`Bos Besar` Harvey soal Korupsi Timah, Ini Sosok Robert Bonosusatya

Rabu, 03/04/2024 09:10 WIB

Jakarta, law-justice.co - Penyidik Kejaksaan Agung (Kejagung RI) akhirnya memeriksa Pengusaha Robert Bonosusatya (RBS) sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah tahun 2015-2022.

Dia tidak berbicara banyak usai diperiksa selama 13 jam. Dia hanya menegaskan telah menjawab seluruh pertanyaan yang dilayangkan oleh penyidik.

"Sebagai warga negara yang baik, saya sudah melakukan kewajiban, mentaati peraturan yang ada, saya sudah diperiksa," ujarnya kepada wartawan di Kejaksaan Agung, Senin (1/4).

Dia juga enggan berkomentar lebih jauh ihwal dugaan keterlibatan dengan PT Refined Bangka Tin (RBT).

Perusahaan RBT yang sempat dipimpin Robert itu diketahui menjadi mitra utama PT Timah dan pernah digeledah oleh Kejagung pada 23 Desember 2023 lalu.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menduga Robert berperan meminta crazy rich Helena Lim dan Harvey Moeis untuk memanipulasi uang hasil korupsi dengan modus Corporate Social Responsibility (CSR).

Robert, kata dia, juga diduga mendirikan dan mendanai perusahaan-perusahaan yang digunakan sebagai alat untuk melakukan korupsi tambang timah. Boyamin berpendapat Robert merupakan pihak yang menerima manfaat atau keuntungan (beneficial owner) dari perusahaan-perusahaan yang melakukan penambangan timah.

"RBS apakah orang yang sama dengan orang yang disebut RBT, maka kami serahkan sepenuhnya kepada penyidik karena kami yakin penyidik telah mengetahui identitas yang bersangkutan," sambungnya.

Dari berbagai sumber, Robert merupakan mantan komisaris utama PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk, sebuah perusahaan operator jalan tol.

Dia juga disebut pernah menjabat Komisaris Utama PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk, yang bergerak di bisnis percetakan dan dokumen keamanan. Jasuindo pernah menang proyek pencetakan BPKB, STNK, dan SIM di Korlantas Polri.

Pada 2008, Robert menjabat presiden direktur PT Pratama Agro Sawit. Kebun sawitnya berlokasi di Kabupaten Batang Hari, Jambi.

Dia juga disebut sebagai pemilik PT Refined Bangka Tin (RBT), yang kini tersangkut dugaan korupsi PT Timah.

Nama Robert Bonosusatya pernah beberapa kali tersangkut di kasus-kasus yang melibatkan petinggi Polri.

Ia pernah terseret di tengah kasus hukum yang menyeret Ferdy Sambo dan anak buahnya mantan Karo Paminal Propam Polri Brigjen Hendra Kurniawan.

Hendra tercatat menggunakan jet pribadi bersama anak buahnya untuk berangkat ke kediaman keluarga almarhum Brigadir Josua di Jambi atas perintah Irjen Ferdy Sambo pada Senin (11/7/2023) lalu.

Ketua IPW, Sugeng Teguh Santoso mengklaim berdasarkan penelusuran yang dilakukan diketahui bahwa pesawat pribadi yang digunakan Hendra tersebut bertipe Jet T7-JAB.

Dia menduga pesawat jet pribadi yang digunakan oleh Hendra tersebut merupakan kepunyaan Robert Bonosusatya atau RBT alias Bong.

"Dalam catatan IPW dia adalah Ketua Konsorsium Judi Online Indonesia yang bermarkas di Jalan Gunawarman, Jakarta Selatan, yang hanya berjarak 200 meter dari Mabes Polri," ujarnya dalam keterangan tertulis, Senin (19/9).

Robert membantah tudingan IPW soal penyedia jet pribadi untuk Hendra, serta mengaku tak punya jet pribadi.

"Tidak benar itu, tidak benar sama sekali. Bukan saya, mana ada saya jet pribadi," kata Robert kepada CNNIndonesia.com melalui telepon, Selasa (20/9).

Namun, Robert tidak menampik apabila dirinya mengenal Hendra meski sudah lama tidak saling kontak dengan Hendra.

"Hendra kenal dari zaman dahulu. Sudah lama sekali saya kontak dia sejak 5 atau 6 tahun. Waktu itu dia masih AKBP," ujar Robert.

Nama Robert juga pernah mencuat dalam dokumen hasil pemeriksaan Bareskrim Polri pada periode Mei hingga Juni 2010, yang mengusut transaksi ganjil sebesar Rp57 miliar di rekening Komjen Budi Gunawan, yang kini menjabat Kepala Badan Intelijen Negara (BIN).

Menurut dokumen yang tersebar saat Budi mengikuti uji kelayakan calon Kepala Polri pada 14 Januari 2015 itu, Robert disebut sebagai penjamin kredit yang dikucurkan untuk putra Budi, Muhammad Herviano Widyatama pada 6 Juli 2005.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar