KPK Bidik Tersangka Korporasi di Kasus Dugaan Korupsi LPEI

Sabtu, 30/03/2024 18:47 WIB
Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri. (Jawapost)

Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri. (Jawapost)

law-justice.co -  

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus dalami kasus dugaan korupsi Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Kasus yang telah di tingkat penidikan ini belum ada tersangkanya. Kini, KPK membuka peluang menetapkan tersangka korporasi dalam perkara ini.

“Nanti dalam perjalanannya ketika penyidikan umum itu menemukan orang yang bisa dipertanggungjawabkan secara hukum baik itu orang per orang ataupun korporasi, ya kami akan umumkan nanti tersangkanya,” ujar Juru Bicara Penindakan dan Kelembagaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Jumat (29/3/2024). Dia mengatakan, pihaknya saat ini  mengusut kasus tersebut dengan dengan skema penyidikan umum.

Dia menambahkan, sampai saat ini pihaknya belum mengetahui apakah obyek perkara yang ditangani sama dengan yang sedang ditangani Kejaksaan Agung. Sebab, Kejaksaan juga tengah menangani sejumlah laporan menyangkut dugaan korupsi LPEI. Ali mengatakan, pihaknya tetap bersinergi dan berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung dalam memberantas korupsi. “Kami melakukan koordinasi lebih lanjut dengan pihak Kejaksaan Agung terlebih sudah menangani perkara itu sebelumnya,” tutur Ali.

Sebelumnya, dalam konferensi pers di kantornya, Selasa (19/3/2024), Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menjelaskan lembaganya menerima laporan ini pada 10 Mei 2023. Setelah melalui proses penyelidikan, KPK menemukan indikasi terjadinya penyimpangan dalam penyaluran kredit yang diberikan oleh LPEI kepada debitur berinisial PT PE. PT PE merupakan perusahaan yang bergerak di bidang distribusi BBM dan bahan bakar lainnya. "Salah satu perusahaan yang menerima fasilitas modal kerja ekspor dari LPEI yakni PT PE," kata Alexander

Alex mengatakan PT PE memperoleh kredit modal kerja ekspor (KMKE) dari LPEI sebanyak 3 kali, yakni 2015, 2016 dan kembali mendapatkan tambahan pada 2017. Pada 2015, PT PE memperoleh modal kerja ekspor sebesar US$ 22 juta; pada 2016 sebesar Rp 400 miliar; dan pada 2017 sebesar Rp 200 miliar. "Sehingga totalnya adalah US$ 22 juta dan Rp 600 miliar," kata Alex.

KPK menduga pemberian modal kerja terhadap PT PE dilakukan secara serampangan. Dia menyebut dugaan keterlibatan komite pembiayaan di LPEI saat itu. Komite ini bertanggung jawab atas bisnis dan risiko di bank ekspor impor tersebut. Fungsi bisnis diwakili direktur pelaksana 1, direktur pelaksana 2, dan direktur pelaksana 3 serta SEVP 1. Sedangkan fungsi risiko diwakili direktur eksekutif, direktur pelaksana 4, SEVP 6, dan kepala divisi credit reviewer.

Alex mengatakan penyidik menduga komite pembiayaan mengabaikan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan kredit ke PT PE. Untuk mendapatkan kredit, kata dia, sebuah perusahaan harus memenuhi sejumlah syarat. PT PE, kata dia, tak memenuhi syarat-syarat tersebut, namun tetap memperoleh kredit. Dia mencontohkan laporan keuangan yang diserahkan oleh PT PE diduga telah direkayasa. Aset yang menjadi jaminan pinjaman, kata dia, dinilai juga bermasalah karena belum sepenuhnya dimiliki PT PE. Menurut Alex, PT PE diduga juga menggelembungkan nilai piutang yang mereka miliki.

(Bandot DM\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar