Banyak Kecurangan, Pemilu 2024 Disebut Pemilu Paling Parah

Sabtu, 17/02/2024 19:33 WIB
Mahasiswa dan Tokoh Masyarakat saat melakukan demonstrasi meminta Jokowi netral dalam Pemilu 2024. Robinsar Nainggolan

Mahasiswa dan Tokoh Masyarakat saat melakukan demonstrasi meminta Jokowi netral dalam Pemilu 2024. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Lembaga pemantau pemilu Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia menyebut dugaan kecurangan dan pelanggaran yang terjadi pada Pemilu 2024 "lebih parah" ketimbang pemilu sebelumnya.

Pantauan DEEP Indonesia di tujuh provinsi menemukan logistik surat suara banyak yang tercoblos, tertukar dan hilang. Kemudian ada pula laporan kotak suara tidak tersegel, tempat pemungutan suara terlambat dimulai hingga TPS yang tak aksesibel terhadap disabilitas.

Lembaga analis media sosial Drone Emprit menemukan percakapan tentang Pilpres 2024, hitung cepat, dan kecurangan pemilu, menjadi topik yang paling tinggi dibicarakan oleh warganet di media sosial.

Pendiri Drone Emprit, Ismail Fahmi, menyebut warganet banyak yang menghubungkan dugaan kecurangan tersebut dengan ceritan yang ada dalam film dokumenter Dirty Vote.

Dalam analisisnya, peta cuitan `kecurangan pemilu` dibahas oleh satu klaster besar. Di dalamnya ada warganet yang pro paslon 01, pro paslon 03, media dan yang netral.

Adapun warganet yang pro-paslon 02 tidak tampak secara signifikan. Mayoritas emosi yang muncul atas isu kecurangan pemilu ini, menurut Ismail Fahmi, adalah "anger" atau marah.

Sebab ada dugaan, praktik kecurangan tersebut sudah direncanakan sejak awal demi menggolkan narasi pemilu satu putaran.

"Marah melihat kecurangan yang begitu jelas di depan mata, TSM (terstruktur, sistematis, dan masif), untuk calon tertentu. Ajakan melawan dinasti politik," sebutnya.

"Kemudian emosi `anticipation` atau harapan dan rencana. Ajakan mengumpulkan bukti kecurangan; tuding kecurangan sudah direncanakan sejak awal agar satu putaran."

Analisis Drone Emprit juga menunjukkan banyak akun yang melaporkan tentang kecurangan dengan mengunggah bukti berupa surat suara yang sudah tercoblos sebelum pemungutan suara digelar.

Salah satu akun di X – dulu bernama Twitter – yang mengkompilasi dugaan kecurangan yakni @linabossanova. Utas yang dibuat paling banyak soal surat suara yang telah dicoblos di berbagai daerah dan luar negeri.

Misalnya di Kecamatan Gunungputri, Kabupaten Bogor; Desa Cangkuang Wetan di Jawa Barat; Tangkerang Selatan di Pekanbaru; Sukabumi; Pejaten Timur di Pasar Minggu, Jakarta Selatan; Sampang, Madura; dan Garut di Jawa Barat.

Lembaga pemantau pemilu Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia menyebut dugaan kecurangan dan pelanggaran yang terjadi pada Pemilu 2024 "lebih parah" ketimbang pemilu sebelumnya.

Sebab menurut Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati, selain karena indikasinya terjadi di banyak provinsi juga tak ada gerak cepat yang dilakukan Bawaslu sebagai pengawas.

Padahal insiden kecurangan atau pelanggaran pemilu akan berdampak pada kepercayaan publik atas pelaksanaan pemilu.

"Ini berkaitan dengan trust (kepercayaan) publik kepada penyelenggara pemilu makin terkikis," imbuh Neni dikutip Law-Justice dari BBC News Indonesia, Sabtu (17/02/2024).

Pantauan DEEP Indonesia di tujuh provinsi antara lain Jawa Barat, Papua Barat Daya, Jawa Timur, Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, Gorontalo dan Lampung menemukan masalah logistik kembali terulang.

Dugaan kecurangan berupa surat suara yang sudah tercoblos menjadi temuan terbanyak ketiga DEEP Indonesia setelah kasus surat suara kurang dan tertukar.

Kasus surat suara telah dicoblos terjadi di delapan TPS, salah satunya di TPS 17, Kecamatan Cisurupan, Kabupaten Garut.

Video berdurasi dua menit yang viral di media sosial tersebut memperlihatkan banyak surat suara Pilpres 2024 sudah ditusuk.

Informasi yang diperoleh DEEP Indonesia, surat suara yang tercoblos itu berjumlah 24 yang terdiri dari 7 surat suara untuk nomor urut 02 dan 17 surat untuk nomor 03.

Neni Nur Hayati, menyakini kasus serupa juga terjadi di wilayah lain. Dari hasil investigasinya di Kabupaten Garut, Jawa Barat, surat suara yang telah dicoblos itu ketahuan ketika petugas KPPS sedang mendistribusikan surat suara, kotak suara, dan lainnya.

Ia pun mendapat kabar bahwa "ada dugaan transaksional" dalam insiden ini yang dilakukan penyelenggara negara di tingkat atas untuk memenangkan salah satu calon.

Dia juga berkata, meski saat ini baru terlapor delapan kasus, tapi peristiwa kecurangannya tak bisa dianggap kecil.

"Ini kejadian luar biasa dan menjadi preseden buruk di Pemilu 2024."

DEEP Indonesia menemukan kasus surat suara tertukar terjadi di 21 TPS dan paling banyak, kata Neni terjadi di Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Di mana antara satu dapil dengan dapil lain tertukar surat suaranya.

"Misal calon A di dapil A, tapi surat suaranya ada di dapil B. Jadi mekanismenya harus ada pemungutan suara lanjutan."

Neni mengatakan surat suara antar-dapil yang tertukar seperti ini kerap terjadi. Penyebabnya kemungkinan karena ketidakcermatan petugas di lapangan lantaran banyaknya surat suara yang harus dicoblos.

Kejadian kurangnya surat suara untuk pemilihan presiden banyak terjadi di Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Akibatnya petugas KPPS harus mengambil surat suara dari TPS terdekat dan untuk sementara waktu pemungutan suara dihentikan.

Di beberapa TPS di Cimahi, Jawa Barat bahkan ada insiden surat suara hilang sehingga proses pencoblosan langsung dihentikan saat itu juga.

"Jadi surat suaranya bener-bener enggak ada satu bundel. Ini kan enggak mungkin dong mestinya, tapi kejadian di lapangan."

Direktur DEEP Indonesia, Neni Nur Hayati, mengatakan pihaknya sudah melaporkan dugaan pelanggaran dan kecurangan itu ke Bawaslu setempat maupun pusat berserta bukt-bukti yang mereka miliki.

Tapi dia mengaku pesimistis Bawaslu bakal bergerak cepat menyelidiki kasus-kasus dugaan kecurangan.

Sebab katanya, selama 75 hari tahapan kampanye saja "peluit Bawaslu masih senyap".

Berbeda dengan yang terjadi pada 2019 lalu yang mana badan pengawas langsung menindak pelaku pelanggaran.

"Bawaslu ini terlalu fokus pada pencegahan dan imbauan dibandingkan penindakan pelanggaran. Padahal justru ketika di lapangan tidak bisa dicegah dan diimbau, harus ditindak secara serius," jelasnya.

"Tapi penindakan sangat-sangat lemah. Pada 2019 putusan sangat progresif bahkan ada caleg yang didiskualifikasi karena terbukti melakukan politik uang di 50 kecamatan."

Sebagai badan pengawas pemilu, menurut Neni, Bawaslu memiliki kewenangan besar untuk menangani pelanggaran pemilu sampai penyelesaian sengketa.

Sehingga dia berharap dalam kasus surat suara yang sudah dicoblos, Bawaslu bisa mencari dan mengungkap aktor utamanya.

Sebab bagaimanapun kepercayaan publik jadi taruhannya.

"Jadi menurutku Bawaslu harus ada keberanian."

(Givary Apriman Z\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar