Arab Saudi Bakal Buka Toko Minuman Beralkohol Pertama di Riyadh

Kamis, 25/01/2024 10:13 WIB
Ilustrasi Bendera Arab Saudi (Foto: Istimewa)

Ilustrasi Bendera Arab Saudi (Foto: Istimewa)

Jakarta, law-justice.co - Otoritas Arab Saudi saat ini tengah bersiap untuk membuka toko alkohol pertamanya di ibu kota Riyadh. Menurut sumber yang mengetahui rencana tersebut, toko ini secara eksklusif akan melayani diplomat non-Muslim.

Menurut sumber dokumen seperti melansir cnbcindonesia.com, pelanggan harus mendaftar melalui aplikasi seluler, mendapatkan kode izin dari kementerian luar negeri, dan mematuhi kuota bulanan dalam pembelian alkohol mereka.

Pemerintah pada Rabu (24/1/2024) juga mengkonfirmasi laporan di media bahwa mereka memberlakukan pembatasan baru terhadap impor alkohol dalam pengiriman diplomatik. Sejauh ini, alkohol hanya tersedia melalui surat diplomatik atau di pasar gelap.

Pusat Komunikasi Internasional (CIC) mengatakan peraturan baru tersebut diberlakukan untuk melawan perdagangan gelap barang dan produk beralkohol yang diterima oleh misi diplomatik.

"Proses baru ini akan terus memberikan dan memastikan bahwa semua diplomat kedutaan non-Muslim memiliki akses terhadap produk-produk ini dalam kuota tertentu," kata CIC dalam sebuah pernyataan.

Pernyataan tersebut tidak membahas rencana penyimpanan minuman beralkohol tetapi mengatakan kerangka kerja baru tersebut menghormati konvensi diplomatik internasional.

Toko baru tersebut terletak di Kawasan Diplomatik Riyadh, sebuah lingkungan tempat tinggal kedutaan dan diplomat, dan akan "dibatasi secara ketat" untuk non-Muslim.

Tidak jelas apakah ekspatriat non-Muslim lainnya akan memiliki akses ke toko tersebut. Jutaan ekspatriat tinggal di Arab Saudi namun kebanyakan dari mereka adalah pekerja Muslim dari Asia dan Mesir.

Sebuah sumber yang mengetahui rencana tersebut mengatakan toko tersebut diperkirakan akan dibuka dalam beberapa minggu mendatang.

Arab Saudi memiliki undang-undang ketat yang melarang meminum alkohol yang dapat dihukum dengan ratusan cambukan, deportasi, denda, atau penjara dan ekspatriat juga menghadapi deportasi.

Sebagai bagian dari reformasi, hukuman cambuk telah banyak digantikan dengan hukuman penjara.

Langkah ini merupakan tonggak sejarah dalam upaya kerajaan tersebut, yang dipimpin oleh Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MBS), dalam membuka negara Muslim ultra-konservatif untuk pariwisata dan bisnis.

Hal ini juga merupakan bagian dari rencana yang lebih luas yang dikenal sebagai Visi 2030 untuk membangun perekonomian di luar minyak.

Visi 2030 juga mencakup pengembangan industri lokal dan pusat logistik serta bertujuan untuk menambah ratusan ribu lapangan kerja bagi warga negara Saudi.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar