Resmi, `Otak Pungli Rutan KPK` Hengki Ditetapkan Jadi Tersangka

Rabu, 06/03/2024 13:12 WIB
Ilustrasi: Gedung KPK di Jakarta.

Ilustrasi: Gedung KPK di Jakarta.

Jakarta, law-justice.co - Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) secara resmi akhirnya sudah menetapkan pegawai Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) bernama Hengki sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan atau pungutan liar (pungli) di Rutan KPK.

Menurut Wakil Ketua KPK, Johanis Tanak, Hengki disebut sebagai otak di balik tindak pidana tersebut.

"Hengki sudah tersangka," ujarnya di Kantornya, Jakarta, Rabu (6/3).

Kata dia, selain Hengki, ada beberapa orang lain yang juga menjadi tersangka. Namun, ia mengaku tidak ingat identitas para tersangka dimaksud.

"Kita tetap proses kok, percaya, KPK akan tetap memproses sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku sepanjang dia memenuhi unsur-unsur tindak pidana yang akan disangkakan," kata dia.

Sebelumnya, Dewan Pengawas (Dewas) KPK menyebut Hengki sebagai otak di balik kasus pungli di Rutan KPK.

Hal itu diungkap oleh Dewas KPK saat menyidangkan 90 pegawai KPK atas dugaan pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku menerima pungli, Kamis (15/2).

Ketua Majelis Etik Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean mengungkapkan kasus pungli di Rutan KPK terstruktur dengan baik atas peran Hengki, yang menjadi `lurah` pertama.

"Pungli ini terstruktur dengan baik. Angka-angkanya pun dia [Hengki] menentukan sejak awalnya, Rp20 sampai Rp30 juta untuk memasukkan handphone. Begitu juga setor-setor setiap bulan Rp5 juta supaya bebas menggunakan handphone," ujar Tumpak di kantornya, Jakarta, Kamis (15/2).

Tumpak menuturkan Hengki pernah menjadi pegawai KPK sebagai Pegawai Negeri Yang Dipekerjakan (PNYD), berasal dari Kemenkumham.

Saat di KPK, Hengki pernah dipekerjakan di Rutan KPK sebagai Koordinator Keamanan dan Ketertiban (Kamtib). Sekitar tahun 2022, Hengki pindah tugas ke Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta.

"Sekarang sudah tak ada lagi di sini. Saya tidak tahu di mana, katanya sudah di Pemda DKI," kata Tumpak.

Dalam persidangan kode etik dimaksud, Tumpak mengatakan pihaknya tidak melakukan pemeriksaan terhadap Hengki.

"Dalam kasus ini kita memang tidak periksa dia karena menurut pembuktian semua yang diperiksa mengaku. Kami merasa tidak perlu memeriksa dia lagi karena terbukti menerima uang semua ini. Nah, dia lah yang pada mulanya menunjuk orang-orang yang bertindak sebagai `lurah`, yang mengumpulkan uang dari tahanan," ungkap Tumpak.

Anggota Majelis Etik Dewas KPK Albertina Ho menegaskan pihaknya sudah tidak bisa meminta pertanggungjawaban Hengki lagi.

Hanya saja, untuk proses penegakan hukum pidana, Albertina menyatakan hal itu masih bisa dijangkau karena KPK bisa melakukan pengusutan kasus tindak pidana korupsi.

"Kemudian kalau ditanyakan bagaimana disiplinnya, disiplinnya tentu saja di sini enggak bisa menjangkau karena dia sudah di Pemprov DKI," terang Albertina.

"Namun demikian, untuk pegawai yang ini [Hengki], ada juga PNYD, dari Dewan Pengawas, kami pikir kami akan memberikan putusan kami juga, atau memberitahukan kepada instansi asalnya mengenai proses etik yang telah dijalani di sini," imbuhnya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar