Class Action Bisa Jadi Opsi Bongkar Kecurangan Pemilu Jika MK Mandul

Minggu, 10/03/2024 05:58 WIB
Dua massa dari aksi yang pro dan kontra terhadap kecurangan Pemilu 2024 melakukan aksi unjuk rasa secara bersamaan di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (1/3/2024). Dua kubu massa menggelar demonstrasi di depan DPR, yakni massa dari Gerakan Jaga Jakarta Jaga Indonesia dan massa Forum Rakyat Semesta (FRS). FRS menuntut mendukung hak angket, sementara Gerakan Jaga Jakarta Jaga Indonesia menolak hak angket. Robinsar Nainggolan

Dua massa dari aksi yang pro dan kontra terhadap kecurangan Pemilu 2024 melakukan aksi unjuk rasa secara bersamaan di depan Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (1/3/2024). Dua kubu massa menggelar demonstrasi di depan DPR, yakni massa dari Gerakan Jaga Jakarta Jaga Indonesia dan massa Forum Rakyat Semesta (FRS). FRS menuntut mendukung hak angket, sementara Gerakan Jaga Jakarta Jaga Indonesia menolak hak angket. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Pengamat Politik, Eep Saefulloh Fatah menyatakan bahwa, masyarakat yang berstatus sebagai pemilih pada Pemilu 2024 bisa menggugat perdata penyelenggara sekaligus proses pemilihan umum (Pemilu).

Kata dia, hal ini bisa menjadi opsi sewaktu jalur politik seperti Hak Angket dan proses hukum Mahkamah Konstitusi (MK) mandul dalam membongkar kecurangan pemilu.

Dia mengatakan, gugatan perdata ini dimungkinkan untuk memperjuangkan keadilan sekaligus prinsip transparansi dalam Pemilu 2024.

Menurutnya, dugaan kecurangan Pemilu 2024 yang terjadi secara terorganisir, sistematis, dan masih adalah sebuah kejahatan.

"Sangat masuk akal karena sebetulnya ketika pemilu terjadi lalu kemudian kejahatan terjadi, yang dirugikan amat sangat adalah para pemilih. Dan para pemilih ini mengambil jalan perdata itu dengan melakukan class action," kata Eep dalam diskusi Demos Festival yang bertema “Omon-omon Soal Oposisi’, di Hotel Akmani, Jakarta, Sabtu (9/3/2024)

Dia menjelaskan, gugatan class action bisa menambah tekanan bagi pihak berwenang untuk melakukan penyelidikan.

Tidak hanya itu, Eep mengungkapkan kerugian publik terkait kecurangan Pemilu 2024, memunculkan kerugian yang besar terhadap kehidupan demokrasi ke depan.

“Karena itu tekanan publik melalui class action dapat memberikan tekanan lebih besar pada pihak berwenang untuk menyelidiki dan memastikan integritas proses pemilu,” ujarnya.

Di sisi lain, sejauh ini memang belum tercatat kasus Pemilu yang digugat dengan class action. Namun berkaca dari gugatan sejenis, demi kepentingan publik, jalur itu tersedia.

Lebih jauh, Eep mengingatkan gugatan perdata ini harus digawangi oleh segenap strategi yang simultan.

Pertama, kata Eep, penggugat perlu menentukan materi class action dan siapa yang menjadi targetnya. Dalam konteks pemilihan umum, hal ini tentu melibatkan orang-orang yang merasa dirugikan oleh proses pemilu yang diduga cacat.

"Ketika materinya sudah jelas dan kejelasan itu sekarang tersedia sebenarnya. Setiap orang merasa dirugikan oleh penyelenggaraan pemilu yang prosesnya dan hasilnya cacat," kata dia.

Kemudian, Eep mengemukakan penting juga untuk memiliki organisator yang kuat dan berkomitmen untuk menjalankan gugatan class action ini dengan baik. Keterlibatan yang berkelanjutan dan kerja keras diperlukan untuk memastikan bahwa proses hukum dapat berjalan dengan lancar dan efektif.

"Dan saya sendiri termasuk yang bersedia kalau mau diajak, ayo kita urus bareng-bareng ini," tutur Eep.

Terakhir, diversifikasi partisipasi dari berbagai wilayah di Indonesia merupakan hal yang penting untuk memperkuat gugatan class action ini. Sebab, dugaan kecurangan pun tersebar di banyak daerah.

"Kita punya teknologi yang membuat orang-orang di Sumatera, di Kalimantan dan Sulawesi, Nusa Tenggara, dan di mana-mana bisa mengirimkan tanda tangan mereka sebagai class action,” katanya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar