Ketua KPU Sudah Dapat Peringatan 3 Kali, Peneliti BRIN: Harus Mundur!

Rabu, 21/02/2024 06:57 WIB
Ketua KPU Hasyim Ashari (Dok.RRI)

Ketua KPU Hasyim Ashari (Dok.RRI)

Jakarta, law-justice.co - Peneliti Utama Politik Badan Riset Inovasi Nasional (BRIN), Siti Zuhro mendesak agar Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Hasyim Asy‘ari mundur atau dipecat dari jabatannya.

Hal itu disampaikan Siti merespons berbagai indikasi kecurangan yang terjadi sebelum dan sesudah Pilpres 2024, seperti penghitungan perolehan suara pada Pilpres 2024 dan Pileg 2024 menggunakan aplikasi Sistem Informasi Rekapitulasi (Sirekap).

“Sepatutnya mundur atau dipecat. Tapi budaya mundur tidak ada, jika tidak mundur maka KPU terstigma karena dia mendapat peringatan keras beberapa kali,” ujar Siti pada Selasa (20/2/2024) di Jakarta.

Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) itu mengatakan, bahwa stigma KPU sebagai penyelenggara negara pemilu yang tidak dipercaya sudah terjadi. Pun demikian dengan Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga yang mengurus sengketa pemilu.

“KPU harus dibenahi. Ketua KPU sudah mendapat peringatan 3 kali, pelanggaran etika itu tidak ada ampun,” lanjutnya.

Diketahui, Hasyim dijatuhi sanksi pelanggaran berat etik terakhir oleh DKPP karena menerima pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai salah satu calon wakil presiden untuk Pemilu 2024.

Dia juga kena sanksi etik karena pernyataan kontroversial mengenai sistem pemilu, pertemuan dengan Ketua Partai Republik Satu, dan tindakannya yang tidak menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung (MA) mengenai kuota 30 persen untuk caleg perempuan.

Kedaulatan Rakyat

Siti menuturkan bahwa dirinya sudah mengingatkan sejak awal agar Sirekap tidak menciptakan masalah baru. Data yang dikelola harus akurat dan bisa dipertanggung jawabkan secara publik.

Bila Sirekap tidak bisa dipercaya dan menjadi masalah, maka ini akan menjadi pintu masuk bagi konflik. Hal ini sangat berbahaya, sehingga KPU sempat menghentikan data pada Sirekap untuk sinkronisasi data pada Minggu (18/2/2024).

Penghentian data sementara itu ketika perhitungan suara berlangsung di tingkat kecamatan.

Pasalnya, penyalahgunaan paling riskan di tingkat kecamatan.

Dia mengingatkan paslon yang ikut kontestasi Pilpres 2024 untuk tidak selebrasi kemenangan hanya berdasarkan hitung cepat (quick count/QC), karena penyelenggara QC bukan lembaga resmi yang mengeluarkan hasil perhitungan suara Pemilu 2024.

Data yang digunakan oleh lembaga penyelenggara QC berasal dari tempat pemungutan suara (TPS) yang belum tentu akurat, mengingat ketidakpercayaan publik terhadap penyelenggara pemilu saat ini tinggi.

Siti menuturkan, bahwa sanksi kepada Ketua KPU semestinya menjadi kewenangan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).

Meski telah dikenai sanksi melanggar etik beberapa kali oleh DKPP, namun Hasyim masih tetap menjalankan tugasnya sebagai Ketua KPU.

Merespons hal itu, Siti mengingatkan bahwa bahwa kedaulatan berada pada rakyat. Ketika civil society tidak percaya lagi, maka rakyat yang akan melakukan mosi tidak percaya.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar