Kejagung : Kerusakan Lingkungan Korupsi Timah 2 Kali Luas Jakarta

Sabtu, 30/03/2024 14:26 WIB
Gedung Bundar Jampidsus Kejagung. (Foto: Law-Justice/Alfin).

Gedung Bundar Jampidsus Kejagung. (Foto: Law-Justice/Alfin).

Jakarta, law-justice.co - Kejaksaan Agung (Kejagung) mencatat luas kerusakan lahan dari kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah mencapai dua kali lipat wilayah DKI Jakarta.

Kasus yang terjadi pada Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk pada 2015-2022 ini menjerat belasan tersangka, termasuk crazy rich Pantai Indah Kapuk (PIK), Helena Lim dan suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.

Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Ketut Sumedana mengatakan kerusakan itu terjadi pada tambang timah di Bangka Belitung.

"Sementara kami fokus pada penambangan timah yang ada di Bangka Belitung, yang notabene luas kerusakan mencapai dua kali lipat dari luas wilayah DKI," jelas Ketut seperti dikutip dari CNBC Indonesia TV, Kamis (28/3).

Sebagai gambaran, berdasarkan Keputusan Gubernur Nomor 1227 Tahun 1989, luas wilayah Provinsi DKI Jakarta adalah 7.659,02 km persegi. Luas ini terdiri dari daratan seluas 661,52 km persegi, termasuk 110 pulau di Kepulauan Seribu, dan lautan seluas 6.997,50 km persegi.

Lebih lanjut, Kejagung mencatat kerugian ekologis yang disebabkan atas korupsi itu mencapai Rp271 triliun.

Ketut mengatakan kerugian negara itu bukan menjadi kerugian riil. Tetapi, mencakup dampak dari pertambangan yang menyebabkan kerusakan lingkungan.

"Dari pertambangan ilegal yang menyebabkan kerusakan lebih parah dan menyebabkan dampak pada masyarakat sekitarnya, ekonomi sekitar, ini lagi kami dalami semua," jelas Ketut dikutip dari CNN Indonesia.

Potensi kerugian lingkungan yang mencapai Rp271 triliun itu berasal dari hasil perhitungan ahli lingkungan IPB Bambang Hero Saharjo.

Perhitungan tersebut dilakukan sesuai ketentuan yang diatur dalam Peraturan Menteri LHK Nomor 7/2014 tentang kerugian akibat pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup.

Direktur Penyidikan JAM Pidsus Kejagung Kuntadi menerangkan dalam kasus ini nilai kerusakan lingkungan terdiri dari tiga jenis yakni kerugian ekologis sebesar Rp183,7 triliun, ekonomi lingkungan sebesar Rp74,4 triliun dan terakhir biaya pemulihan lingkungan mencapai Rp12,1 triliun.

Namun, ia menegaskan bahwa nilai kerugian tersebut masih belum bersifat final. Ia menyebut saat ini penyidik masih menghitung potensi kerugian keuangan negara akibat aksi korupsi itu.

"Itu tadi hasil penghitungan kerugian ekologis dan kerugian itu masih akan ditambah dengan kerugian negara yang sampai saat ini masih berproses. Berapa hasilnya, nanti masih kita tunggu," jelasnya dalam keterangan tertulis, Selasa 20 Februari 2024 lalu.

Berdasarkan hasil pemeriksaan di lapangan aktivitas pertambangan yang dilakukan oleh PT Timah diketahui mencapai 170.363 hektare di kawasan galian hutan dan nonhutan.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar