Stafsus Sri Mulyani Ungkap Risiko Greenflation, Ini Penjelasannya

Selasa, 23/01/2024 17:40 WIB
energi ramah lingkungan. shutterstock

energi ramah lingkungan. shutterstock

Jakarta, law-justice.co - Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Kebijakan Fiskal dan Makroekonomi Masyita Crystallin memaparkan soal greenflation, istilah yang diungkapkan calon wakil presiden (cawapres) nomor 2, Gibran Rakabuming Raka pada Debat Cawapres 2024, Selasa 23 Januari 2024.

Menurut Masyita, greenflation adalah naiknya harga barang dan jasa sebagai akibat dari penerapan upaya transisi hijau. Misalnya, komitmen meningkatkan bauran energi terbarukan, menerapkan praktik pajak dan upaya transisi hijau lainnya.

Masyita pun menjelaskan risiko greenflation muncul ketika dunia berkomitmen untuk meningkatkan bauran energi terbarukan (EBT). Kebutuhan EBT meningkat, permintaan EBT pun bertambah.

"Namun, persediaan EBT masih terbatas akibat kapasitas produksi. Persediaan yang terbatas tidak dapat memenuhi permintaan EBT," kata Masyita di slide unggahannya di Instagram, Selasa 23 Januari 2024.

Sesuai prinsip ekonomi, akibat persediaan terbatas, maka harga akan naik. Hal ini akan berimbas pada harga barang dan jasa lainnya. Inilah yang menimbulkan greenflation.

"Karena risiko-risiko inilah kebijakan transisi hijau harus dibentuk dengan prinsip, adil dan terjangkau. Agar efek samping dari transisi hijau tidak semakin merugikan kita," jelas Masyita dilansir dari CNBC Indonesia.

Sementara itu, Guru Besar Ilmu Ekonomi Moneter Fakultas Ekonomi dan Bisnis (FEB) Universitas Indonesia (UI) Telisa Aulia Falianty menilai greenflation merupakan kenaikan harga akibat pajak lingkungan. Ini karena adanya integrasi antara eksternalitas negatif terhadap harga barang dan jasa, dan dengan cara tersebut dapat memengaruhi perilaku konsumen.

Dengan adanya pajak lingkungan, mendorong konsumen untuk melakukan konsumsi dengan cara yang lebih berkelanjutan dan hal tersebut merupakan terobosan nyata dalam transisi ekologis, kata Telisa berdasarkan laporan The Council on Business & Society pada 2022.

Ia pun menekankan, transisi ke kondisi baru yang stabil tidak terjadi secara gratis, akan ada biaya yang harus dibayarkan untuk menggunakan tindakan ramah lingkungan, yang mencerminkan tujuan ganda, yaitu untuk melindungi bumi dan hak untuk menentukan nasib sendiri.

Maka, dia berpendapat untuk mengantisipasi permasalahan yang berpotensi menimbulkan greenflation diperlukan dukungan fiskal untuk melindungi masyarakat yang paling rentan.

 

(Gisella Putri\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar