Kejagung Didesak Tak Tebang Pilih Jerat Pelaku Korupsi Timah

Sabtu, 06/04/2024 21:35 WIB
Ini Kaitan Peran Harvey Moeis & Helena Lim di Kasus Korupsi PT Timah. (Kolase dari berbagai sumber).

Ini Kaitan Peran Harvey Moeis & Helena Lim di Kasus Korupsi PT Timah. (Kolase dari berbagai sumber).

Jakarta, law-justice.co - Kejaksaan Agung (Kejagung) didesak untuk tidak tebang pilih dalam mengungkap kasus korupsi terkait BUMN PT Timah Tbk. Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI) Yusri Usman menekankan Kejagung semestinya melakukan penyidikan secara menyeluruh sehingga dapat menyasar pelaku korupsi hingga ke akarnya.

Dia menyatakan, jangan sampai publik berspekulasi penetapan 16 tersangka oleh Kejagung, bisa jadi mereka hanyalah pion saja. Bisa juga kata dia, nama seperti Harvey Moeis dianggap hanyalah tumbal dari persoalan itu, sebab diduga ada tokoh-tokoh penting di atasnya yang hendak dilindungi.

"Karena opini dan persepsi masyarakat di sektor pertambangan, tahu betul soal praktek ilegal yang sudah berlangsung lama di wilayah IUP PT Timah," ujar Yusri dalam keterangannya, dikutip Sabtu (6/4/2024).

Yusri menjelaskan Robert Priantono Bonosustya (RBS) atau RBT pada Rabu (3/4) kembali diperiksa penyidik Pidsus Kejagung, seharusnya dicecar diduga selaku ultimate beneficial owner atau penerimaan manfaat terakhir dari bisnis itu, setelah dia akuisisi perusahaan smelter itu dari Tommy Winata.

Menurut Yusri ada yang aneh dari keterangan tim Penyidik Pidsus terhadap pemeriksaan RBS yang katanya berlangsung sekitar 13 jam. Namun menurut pengacara RBS, Ricky Saragih kepada media Rabu (3/4), kliennya tidak diperiksa, hanya menanda tangani BAP saja.

"Jika benar keterangan Ricky Saragih maka akan menimbulkan pertanyaaan aneh, kenapa RBS selama 13 jam di ruang penyidik Kejagung?, mana yang benar keterangan di antara mereka berdua," katanya menegaskan.

Selain itu Yusri juga berharap RBS dalam pemeriksaannya, berani membuka siapa-siapa saja pejabat maupun penegak hukum lokal dan pusat yang ikut menikmati korupsi penerimaan negara yang tidak dibayarkan tersebut sejak tahun 2015 hingga tahun 2023.

Yusri menambahkan kasus dugaan korupsi timah ini seharusnya dibagi menjadi 3 kluster. Hal itu perlu dilakukan agar pengungkapannya menjadi jelas dan terang benderang peristiwa pidana semuanya.

"Bagian pertama adalah penambang rakyat, penambang ilegal dan lainnya. Bagian kedua adalah pengolahan bijih timah oleh pemilik-pemilik smelter. Bagian ketiga adalah oknum PT Timah Tbk sendiri dan siapa dalang-dalang pejabat yang ada di belakangnya," jelas Yusri.

Adapun sebelumnya Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) kembali memeriksa pengusaha Robert Bono Susatyo (RBS) terkait penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi tata niaga timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Ketut Sumedana, di Jakarta, Rabu (3/4), menyebut ada dua saksi yang diperiksa kemarin, keduanya dari pihak swasta. Hingga saat ini Penyidik Jampidsus sudah memeriksa 174 orang saksi.

Dalam penghitungan Kejagung, kerugian negara dalam kasus korupsi penambangan timah di lokasi IUP PT Timah Tbk ini, menjadi rekor terbesar dalam penanganan perkara korupsi di Indonesia.

Direktur Penyidikan Jampidsus Kuntadi menerangkan, angka kerugian perekonomian negara sebesar Rp.271 triliun tersebut. zAdapun nilai Rp 271 triliun terkait kerugian perekonomian negara ini, Jampidsus-Kejakgung menggandeng tim ahli lingkungan hidup dari Institus Pertanian Bogor (IPB), Jawa Barat (Jabar).

Bahkan nilai kerugian perekonomian negara tersebut, kata Kuntadi, bakal bertambah. Karena tim penyidikannya, bersama Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), belum rampung menghitung kerugian keuangan negara dari eksplorasi dan penambahan timah ilegal di lokasi IUP PT Timah Tbk.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar