KPU Disebut Tak Transparan dan Gagal dalam Penyelenggaraan Pemilu 2024

Sabtu, 16/03/2024 19:55 WIB
Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar konpers soal perkembangan Pemilu 2024 di Gedung KPU, Senin (19/2/2024). KPU menjelaskan sejumlah hal penting terkait penyelenggaraan Pemilu yang sudah dilaksanakan. Perkembangan pemilu yang disampaikan pada konferensi pers ini seperti terselenggaranya pemungutan suara ulang di beberapa wilayah. Robinsar Nainggolan

Komisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar konpers soal perkembangan Pemilu 2024 di Gedung KPU, Senin (19/2/2024). KPU menjelaskan sejumlah hal penting terkait penyelenggaraan Pemilu yang sudah dilaksanakan. Perkembangan pemilu yang disampaikan pada konferensi pers ini seperti terselenggaranya pemungutan suara ulang di beberapa wilayah. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Indonesia Corruption Watch (ICW) menyoroti keputusan KPU terkait menyetop penayangan grafik data perolehan suara peserta Pemilu 2024 dalam Sirekap atau laman resmi KPU. Peneliti ICW, Egi Primayogha, menekankan keputusan KPU tersebut bertentangan dengan prinsip transparansi dalam Pemilu.

Kata Egi, ICW sudah melayangkan surat permintaan informasi secara resmi kepada KPU untuk mengetahui klarifikasi penyelenggara Pemilu ihwal keputusan penyetopan penayangan grafik dalam Sirekap tersebut. Akan tetapi, respons KPU atas surat ICW justru tidak dapat dibenarkan. Egi bilang, bahwa alasan KPU menutup data tersebut karena banyaknya kekeliruan pembacaan oleh Sirekap yang menyebabkan data perolehan suara tidak sesuai dengan hasil di TPS dan menimbulkan prasangka dari publik.

"Justru dengan menampilkan perbedaan tersebut, akan membuka seluas-luasnya partisipasi publik dalam mengawasi hasil pemilu dan menjadi cerminan jelas dari ketidaksiapan dari KPU dalam menyelenggarakan Pemilu 2024," kata Egi dalam keterangannya, dikutip Sabtu (16/3/2024).

Egi menekankan bahwa semestinya segera memperbaiki Sirekap dan membuka kembali seluruh informasi yang berkaitan dengan perhitungan suara. Sebab, dia menegaskan ditutupnya informasi dalam Sirekap berpotensi membuka praktik-praktik kecurangan dalam proses rekapitulasi suara.

"Praktik jual beli suara adalah salah satu kecurangan yang berpotensi marak terjadi," ujarnya.

Kejanggalan lain, kata dia, merujuk pada respons KPU yang seolah menutupi permintaan informasi ICW ihwal anggaran Sirekap. Tidak ada dokumen atau rincian soal akuntabilitas anggaran. ICW bahkan menerima jawaban mengenai anggaran Sirekap hanya dalam satu kalimat, yakni: “Anggaran Pembangunan Sirekap Tahap 1 sebesar Rp. 3.906.589.500,- (sudah termasuk pajak)”. 

"Selain itu, jawaban permintaan informasi dikirimkan oleh KPU kepada ICW melalui alamat email [email protected]. Alamat email tanpa domain resmi dari KPU tersebut membawa kami pada keraguan atas keseriusan KPU dalam membangun teknologi informasi," kata Egi.

Sementara KPU, dia menambahkan, memiliki anggaran besar yang semestinya dapat digunakan untuk membangun teknologi informasi, maupun portal layanan informasi publik yang tidak seburuk saat ini. "Sekali lagi kami tekankan, KPU tidak pernah berniat untuk melaksanakan prinsip transparansi, dan tidak serius dalam menyelenggarakan Pemilu 2024," katanya.

Senada, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) juga menilai kinerja KPU gagal. Peneliti Perludem, Fadli Ramadhanil, merujuk penilaiannya berdasar keputusan KPU yang memperpanjang rekapitulasi suara hasil Pemilu 2024. 

“Ada kegagalan bagi KPU memitigasi banyaknya protes, banyaknya keinginan untuk melakukan penghitungan ulang dan lain sebagainya. Di rekapitulasi di semua level, mulai dari kecamatan. Dan tentu banyaknya protes dan rekap yang molor ini disebabkan oleh tidak profesionalnya juga dalam melakukan pemungutan dan perhitungan suara,” kata Fadli dalam keterangannya, dikutip Sabtu.

Fadli juga menilai, selama ini proses perhitungan menuai banyak protes lantaran adanya perubahan-perubahan hasil proses rekap di semua level. “Jadi ada perbedaan antara C-hasil yang dipegang saksi dengan apa yang direkapitulasi oleh KPU,” katanya.

Adapun sebelumnya, KPU telah mengeluarkan surat bernomor 454/PL.01.8-SD/05/2024 tertanggal 4 Maret 2024. Surat edaran ini ditujukan kepada Ketua KPU Provinsi/KIP Aceh dan Ketua KPU/KIP Kabupaten/Kota di seluruh Indonesia.

"Dalam hal pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara pada tingkat kecamatan, kabupaten dan/atau provinsi tidak dapat terlaksana pada rentang waktu yang ditentukan karena terjadi force majeur atau situasi di luar perencanaan dan kendali penyelenggara, maka PPK, KPU/KIP Kabupaten/Kota dan/atau KPU Provinsi/KIP Aceh melakukan penyesuaian jadwal dan tetap melanjutkan pelaksanaan rekapitulasi hasil penghitungan perolehan suara," tulis salah satu poin dalam surat tersebut.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar