Ini Alasan Hakim Jatuhkan Hukuman Percobaan ke 7 PPLN Kuala Lumpur

Kamis, 21/03/2024 21:14 WIB
Serahkan Diri, DPO PPLN Kuala Lumpur Langsung Ikut Sidang di PN Jakpus. (Forum Keadilan).

Serahkan Diri, DPO PPLN Kuala Lumpur Langsung Ikut Sidang di PN Jakpus. (Forum Keadilan).

Jakarta, law-justice.co - Tujuh Panitia Pemilihan Luar Negeri Kuala Lumpur (PPLN KL) divonis hukuman percobaan. Hakim menjelaskan ketentuan itu diatur dalam Pasal 14 huruf a ayat 1 KUHP.

"Menimbang bahwa berdasarkan Pasal 14 huruf a ayat 1 bahwa apabila hakim menjatuhkan pidana penjara paling lama 1 tahun atau pidana kurungan, tidak termasuk pidana kurungan pengganti, maka hakim dapat memerintahkan pula bahwa pidana tidak usah dijalani kecuali di kemudian hari ada putusan hakim yang menentukan lain," kata hakim anggota I Arlen Veronica dalam persidangan di PN Tipikor Jakarta, Kamis 21 Maret 2024.

Hakim mengatakan para terdakwa terbukti melakukan pemalsuan data pemilih pada Pemilu 2024 di Kuala Lumpur. Namun, hakim memberikan kesempatan bagi para terdakwa untuk kembali melanjutkan kuliah, dan juga kembali berkontribusi sebagai dosen dengan tak menghukum para terdakwa menjalani penahanan.

"Menimbang bahwa adanya tindakan para terdakwa sebagai anggota PPLN KL yang menjalankan delegasi KPU RI dalam pelaksanaan Pemilu di kota Kuala Lumpur dengan memasukkan data yang tidak benar dan tidak valid, karena tidak disesuaikan dengan hasil coklit pencocokan dan penelitian ke dalam daftar pemilih suara sementara, menjadi daftar pemilih sementara hasil perbaikan, dan kemudian ditetapkan menjadi DPT serta memindahkan daftar pemilih metode TPS ke metode KSK dan pos dalam kondisi data dan alamat tidak jelas atau tidak lengkap sehingga mengakibatkan metode pos surat suara yang dikirim tidak sesuai," kata hakim.

"Terhadap hal yang dilakukan para terdakwa dan kurangnya Komunikasi antara para terdakwa sebagai PPLN dengan KPU RI dan majelis hakim berpandangan bahwa dengan tidak menjalani hukuman di lembaga permasyarakatan tersebut majelis memberi kesempatan yang seluas-luasnya terhadap para terdakwa untuk meneruskan study pascasarjana-nya dan atau sebagai dosen untuk berkontribusi aktif mencerdaskan bangsa," imbuhnya.

Hakim berpendapat tak patut jika para terdakwa yang merupakan mahasiswa dan dosen harus menjalani masa tahanan. Menurut hakim, para terdakwa cukup menjalani hukuman masa percobaan.

"Majelis hakim berpendapat bahwa tidaklah layak, patut dan proporsional apabila para terdakwa yang merupakan dosen atau mahasiswa Indonesia sedang mengambil pendidikan di Malaysia untuk menjalani hukuman di lembaga permasyarakatan apalagi para terdakwa belum pernah dihukum. Menimbang bahwa berdasarkan uraian pertimbangan di atas, majelis hakim berpendapat cukup manusiawi, memadai, dan proporsional dan adil apabila pidana yang akan dijatuhkan terhadap diri terdakwa tidak perlu dijalani dalam lembaga permasyarakatan cukup pembinaan di luar lembaga permasyarakatan yakni berupa pidana percobaan sebagaimana diatur dalam Pas 14 huruf a KUHP," ujarnya.

Ketua majelis hakim Buyung Dwikora juga tak sependapat dengan jaksa jika terdakwa tujuh, Masduki Khamdan Muchamad, harus menjalani penahanan. Hakim berpendapat Masduki tak terbukti melakukan pelanggaran hukum atau etik terkait tuduhan menggunakan Pantarlih fiktif di Kuala Lumpur.

"Menimbang bahwa majelis hakim kurang sependapat dengan tuntutan pidana penuntut umum yang menuntut agar terdakwa VII saudara Masduki dijatuhi pidana selama 6 bulan dengan perintah segera ditahan, disebabkan alasan-alasan yang dikemukakan penuntut umum kurang tepat, karena sampai dengan saat ini tidak ada satu putusan hukum pun maupun putusan etik yang menyatakan bahwa saudara VII Masduki tersebut telah terbukti melakukan suatu pelanggaran hukum, melakukan tindak pidana maupun etik dalam perekrutan Pantarlih Kuala Lumpur dan dalam pengelolan-pengelolaannya," ujar hakim Buyung dikutip dari Detik.

Sebelumnya, tujuh orang Panitia Pemilihan Luar Negeri Kuala Lumpur (PPLN KL) divonis hukuman percobaan. Hakim menyatakan tujuh terdakwa PPLN Kuala Lumpur itu terbukti bersalah melakukan pemalsuan data dan daftar pemilih pada Pemilu 2024.

"Menyatakan terdakwa I Umar Faruk, terdakwa II Tita Octavia Cahya Rahayu, terdakwa III Dicky Saputra, terdakwa IV Aprijon, terdakwa V Puji Sumarsono, terdakwa VI A Khalil dan terdakwa VII Masduki Khamdan Muchamad terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum memalsukan data dan daftar pemilih baik yang menyuruh, yang melakukan maupun yang turut serta melakukan sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 544 UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu penuntut umum," kata ketua majelis hakim Buyung Dwikora dalam persidangan di PN Jakarta Pusat, hari ini.

Hakim mengatakan para terdakwa dijatuhi hukuman 4 bulan penjara. Namun, hukuman kurungan itu tak perlu dijalani.

"Menetapkan lamanya pidana tersebut tidak perlu dijalani kecuali apabila di kemudian hari ada keputusan hakim yang menentukan hal lain disebabkan karena terpidana melakukan tindak pidana sebelum masa percobaan selama 1 tahun terakhir," jelas hakim.

Hakim juga menghukum para terdakwa membayar denda Rp 5 juta subsider 2 bulan kurungan.

Hal memberatkan terdakwa ialah terdakwa selaku penyelenggara pemilihan umum seharusnya melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai ketentuan yang berlaku dan akibat perbuatan para terdakwa dilakukan PSU. Sementara, salah satu hal meringankan ialah terdakwa belum pernah dihukum.****

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar