Apa Alasan Warga Arab-Muslim Mau Bergabung dengan Tentara Israel (IDF)

Sabtu, 16/03/2024 19:04 WIB
Aksi Militer Tentara Israel (Independent.co.uk)

Aksi Militer Tentara Israel (Independent.co.uk)

Tel Aviv, law-justice.co - Pemerintah Israel semakin gencar merekrut warga Arab-Muslim untuk bergabung dengan militernya (Pasukan Pertahanan Israel/IDF), sejak saat melancarkan agresi brutal ke Jalur Gaza Palestina pada 7 Oktober lalu.

Pengamat dan Politikus Arab-Israel menduga gerakan perekrutan tentara dari kalangan mereka bermotif politik untuk memecah belah. Anggota Parlemen Israel (Knesset) dari kalangan etnis Arab-Israel, Hanin Zoabie, mengatakan bahwa mereka diimingi kehidupan yang layak serta gaji tinggi jika bergabung ke IDF.

"Jelas sebanyak sembilan puluh persen orang Arab yang bertugas di tentara Israel tidak memiliki kesetaraan dengan orang Israel. Israel tidak membutuhkan mereka untuk melindungi keamanannya, ini adalah masalah politik, yang pertama adalah perpecahan dan pemerintahan," lanjut Zoabie.

Pihak IDF pun mengklaim bahwa perekrutan tersebut bermaksud untuk memecah belah warga keturunan Arab di Israel. Terdapat polemik mengenai pasukan tentara Israel yang menjadi kesalahpahaman terkait pendaftar tentara Israel. Banyak orang percaya bahwa kaum Yahudi mendominasi pasukan tersebut.

Adapun suku Druze menjadi pendaftar tertinggi di IDF Israel karena terikat "Perjanjian Darah" pada 1956. Mereka merupakan kelompok minoritas berbahasa Arab di Israel dan sudah lebih dari 80 persen pria Druze mendaftarkan diri sebagai tentara IDF.

Namun, apa sebenarnya "Perjanjian Darah" tersebut dan mengapa banyak suku Druze yang bergabung? Menurut Hillel Frisch dalam artikelnya `The Druze Minority in the Israeli Military: Traditionalizing an Ethnic Policing Role,` hubungan suku Druze dengan kaum Yahudi mulanya terbentuk atas dasar persahabatan selama Mandat Inggris.

Pada 1948, para pemimpin Druze terlibat dalam mengumpulkan informasi intelijen dan pembelian senjata untuk Pasukan Pertahanan Israel (IDF) yang saat itu baru dibentuk.

Hal tersebut juga mendukung persoalan dari negara Israel yang mendapatkan serangan dari tujuh pasukan Arab, saat baru mendeklarasikan pendirianya. Melihat performa orang Arab-Druze, pemerintah Israel pada masa Perdana Menteri Levi Eskhol memutuskan untuk mengakui suku tersebut sebagai entitas yang sejajar dengan kaum Yahudi.

Israel juga memperkuat upaya pengakuan warga Arab-Druze, usai adanya pengaruh "radikalisasi Palestina" yang disebut oleh Israel sebagai ancaman ideologi. "Untuk lebih meyakinkan masyarakat Druze akan pengakuan tersebut, pejabat pemerintah Israel juga menjanjikan perluasan peluang sekolah tingkat menengah dan program pendanaan bagi masyarakat Druze hingga tingkat universitas," tambahnya dalam artikel tersebut.

Meskipun masih terdapat beberapa golongan yang menentang hal itu. Meskipun masih terkesan politis, IDF memainkan strategi jitu dalam hal perekrutan warga Arab untuk gabung di IDF.

Mereka mengungkapkan bahwa peran IDF tidak hanya sebatas terjun dalam perang, namun lebih untuk melayani masyarakat Israel. "Zaman telah berubah, generasi muda Arab Israel lebih sadar akan apa itu IDF dan apa yang dapat ditawarkan kepada mereka dalam hal peluang karir di angkatan bersenjata atau pendidikan lebih lanjut (dalam kehidupan) pasca-tentara.

Masyarakat ingin bergabung dengan tentara untuk memperbaiki keadaan mereka dan pada saat yang sama mereka ingin berkontribusi dan memperkuat keamanan negara mereka, Israel," ujar pejabat senior IDF dari Direktorat Ketenagakerjaan.

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar