Formappi : DPD Tak Punya Wewenang Bentuk Pansus Kecurangan Pemilu

Rabu, 06/03/2024 15:38 WIB
Peneliti Formappi Lucius Karus (Pontas)

Peneliti Formappi Lucius Karus (Pontas)

Jakarta, law-justice.co - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) mempertanyakan langkah Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang membentuk Panitia Khusus (Pansus) terkait dugaan pelanggaran kecurangan Pemilu 2024.

Peneliti Formappi bidang legislasi Lucius Karus menyebut sedari awal DPD RI tidak pernah mempunyai kewenangan dan tugas yang berkaitan dengan persoalan pemilu.

"Kalau dilihat dari Wewenang dan Tugas DPD sebagaimana diatur dalam UU MD3 nampaknya urusan Pemilu ini tidak termasuk dalam bidang yang secara langsung menjadi tugas mereka," ungkapnya, Rabu 6 Maret 2024.

Lucius Karus juga menjelaskan dalam ketentuan yang ada, tugas dan fungsi pengawasan oleh DPD hanya berkaitan dengan pelaksanaan UU yang menyangkut otonomi daerah. Mulai dari pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah.

Kemudian pengawasan hubungan pemerintah pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam, sumber daya ekonomi, hingga pelaksanaan APBN.

Di sisi lain, Lucius mengatakan hasil temuan dari Pansus DPD juga tidak serta merta akan langsung diproses oleh DPR. Ia mengatakan seluruh temuan dari Pansus DPD hanya akan diserahkan sebagai bahan pertimbangan bagi DPR.

"Kalau DPR merasa perlu untuk menggunakan rekomendasi DPD ya akan ada gunanya kerja DPD itu. Akan tetapi kalau DPR merasa rekomendasi DPD enggak ada manfaatnya, maka rekomendasi DPD akan masuk keranjang sampah," ungkap Lucius Karus mengutip dari CNN Indonesia.

Apabila DPD betul-betul berniat mengusut dugaan kecurangan pemilu, kata dia, maka bisa dilakukan dengan mengecek dugaan pelanggaran pemilihan anggota DPD di daerah-daerah-daerah.

Pasalnya, ia menyebut proses pemilihan anggota DPD sendiri tidak banyak mendapatkan sorotan publik dibanding pemilihan serentak lainnya.

Ia justru mengaku khawatir dengan minimnya sorotan publik itu akan ada banyak kecurangan yang dilakukan oleh masing-masing calon anggota DPD.

"Jangan-jangan karena sepi dari pantauan publik, proses pemilu DPD justru penuh kecurangan. Karena itu yang lebih banyak terpilih adalah incumbent, anak pejabat, eks politisi Parpol," jelasnya.

"DPD punya tanggung jawab untuk memeriksa diri sendiri, khususnya mereka yang kembali bertarung di Pemilu 2024. Apakah mereka mendapatkan suara dari rakyat yang percaya pada mereka atau justru mendapatkan suara berkat faktor lain seperti uang, intimidasi," kata dia.

Terpisah, Pakar Hukum Tata Negara Universitas Jayabaya, Muhammad Rullyandi juga mengatakan hal senada.

Dia menjelaskan bahwa Undang-Undang MD3 maupun Peraturan Tata Tertib DPD tidak memberikan landasan hukum kepada DPD untuk melakukan pengawasan penyelenggaraan pemilu.

"Sehingga dengan demikian Pansus DPD soal kecurangan pemilu adalah tindakan DPD yang inkonstitusional," kata dia.

Di Pasal 286 ayat 3 UU MD3 yang mengatur pelaksanaan Hak Anggota DPD dalam pengaturan Tata Tertib DPD, kata dia, juga tidak ada landasan hukum pemberian kewenangan DPD membentuk pansus pemilu.

Dengan demikian, Rullyandi menganggap pembentukan pansus oleh DPD pun bentuk pelanggaran terhadap tata tertib.

"Seluruh pimpinan DPD dan Anggota DPD yang menyetujui pansus ini terang-terangan melanggar UU MD3, khususnya ketentuan Pasal 258 huruf F dan ketentuan Pasal 13 huruf F Peraturan Tatib DPD 1/2022 mengenai kewajiban Anggota DPD menaati tata tertib," tutupnya.

Sebelumnya DPD resmi menyetujui pembentukan Pansus untuk mengungkap dugaan pelanggaran dan kecurangan penyelenggaraan Pemilu 2024, dalam Sidang Paripurna DPD RI Ke-9 di Kompleks Parlemen Senayan Jakarta, Selasa (5/3).

Pembentukan Pansus tersebut berawal dari usulan yang disampaikan Anggota DPD dari Sulawesi Selatan, Tamsil Linrung. Tamsil mengatakan perlu tindak lanjut soal pengaduan pelanggaran dan kecurangan pemilu tidak hanya sebatas disampaikan ke Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI.***

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar