Usut Maladministrasi Impor Bawang Putih, Ombudsman : Banyak Masalah

Jum'at, 22/03/2024 19:25 WIB
Bawang putih impor di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur (Foto:Denny Hardimansyah/Law-Justice)

Bawang putih impor di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur (Foto:Denny Hardimansyah/Law-Justice)

Jakarta, law-justice.co - Ombudsman Republik Indonesia menemukan adanya maladministrasi terkait terkait kebijakan rekomendasi impor produk hortikultura (RIPH) bawang putih.

Temuan ini merupakan hasil dari pemeriksaan masalah impor bawang putih selama 2023 kemarin.

Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, mengatakan sejumlah masalah yang dimaksud mulai dari masalah pelayanan publik pengajuan RIPH hingga masalah wajib tanam yang dikeluarkan oleh Kementerian Pertanian.

"Ombudsman menginvestigasi (masalah inpor bawang putih) itu dengan tiga sudut pandang yaitu pertama terkait pelayanan publik permohonan dari RIPH-nya, yang kedua terkait desain dan implementasi kebijakan wajib tanam, yang ketiga adalah terkait kewenangan pengaturan kebijakan impor," kata Yeka, dalam konferensi pers, di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Jumat 22 Maret 2024.

Secara rincin, ia menjelaskan untuk temuan pertama Ombudsman mendapati hingga saat ini masih banyak importir yang sulit mendapatkan Surat Persetujuan Impor (SPI) bawang putih karena belum mendapatkan RIPH dari Ditjen Hortikultura Kementerian Pertanian (Kementan).

Yeka mendapati masalah ini terjadi karena banyak importir yang mengalami kegagalan saat ingin mengirim permohonan SPI ke sistem RIPH Online. Kemudian walaupun importir berhasil mengajukan permohonan ke dalam sistem RIPH Online, permohonan ini tidak segera diverifikasi dan validasi oleh Kementan.

"Jadi banyak permohonan yang sudah masuk tetapi belum dilakukan diverifikasi," terangnya.

Kedua, banyak importir yang tidak melakukan syarat wajib tanam bawang putih meski sudah mendapatkan izin impor. Padahal sebagaimana diketahui, importir yang ingin mendapatkan RIPH wajib melakukan penanaman bawang putih di dalam negeri untuk juga menggenjot produksi bawang putih Indonesia.

Yeka menyebut banyak importir yang dengan sengaja mengambil celah aturan di mana perusahaan yang belum pernah melakukan impor tidak harus menjalankan syarat wajib tanam bawang putih. Sebab biasanya syarat wajib ini baru dilakukan usai melakukan impor.

Akibatnya terdapat banyak perusahaan yang dengan sengaja menutup usahanya usai mendapatkan izin impor, kemudian mereka membentuk perusahaan baru untuk mengajukan izin berikutnya.

"Artinya jumlah perusahaan yang sebelumnya melakukan wajib tanam itu makin sedikit tahun ini. Dia dapat impor tapi tidak melakukan wajib tanam," jelas Yeka dilansir dari Detik.

Terkahir, Ombudsman juga mendapatkan bahwa kewenangan pemberian RIPH seharusnya tidak dilakukan oleh Ditjen Hortikultura Kementan, melainkan Badan Pangan Nasional (BPN). Hal ini sesuai dengan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan dan Perpres Nomor 66 tahun 2021 tentang Badan Pangan Nasional.

"Dalam ketentuan Pasal 3 Perpres 66 Tahun 2021 disebutkan bahwa BPN bertugas untuk menyelenggarakan fungsi koordinasi, perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan ketersediaan pangan. Maka seharusnya penerbitan RIPH untuk komoditas bawang putih diselenggarakan oleh BPN bukan oleh Dirjen hortikultura Kementan," jelasnya dikutip dari Detik.

Atas sejumlah temuan ini, Yeka menyebut Ombudsman menyarankan Kementan untuk melimpahkan kewenangan RIPH Kepada BPN paling lambat 2025 mendatang. Semalam proses transisi, Kementan juga disarankan untuk memperbaiki sistem RIPH Online.

Kemudian Kementan juga perlu melakukan pengkajian lebih lanjut terkait pelaksanaan kebijakan wajib tanam. Dengan begitu kebijakan ini bisa dijalankan dengan lebih efektif dan efisien.

"Ombudsman memberikan waktu selama 30 hari kerja untuk mulai melakukan tahapan pelaksanaan tindakan korektif sejak diterimanya LAHP dan Ombudsman Republik Indonesia akan melakukan monitoring terhadap perkembangan pelaksanaannya.****

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar