Nawaitu Redaksi

Wacana Pemakzulan Presiden Jokowi, Belajar dari Sejarah Reformasi 1998

Minggu, 14/01/2024 09:01 WIB
Penampakan Patung Jokowi di Karo, Sumatera Utara. (Istimewa).

Penampakan Patung Jokowi di Karo, Sumatera Utara. (Istimewa).

Jakarta, law-justice.co - Isu upaya pemakzulan atau impeachment terhadap Presiden Joko Widodo yang kembali mencuat setelah koalisi masyarakat sipil yang menamakan diri Petisi 100 mendatangi Menkopolhukam Mahfud MD. Dalam perjumpaan di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, pada Selasa, 9 Januari 2024 lalu itu mereka meminta Mahfud memakzulkan Jokowi sebelum Pemilu 2024.

Koalisi LSM ini tegas meminta kepada Mahfud agar Pemilu 2024 tanpa Jokowi. Menurut peraturan perundang-undangan, memakzulkan presiden atau wakil presiden harus melalui pengajuan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutus yang bersangkutan memenuhi syarat pemakzulan, yakni; korupsi, menghianati negara, berbuat tercela, atau tak lagi memenuhi syarat sebagai presiden.

Menurut studi Pemakzulan Terhadap Presiden dan atau Wakil Presiden Ditinjau dari Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam Jurnal Surya Kencana Satu: Dinamika Masalah Hukum dan Keadilan, langkah pemakzulan presiden dimulai dengan DPR terlebih dahulu meminta MK memeriksa, mengadili, dan memutus bahwa presiden telah melanggar hukum atau tak lagi memenuhi syarat.

Harus ada pengajuan permintaan DPR kepada MK dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya dua dari tiga jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna, yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya dua per tiga dari jumlah keseluruhan anggota DPR. MK wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya paling lama 90 hari setelah permintaan DPR diterima.

Apabila MK memutuskan bahwa presiden terbukti melanggar hukum atau tak lagi memenuhi syarat, DPR Kemudian menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian presiden kepada MPR. MPR wajib menyelenggarakan sidang untuk memutuskan usul DPR tersebut paling lambat 30 hari sejak MPR menerima usul tersebut.

 

Merespons permintaan pemakzulan terhadap Presiden Jokowi oleh Koalisi Masyarakat Sipil Petisi 10p karena dinilai cawe-cawe atau ikut campur dalam Pilpres 2024, Ketua DPR RI Puan Maharani meminta semua pihak menjalani konstitusi sesuai aturan yang ada.

“Kita jalankan konstitusi sesuai dengan aturan yang ada. Aspirasi silakan disampaikan,” ujar Puan saat ditemui wartawan di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, seusai meresmikan GOR Bung Karno, Kamis, 11 Januari 2024.

Semakin mendekati pelaksanaan Pemilu 2024, Ketua DPP PDIP ini minta masyarakat tetap menjaga situasi demi terciptanya kedamaian. Ia juga mengingatkan semua aparat dan penegak hukum netral. “Kita tetap menjaga situasi menjelang Pemilu 2024 ini supaya damai. Kemudian terjaganya netralitas semua aparat dan penegak hukum,” ujarnya.

Secara terpisah menurut Wakil Ketua MPR RI, Yandri Susanto juga buka suara atas permintaan pemakzulan presiden Jokowi yang datang dari Koalisi Masyarakat Sipil Petisi 100 kepada Mahfud MD tersebut. Yandri menegaskan sejauh ini belum ada satu alasan apa pun untuk memakzulkan kepala negara. Pihaknya mengatakan pemerintahan Indonesia berjalan dengan normal.

“Belum ada satu alasan apa pun untuk pemakzulan Jokowi. Negara kita masih berjalan dengan normal,” kata Yandri, Rabu, 10 Januari 2023. Yandri, yang juga Wakil Ketua Umum PAN ini mengatakan pendapatannya itu terbukti dari sejumlah survei yang menunjukkan angka kepuasan kinerja terhadap Jokowi amat tinggi. Menurutnya, lebih baik untuk mengikuti proses pemilu yang ada. Toh, kata dia, rakyat yang pada akhirnya akan menentukan.

Sebelumnya, sejumlah tokoh yang menamakan diri Petisi 100 mendatangi Menkopolhukam Mahfud MD di Kantor Kemenko Polhukam, Jakarta, pada Selasa, 9 Januari 2024 lalu. Salah satu agendanya, mereka meminta Mahfud memakzulkan Jokowi sebelum Pemilu 2024. Namun, mantan Ketua MK ini mengatakan upaya itu mustahil dilakukan. Mengingat pemakzulan memerlukan lebih dari sebulan.

“Pemilu sudah kurang 30 hari. (Pendakwaan) di tingkat DPR aja tidak bakal selesai untuk mencari sepertiga (anggota) DPR yang memakzulkan, belum lagi sidangnya (di MK),” kata Mahfud usai hadir pada forum ‘Tabrak Prof’ di STK Ngagel, Surabaya, Rabu malam.

Sementara itu, Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana mengatakan isu mengenai pemakzulan Presiden Jokowi adalah mimpi politik. Istana menerima kritik terhadap Presiden, namun mengingatkan ada pihak yang mengambil kesempatan menjelang Pemilu 2024. Dalam negara demokrasi, kata Ari, menyampaikan pendapat, kritik atau bahkan mimpi-mimpi politik adalah sah-sah saja.

Sementara aktivis mahasiswa kampus di berbagai daerah terus menggemakan agar menolak politik dinasti Jokowi dan menolak pencalonan Gibran yang dinilai cacat hukum dan melanggar etika.

Jika Jokowi tidak merespon tuntutan tersebut, para aktivis mahasiswa ini sudah siap menggelar demo besar bersamaan di akhir Januari dengan tuntutan pemakzulan Jokowi. Akankah gerakan mahasiswa ini semakin membesar dan mengulangi aksi reformasi 1998? 

(Warta Wartawati\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar