Rupiah Sempat Hampir Sentuh Rp 16.000 Per Dollar AS, Apa Penyebabnya

Rabu, 03/04/2024 17:37 WIB
nilai tukar rupiag melemah terhadap dollar

nilai tukar rupiag melemah terhadap dollar

law-justice.co - Nilai tukar rupiah pada hari ini, Senin (1/4/2024), sempat hampir menyentuh level Rp 16.000 per dollar AS, tepatnya Rp 15.926 per dollar AS. Namun demikian, kurs rupiah ditutup pada level Rp 15.899 per dollar AS. Pergerakan rupiah dalam beberapa waktu terakhir diyakini banyak dipengaruhi aspek eksternal.

Menurut Chief Economist PT Bank Permata Tbk Josua Pardede, ketidakpastian terkait arah suku bunga global meningkat pada beberapa minggu terakhir. Bank-bank sentral utama dunia cenderung divergent dalam menentukan arah kebijakan moneter.

Dia menjelaskan, Bank Sentral Eropa (ECB) dan Bank Sentral Inggris (BoE) memberikan sinyal dovish, di mana pemotongan suku bunga acuan kemungkinan besar dapat terjadi lebih cepat pada tahun ini. "Hal ini dipicu oleh proses disinflasi berlanjut dan kondisi ekonomi kawasan Eropa dan Inggris Raya yang sudah mencatatkan technical recession atau kontraksi ekonomi dalam dua kuartal berurutan," kata Josua ketika dikutip dari Kompas.com, Senin. 

Sementara itu, Swiss National Bank (SNB) menjadi bank sentral utama dunia yang pertama kali melakukan pemangkasan suku bunga acuan pada tahun ini, sejalan dengan tingkat inflasinya yang secara konsisten sudah berada di bawah target sasarannya. Berbeda dengan kebanyakan bank sentral, bank sentral Jepang atau Bank of Japan (BoJ) malah memutuskan untuk keluar dari zona suku bunga acuan negatif dengan menaikkan suku bunga jangka pendeknya. 

Meski demikian, BoJ tetap akan akomodatif dalam menjaga suku bunga jangka panjangnya walau menghilangkan kebijakan Yield Curve Control (YCC), dengan tetap mempertahankan jumlah pembelian Japanese Government Bond (JGB) dan akan menambah jumlah pembelian jika yield dirasa naik terlalu tinggi.

Meski demikian, BoJ tetap akan akomodatif dalam menjaga suku bunga jangka panjangnya walau menghilangkan kebijakan Yield Curve Control (YCC), dengan tetap mempertahankan jumlah pembelian Japanese Government Bond (JGB) dan akan menambah jumlah pembelian jika yield dirasa naik terlalu tinggi.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar