan terdiri dari: ibu, anak perempuan, saudara perempuan dan nenek.
b. Menurut hubungan perkawinan terdiri dari: duda atau janda
2) Apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapat warisan hanya: anak, ayah, ibu, janda atau duda.

Meskipun Ibu Saudari tidak mempunyai hak waris dari Ayah Saudari, namun sebagaimana telah kami sampaikan di atas, Ibu Saudari tetap mempunyai ½ bagian atas gono-gini/harta bersama dari perkawinan Ibu Saudari dengan Ayah Saudari, sedangkan ½ bagian harta bersama hak Ayah Saudari tersebutlah yang menjadi harta waris bagi para ahli waris dari Ayah Saudari.

4. Bisakah istri pertama dan anak-anaknya menuntut kami mantan istri kedua dan anak-anak kandung dari alm bapak ?

Saudari tidak menjelaskan mengenai tuntatan apa yang Saudari maksudkan, namun jika yang Saudari maksudkan adalah Istri pertama dan anak-anaknya menuntut untuk diberikan rumah yang ditempati oleh Ibu Saudari yang menurut Saudari merupakan harta kekayaan dalam perkawinan/Syirkah yang diperoleh Ayah dan Ibu Saudari di dalam perkawinannya yang artinya adalah harta bersama Ayah dan Ibu Saudari, maka sebagaimana pendapat kami di atas sepanjang dapat dibuktikan bahwa harta tersebut adalah harta kekayaan dalam perkawinan/Syirkah yang diperoleh Ayah dan Ibu Saudari didalam perkawinannya yang artinya adalah harta bersama, maka Ibu Saudari berhak mendapatkan bagian atas gono-gini/harta bersama dari perkawinan tersebut.

Namun dengan tetap mengingat bahwa bagian Ibu Saudari adalah ½ bagian dari keseluruhan gono-gini/harta bersama dari perkawinan tersebut sebagaimana telah kami kemukakan di atas, sedangkan ½ bagian lainnya adalah hak Ayah Saudari yang dengan meninggal dunianya menjadi hak waris para pewaris Ayah Saudari, dan para ahli waris dari Ayah Saudari dapat menuntut bagian tersebut dari harta Pewaris yang dikuasai oleh Ibu Saudari.

Demikian jawaban dan pendapat kami, semoga bermanfaat untuk menyelesaikan permasalahan yang Saudara alami.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar