Ini Alasan Kemendagri Soal Banyaknya BUMD Merugi dan Tutup

Rabu, 20/03/2024 16:20 WIB
Mendagri Tito Karnavian (Foto: Humas Kemendagri)

Mendagri Tito Karnavian (Foto: Humas Kemendagri)

Jakarta, law-justice.co - Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mengungkap biang kerok pemicu banyak Badan Usaha Milik Desa (BUMD) merugi.

Mereka menyebut 30 persen BUMD rugi. BUMD tersebut kehabisan modal dan karena itu terpaksa tutup.

"Sebanyak 30 persen BUMD tersebut merugi. Mayoritas di antaranya sudah rugi, modal habis, kita bayar pegawainya lagi. Kalau hasil auditnya rugi, modal habis, kita eksekusi tutup, daripada sudah rugi bayar pegawai," ungkap Inspektur Jenderal Kemendagri Tomsi Tohir dalam Rapat Koordinasi Nasional Pencegahan Korupsi Daerah di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Rabu 20 Maret 2024.

Dia juga mengatakan masalah itu bisa terjadi karena banyak pejabat daerah yang tidak benar dalam mengelola BUMD. Para pejabat daerah itu banyak menempatkan orang dan tim sukses menjadi pengurus BUMD.

Akibatnya, kinerja BUMD menjadi tidak keruan.

"Dan di sini penempatannya (pejabat BUMD) banyak juga menempatkan orang-orang tidak profesional sebagai balas budi karena dulu sebagai tim pendukung (tim sukses kepala daerah) di daerah," jelas Tomsi dilansir dari CNN Indonesia.

Tak hanya masalah BUMD, Tomsi juga menyoroti sejumlah titik potensi korupsi dalam urusan kebijakan pemerintah daerah.

Menurutnya, potensi fraud bahkan sudah mulai muncul sejak dalam tahap perencanaan.

"Pada area perencanaan sudah mulai terdapat kelemahan-kelemahan terjadi perdagangan pengaruh, intervensi, boleh dikatakan juga bancakan dalam penyusunan dokumen perencanaan. Di sini terjadi titik rawan di mana perencanaan tersebut yang berkaitan dengan pengadaan dan program yang berdampak pada titipan-titipan," ungkapnya.

"Berkaitan dengan pengadaan barang dan jasa kami terus dorong pemda mengedepankan prinsip kehati-hatian. Karena mayoritas kasus korupsi yang ditangani aparat penegak hukum berasal dari pengadaan barang jasa berupa kickback, markup, dan beberapa pekerjaan fiktif," tambah Tomsi soal potensi celah korupsi lainnya.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar