Ketika Tanda-tanda Konflik Jokowi vs Prabowo Mulai Kian Terlihat

Selasa, 19/03/2024 05:29 WIB
Usai Dapat Pangkat Jenderal, Prabowo: Terima Kasih Presiden Jokowi. (Twitter Prabowo).

Usai Dapat Pangkat Jenderal, Prabowo: Terima Kasih Presiden Jokowi. (Twitter Prabowo).

Jakarta, law-justice.co - Guru Besar Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Prof Henri Subiakto menyatakan bahwa potensi konflik rebutan pengaruh antara Presiden Joko Widodo dengan Menteri Pertahanan (Menhan) RI, Prabowo Subianto usai menang Pilpres 2024 sangat besar.

Menurut dia, tanda-tanda tersebut pun sudah mulai kelihatan.

Pernyataan itu dia sampaikan untuk mengomentari sebuah video yang menunjukkan Jokowi tidak menyalami Prabowo. Momen itu terjadi setelah Presiden Jokowi, Prabowo dan para menteri lainnya baru saja selesai membayar atau menyerahkan zakat fitrah di Istana Negara pada Rabu (13/3/2024).

Konflik antara Jokowi vs Prabowo usai Pilpres 2024, kata Henri, memang menarik untuk disimak. Dia memprediksi akan ada drama-drama politik baru ke depan.

“Konflik rebutan pengaruh adalah kelaziman dalam politik. Sehingga besar kemungkinan akan terjadi drama-drama politik baru, terkait apa yang akan dilakukan Jokowi dan apa pula yang akan dilakukan Prabowo tentu menarik untuk disaksikan,” katanya melalui akun X pribadinya dikutip pada Senin (18/3/2024).

Menurut dia, Jokowi akan memanfaatkan sisa masa jabatannya untuk memperkuat posisinya agar tetap berpengaruh usai lengser dari kursi presiden.

“Waktu yang dimiliki Jokowi hanya pendek, tinggal 6 bulan masih berkuasa penuh, maka dalam waktu pendek itu dia harus manfaatkan secara efektif agar dia bisa tetap punya power walau tidak lagi jadi presiden. Sukur-sukur kalau bisa melemahkan Prabowo dan Gerindra,” tutur dia.

Salah satu cara agar tetap berpengaruh usai lengser, kata Henri, Jokowi akan mewujudkan koalisi besar bersama partai-partai tanpa melibatkan Gerindra.

“Istana harus segera mewujudkan koalisi besar bersama partai-partai yang akan diketuai Jokowi, dengan tidak menyertakan Gerindra di dalamnya,” ujarnya.

“Ini lanjutan strategi politik Pemilu 2024, dimana partai Gerindra dibuat anomali. Ketumnya jadi capres dengan kemenangan suara 58%, tapi partainya sendiri perolehan suaranya merosot di bawah 15%. Seakan Pasangan Prabowo Gibran tidak berpengaruh ekor jasnya pada perolehan Gerindra. Malah yang naik drastis justru Golkar. Partai yg sedang jadi sorotan karena ditengarai akan diambil alih oleh ‘kekuatan Jokowi’,” lanjutnya.

Merosotnya perolehan suara Gerindra dan naiknya suara Golkar, jelas Henri, menunjukkan bahwa pemenang Pilpres 2024 bukan Prabowo melainkan Jokowi.

“Kemenangan terjadi karena usaha dan strategi Jokowi yang secara terbuka membela Pasangan Prabowo Gibran dengan berbagai cara. Tentu hal ini bagi Prabowo dan Gerindra serta pendukungnya harus menyadari, dan harus terus menghormati, bahkan tunduk pada politik Jokowi,” ungkapnya.

Henri mengungkapkan, Prabowo sebenarnya belum tentu menyukai Gibran Rakabming Raka, putra sulung Jokowi yang menjadi cawapres pendampingnya. Namun, katanya, Prabowo terpaksa harus menerimanya demi memanfaatkan power Jokowi untuk memenangkan Pilpres 2024.

“Nanti setelah dilantik jadi Presiden RI, tentu Prabowo ingin berkuasa penuh. Gak mungkin mau ada matahari kembar. Di situlah bibit konflik rebutan power antara Jokowi dan Prabowo sulit dielakkan,” jelasnya.

Terkhir, Henri menyampaikan, saat ini Jokowi tinggal punya waktu 6 bulan untuk “melemahkan” Prabowo.

“Kita lihat saja drama politik seperti apa yg”ang akan terjadi setelah periode honeymoon politik keduanya selesai. Apa masih tetap akrab saling dukung dengan kesepakatan, atau malah masuk periode saling tikam? Kita lihat saja,” ujar dia.

“Kalau lihat video ini kasihan juga pak Prabowo yg dicuekin Jokowi. Bibit bibit konflik memang sulit terhindarkan,” pungkasnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar