Politisi PDIP Diperiksa KPK Terkait Kasus Korupsi APD Kemenkes

Kamis, 18/04/2024 17:57 WIB
Ilustrasi APD (Kompas)

Ilustrasi APD (Kompas)

Jakarta, law-justice.co - KPK melanjutkan proses penyidikan kasus korupsi pengadaan APD di Kemenkes RI, dengan  memeriksa anggota Komisi IV Fraksi PDIP bernama Ihsan Yunus. Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus bancakan yang diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar tersebut.

"Hari ini (18/4), bertempat di gedung Merah Putih KPK, Tim Penyidik menjadwalkan pemanggilan dan pemeriksaan saksi," kata Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri dalam keterangannya kepada wartawan, Kamis (18/4/2024).

Ali mengatakan Ihsan telah hadir di gedung KPK. Kini Ihsan tengah diperiksa oleh penyidik. "Yang bersangkutan saat ini sudah hadir dan menjalani pemeriksaan di hadapan Tim Penyidik," ucapnya.

Diketahui, kasus korupsi APD terjadi saat Indonesia dilanda pandemi Covid-19, yakni 2020. Di masa sulit itu, APD menjadi barang yang sangat dibutuhkan bagi para tenaga medis. Dalam penyelidikan kasusnya, KPK sudah menetapkan tersangka. Tersangka dalam kasus ini lebih dari satu.

Ali mengatakan nilai proyek kasus itu mencapai Rp 3,03 triliun untuk pengadaan 5 juta set APD. Kerugian negara dalam kasus ini diduga mencapai Rp 625 miliar yang merupakan akumulasi bancakan pada periode 2020-2022.

Hingga kini, belum ada rilis resmi dari KPK ihwal siapa saja tersangka kasus ini. Namun, sebanyak 5 orang dicekal bepergian ke luar negeri. Mereka adalah Budi Sylvana (PNS), Harmensyah (PNS), Satrio Wibowo (Swasta), Ahmad Taufik (Swasta) dan A Isdar Yusuf (Advokat).

Berdasar penelusuran law-justice, dua nama pertama yang disebut berperan besar dalam proses pengadaan jutaan APD itu. Dimulai dari Budi Sylvana--PNS Kemenkes yang kini menjabat Kepala Balai Besar Laboratorium Kesehatan Surabaya. Pada masa Menkes Terawan Agus Putranto, Budi mengisi posisi Kepala Pusat Krisis Kemenkes.

Kepala Biro Komunikasi Kemenkes, Siti Nadia mengatakan pejabat pembuat komitmen (PPK) dalam pengadaan APD saat itu adalah Kemenkes. Pos jabatan Budi sendiri di bawah koordinasi Sekretariat Jenderal Kemenkes yang kala itu dijabat Oscar Primadi.

Dalam penelusuran LPSE Kemenkes, tidak ditemukan jumlah pengadaan dan nominal proyek yang sesuai diungkap KPK. Rupanya, pengadaan APD menggunakan dana Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang saat itu dikepalai oleh Doni Monardo. Kepastian soal sumber dana dikonfirmasi langsung oleh Nadia. Ia mengatakan, pengadaan APD diproses oleh Kemenkes dengan menggunakan dana BNPB lantaran Kemenkes tidak memiliki anggaran.

“Dananya dari dana DSP (dana siap pakai) BNPB. Kita tunggu ya penjelasan KPK lebih lanjut terkait jumlah,” kata Nadia kepada Law-justice.

Penjelasan soal keterlibatan BNPB dalam pengadaan ini dapat dikaitkan dengan fungsinya sebagai pelaksana ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 yang dibentuk pada 2020 lalu. Ditambah, BNPB secara ketentuan undang-undang terkait penanggulangan bencana dialokasikan DSP oleh pemerintah. Saat Covid menerpa, instrumen keuangan di masing-masing kementerian belum disusun sehingga DSP yang dimiliki BNPB menjadi sumber pendanaan.

Sehingga tidak heran ketika Harmensyah masuk daftar KPK dalam kasus korupsi APD ini. Harmensyah adalah Sekretaris Utama (Sestama) BNPB di masa Doni Monardo sebelum akhirnya sekarang menjabat Widyaiswara Ahli Utama. Kami sudah berupaya mengonfirmasi status Harmensyah ke WhatsApp BNPB, tapi tidak mendapat respons. Begitu pula dengan KPK yang belum mau membuka identitas Harmensyah. “Identitas para tersangka akan kami umumkan pada saatnya nanti,” kata Ali Fikri.

Dalam kajian ICW, potensi belanja anggaran untuk APD mencapai Rp2,2 triliun. Saat awal pandemi, Gugus Tugas Covid-19 memprediksi kebutuhan APD sampai 5 juta unit. Namun apabila menghitung realisasi pendistribusian, rata-rata APD yang dapat didistribusikan oleh pemerintah selama rentang waktu 5 bulan saat awal pandemi hanya sebanyak 1,8 juta unit atau sekitar 38 persen. “Artinya, kemampuan pemerintah dalam memenuhi kebutuhan APD dinilai buruk,” petikan laporan ICW.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar