Nawaitu Redaksi,

Indikasi Pemilu Curang Kian Benderang, Sengaja Mau Bikin Kekacauan?

Minggu, 31/12/2023 12:51 WIB
Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menggelar simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 perdana yang berlangsung di Kantor KPU Jakarta Timur, Pulogadung, Senin (18/12/2023). Simulasi ini salah satunya bertujuan untuk mempersiapkan bimbingan teknis bagi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), serta Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Juga memproyeksikan secara detail bagaimana pelayanan di tempat pemungutan suara (TPS) untuk masyarakat yang

Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta menggelar simulasi pemungutan dan penghitungan suara Pemilu 2024 perdana yang berlangsung di Kantor KPU Jakarta Timur, Pulogadung, Senin (18/12/2023). Simulasi ini salah satunya bertujuan untuk mempersiapkan bimbingan teknis bagi Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK), Panitia Pemungutan Suara (PPS), serta Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS). Juga memproyeksikan secara detail bagaimana pelayanan di tempat pemungutan suara (TPS) untuk masyarakat yang

Jakarta, law-justice.co - Dalam waktu yang tidak terlalu lama lagi, pemilu 2024 akan segera tiba. Bau pemilu sudah tercium dimana mana baik di kota maupun desa. Inilah pemilu keempat di era reformasi yang digelar untuk menentukan nasib bangsa Indonesia lima tahun kedepannya.

Dibandingkan dengan pemilu pemilu sebelumnya, penyelenggaraan pemilu kali ini nampak begitu berbeda. Perbedaan yang paling mencolok barangkali terletak pada nuansa kecurangan yang mewarnai perjalanannya. Bau kecurangan pemilu sudah tercium sejak awal mula jauh sebelum tahapan pemilu dilaksanakan oleh pihak penyelenggara.

Semakin mendekati pemilu, indikasi adanya kecurangan itu nampak kian merajalela. Benarkah indikasi kecurangan pemilu 2024 semakin nampak terhidang di depan mata ? Seperti apa data faktualnya?

Mengapa pemilu yang bermartabat itu menjadi harapan kita bersama untuk mewujudkannya ?. Apakah kecurangan kecurangan pemilu yang terjadi saat ini  memang sengaja di ciptakan untuk kepentingan pemerintah yang sekarang berkuasa ?

Kecurangan Itu

Sejumlah masalah memang mewarnai perjalanan penyelenggaraan pemilu 2024 mulai dari penetapan calon Presiden dan Wakil Presiden yang dinilai cacat hukum karena memperalat Mahkamah Konsitusi (MK), sepinya minat warga untuk menjadi anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah), hingga adanya gugatan partai politik yang semula dinyatakan tidak lolos verifikasi namun kemudian dinyatakan lolos oleh Pengadilan untuk ikut pemilu tetapi tahapan pemilunya sudah jauh berjalan sehingga ketinggalan kereta.

Diantara serangkaian masalah dalam penyelenggaraan pemilu 2024 tersebut, yang paling terasa adalah bau kecurangannya. Kecurangan yang berkaitan dengan penyelenggaraan pemilu 2024 yang melibatkan netralitas penyelenggara negara / aparatur negara mulai tingkat yang tertinggi hingga aparat daerah di hampirseluruh wilayah Indonesia.

Tanda tanda pelaksanaan pemilu 2024 bakal berlangsung curang sebenarnya sudah banyak disuarakan oleh para tokoh bangsa. Untuk sekadar contoh, Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pernah mengendus adanya tanda-tanda pemilu 2024 tidak jujur dan adil alias bakal berlangsung curang dalam pelaksanaannya.Kekhawatiran yang sama juga pernah  di ungkapkan oleh Megawati Soekarno Putri, presiden kelima Indonesia.

Serangkaian kecurangan pemilu yang mengindikasikan tidak netralnya penyelenggara pemilu dan aparatur negara diantaranya adalah:

Pertama, Pencabutan Enam Izin Kampanye Anies Baswedan-Muhaimin (AMIN). Seperti diberitakan izin kampanye AMIN di 6 Lokasi Tiba-tiba Dicabut dengan seenaknya. Ijin kampanye Anies yang dicabut tiba tiba itu diantaranya acara silaturahmi akbar Anies Baswedan dan Partai NasDem di Taman Ratu Sultanah Safiatuddin Aceh, izin pemakaian Stadion Patriot Candrabhaga Bekasi untuk acara senam yang bakal dihadiri Anies Baswedan, Pencabutan izin penggunaan tempat untuk safari politik Anies Baswedan di Pekanbaru, Riau.

Selain itu ada upaya pencabutan Izin kegiatan Anies Baswedan di Ciamis dan Tasikmalaya. Ada juga pencabutan izin penggunaan gedung Indonesia Menggugat di Bandung, hanya beberapa jam sebelum acara digelar serta Pencabutan izin acara "Desak Anies" di Arena Terbuka Taman Budaya Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB).

Kedua, Pelibatan Aparat Desa Di Seluruh Indonesia Untuk Pemenangan Paslon Nomor 2. Acara tersebut dihelat pada 19 November 2023 lalu di Senayan dengan tajuk Silaturahmi Nasional Desa Bersatu. Acara itu diikuti oleh 8 perangkat desa. Publik melihat paslon nomor dua diduga memobilisasi para kepala desa untuk hadir dalam acara tersebut termasuk Cawapres Gibran juga ikut hadir di sana.  

Terkait dengan acara ini terkesan aparat penegak hukum khususnya dari Bawaslu seperti tidak berdaya menegakkan aturan pemilu sebagaimana mestinya. Hal ini sangat berbeda jika paslon lain yang melakukannya.

Ketiga, Pelanggaran Kampanye Pemilu Saat Acara Car Free Day (CFD) pada 3 Desember 2023. Dalam acara ini cawapres nomor urut 2 yaitu Gibran Rakabuming Raka beserta istrinya membagikan susu kotak kepada warga yang hadir disana.  Padahal, sudah jelas di dalam Peraturan Gubernur DKI Jakarta, bahwa CFD terlarang untuk aktivitas politik dari pihak manapun juga. Tapi lagi lagi Bawaslu dan pihak terkait terkesan menutup mata.

Ke empat, Pelibatan Anak Anak dalam Kampanyenya. Pelibatan anak anak dalam kampanye berlangsung di Penjaringan Jakarta Utara pada 1 Desember 2023  Saat itu, anak-anak yang hadir di kampanye paslon nomor urut 2 dibiarkan bahkan sengaja agar naik ke atas panggung untuk dibagikan buku dan susu kepada mereka. Pelibatan anak anak dalam kampanye jelas menyalahi ketentuan yang ada tetapi pihak terkait sepertinya tidak melakukan tindakakan apa- apa dan terkesan membiarkannya.

Ke lima, Menteri dan Kepala Daerah Yang Masih Menjabat Tidak Melepaskan Jabatannya. Saat ini mereka yang masih menjadi Menteri dan kemudian maju sebagai calon Presiden atau Wakil Presiden masih menduduki jabatannya seperti Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menkopolhukam Mahfud MD maupun Walikota Solo Gibran Rakabuming Raka.  Kondisi ini secara sengaja membuka peluang bagi penggunaan fasilitas dan dana jabatan bagi keperluan penggalangan atau kampanyenya.

Selain contoh pelanggaran pelanggaran tersebut, sebenarnya indikasi pemilu curang telah di lama tercium baunya. Hal ini berkaitan erat dengan gerakan tiga periode dan penundaan pemilu yang sempat menjadi isu yang cukup lama mewarnai pemberitaan media massa.

Bagaimanapun kecurangan pemilu memang sangat mungkin dilakukan oleh penguasa beserta kaki tangannya. Negara dengan seluruh cabang dan kekuatan yang dimiliki justru menjadi pihak yang paling berpotensi melakukan kecurangan karena memang sedang berkuasa.

Bukan sekadar kecurangan yang remeh temeh dan tiada berpola, melainkan kecurangan yang bersifat masif, sistematis, bahkan terstruktur yang tidak bisa dilakukan oleh elemen bangsa lainnya. Bentuknya bisa macam-macam, bisa berupa intervensi atau penyalahgunaan kewenangan sampai mengerahkan aparat secara diam diam untuk menyokong calon yang menjadi jagoannya.

Prakondisi untuk menciptakan  pemilu 2024 bakal  berlangsung curang sebenarnya sudah berlangsung cukup lama. Para pengamat sudah memberikan tanda tanda yang menyertainya, diantaranya:

Pertama, pembatasan jumlah calon Presiden dan Wakil Presiden melalui Presidensial Treshold (PT) 20 % yang dinilai sebagai upaya untuk menjaga kepentingan istana. PT20 % itu dinilai efektif untuk menjaga kemapanan kekuasaan oligarki dalam memajukan calon calon yang diusungnya. Dengan minimnya pasangan dalam kompetisi maka akan lebih memudahkan cukong untuk bermain dengan kecurangan yang sistematik dan terproteksi selain untuk menghemat dana. Pembatasan melalui PT juga efektif untuk upaya menjegal calon calon pemimpin bangsa yang berpotensi mengganggu calon yang di usung istana.

Kedua, sehubungan dengan banyaknya Kepala Daerah yang habis masa jabatan pada tahun 2022 maka perlu ditetapkan Penjabat Kepala Daerah baik Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Kewenangan ini ada pada tangan Presiden, melalui Mendagrinya. Dengan adanya kewenangan ini membuat pihak istana lebih leluasa menjangkau para Gubernur atau Walikota/Bupati “tunjukan” tersebut untuk menjalankan misinya. Karena seperti kita ketahui sejauh ini Kepala Daerah mempunyai posisi strategis untuk penggiringan suara daerah kepada calon calon tertentu yang dikehendakinya.

Ketiga, Hasyim Asy’ari Ketua KPU RI terpilih Periode 2022-2027 yang diperkuat oleh enam komisioner lainnya untuk bisa menjadi pelaksana penyelenggara pemilu 2024 dicurigai sebagai hasil seleksi Tim KPU untuk menjaga kepentingan istana. Sebab Ketua Tim Seleksi KPU adalah mantan Tim Sukses pasangan Jokowi-Ma’ruf Amin yang sekarang berkuasa. Sebagaimana KPU terdahulu, kekhawatiran terbentuk KPU yang tidak independent sangat beralasan tentunya. KPU yang bukan menjadi wasit yang adil melainkan berpihak pada kandidat yang didukungnya.

Ke empat, adanya perpanjangan masa jabatan hakim MK juga dicurigai untuk sarana mengamankan hasil pemilu jika nantinya di gugat ke MK. Sebagaimana diketahui, UU MK telah mengubah masa jabatan Hakim MK menjadi 15 tahun lamanya. Hakim MK saat ini akan menjadi Hakim yang mengadili sengketa Pilpres 2024 nantinya.

Ke lima, masih digunakannya kotak kardus sebagai salah satu sarana/ alat untuk menampung hasil  pemungutan suara pada pemilu 2024 pada hal pengalaman pada Pemilu tahun 2014 dan 2019 bahwa kotak kardus itu terlalu mudah dirusak dan rawan untuk disalahgunakan penggunaannya.

Ke-enam, masih ditemukannya data tentang  pemilih ganda dan para pemilih yang bukan WNI, dengan menggunakan beberapa KTP. Adanya pemilih ganda ini akan sangat rawan disalahgunakan terutama oleh mereka yang mempunyai akses ke data tersebut yang pada umumnya di kuasai oleh pihak yang sekarang berkuasa.

Ke-tujuh, adanya pernyataan dari Presiden yang secara terus terang mengatakan akan cawe cawe pada pelaksanaan pemilu 2024. Meskipun Jokowi mengaku, cawe-cawe yang dia maksud adalah untuk bangsa dan negara tetapi narasi yang berkembang dimasyarakat justru sebaliknya. Cawe cawe lebih dimaknai sebagai upaya Jokowi untuk mengamankan kepentingan politiknya.

Ke-delapan, Munculnya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang Ketentuan Tambahan Pengalaman Menjabat dari Keterpilihan Pemilu dalam Syarat Usia Minimal Capres/Cawapres, yang dinilai kontroversial dan sarat penyelundupan hukum .Diduga keputusann ini sengaja dibuat untuk memberikan karpet merah bagi pencalonan anak presiden Gibran Rakabuming Raka. Dari proses pencalonannya saja sudah menyalahi etik, sarat nuansa nepotisme maka tidak terbayang langkah langkah curang yang akan terjadi dalam proses selanjutnya

Ke sembilan, Adanya aksi pencopotan baleho dan spanduk pasangan capres cawapres tertentu diberbagai daerah yang bukan dari kubu penguasa. Pencopotan spanduk dan baleho ini terkesan dilakukan secara sepihak yang menguntungkan paslon tertentu yaitu yang didukung oleh penguasa.

Ke sepuluh, Dugaan Penyalahgunaan kekuasaan oleh pejabat negara yang seharusnya netral. Hal ini seperti yang ditunjukkan oleh Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Paiman Raharjo yang memimpin rapat pemenangan calon presiden dan calon wakil presiden, Prabowo-Gibran Rakabuming Raka.

Selain Paiman, ada sekitar 8 Menteri dan Wamen  di kabinet Jokowi yang terang-terangan mendukung pasangan  Prabowo-Gibran di Pilpres 2024.Mereka adalah :Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Budi Arie Setiadi, Menteri Investasi Bahlil Lahadalia, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Perindustrian Agus Gumiwang , Wakil Menteri BUMN Rosan Roeslani, Wakil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (Wamendes PDTT) Paiman Raharjo.

Apa yang dikemukakan diatas hanya sebagian dari penanda saja bahwa Pemilu 2024 memang berpotensi untuk berlangsung curang karena adanya kepentingan istana yang  harus diamankan supaya kalau terjadi pergantian rejim penguasa mereka tetap aman aman saja tidak sampai dipersoalkan kemungkinan pelanggaran hukum yang telah dilakukannya.

Pemilu Bermartabat dan Demokratis

Serangkaian data dan fakta indikasi pemilu curang sebagaimana dikemukakan diatas tentunya sangat memprihatinkan kita sebagai warga bangsa.Pada hal terselenggaranya pemilu secara demokratis  dan bermartabat menjadi dambaan setiap warga negara Indonesia.

Pemilu bermartabat merupakan akumulasi dari penyelenggaraan pemilu yang berkualitas, ditandai dengan lahirnya kontestasi yang sehat tanpa persaingan politik ‘hitam’ yang hanya mementingkan kelompok tertentu saja.

Sementara pelaksanaan pemilu dikatakan berjalan secara demokratis apabila setiap warga negara Indonesia yang mempunyai hak pilih dapat menyalurkan pilihannya secara langsung, umum, bebas, jujur, adil dan rahasia.

Oleh karena itu Pemilu  sebagai sarana bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatan rakyat, mewujudkan negara demokratis serta mengakomodasi beragamnya kepentingan dan aspirasi masyarakat, harus dihormati dan dijaga oleh seluruh warga bangsa termasuk penguasa sebagai penanggungajawabnya.

Akhir akhir ini kita cukup prihatin melihat kondisi pelaksanaan pemilu yang sarat dengan praktek praktek curang tapi terkesan dibiarkan saja. Semuanya memang berawal dari keinginan tokoh atau kelompok orang yang ingin menang pemiu dengan menghalalkan segala cara. Pokoknya harus menang tidak peduli dengan kondisi bangsa yang sedang tidak baik baik saja.

Pada hal buat apa menang pemilu kalau bangsa ini menjadi terbelah, kehidupan demokrasi terancam eksistensinya dan rakyat tidak kunjung merasakan kesejahteraan yang sudah lama menjadi impiannya ?.

Dalam kaitan tersebut patut diapresiasi pernyataan dari Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir yang mengingatkan semua kontestan Pemilu 2024 agar tidak mengedepankan pragmatisme politik dan hanya mementingkan kemenangan saja.

”Kami tidak ingin pendangkalan politik dan disorientasi kenegaraan terjadi karena proses pemilu yang serba pragmatis, yang serba oportunistik, yang hanya mementingkan kemenangan,” ujarnya saat diskusi ”Refleksi Akhir Tahun 2023” bersama sejumlah pemimpin redaksi media massa di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jakarta, Kamis (28/12/2023).

Haedar juga mengingatkan penyelenggara pemilu, yakni Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), untuk menjaga martabat dan marwah institusi masing-masing. KPU sebagai penyelenggara dan Bawaslu sebagai pengawas harus menjalankan fungsi sesuai peraturan perundang-undangan di Indonesia.

Pimpinan KPU dan Bawaslu harus menjaga martabat diri dan martabat bangsa karena menjadi salah satu penentu kesuksesan pemilu nantinya.”Jangan ada yang masuk angin, angin timur, selatan, utara, barat, karena pertaruhannya terlalu besar,” katanya seperti dikutip media.

Bagaimanapun Pemilu yang bermartabat dan demokratis dapat terlaksana dengan sempurna ketika ekosistem di dalamnya seperti pemerintah, penyelenggara pemilu, pengawas pemilu, peserta pemilu, kawula pers, serta masyarakat sebagai pemilih mendapatkan edukasi politik yang memadai dan matang dalam menentukan sikapnyanya (memilih) calon wakilnya yang mampu mengemban arah kemajuan menuju negara yang sejahtera.

Elemen yang ada dalam ekosistem pemilu yang bermartabat dan demokratis tersebut harus mengedepankan komitmen bersama, kesungguhan untuk bersinergi demi kematangan dan kedewasaan kita dalam politik dan demokrasi di Indonesia.

Mau Bikin Kekacauan ?

Meskipun pelaksanaan pemilu yang bermartabat dan demokratis menjadi harapan bersama seluruh elemen warga bangsa tetapi nyatanya akhir akhir ini nampaknya semakin menjadi barang langka. Karena pada kenyataannya bau kecurangan mulai tercium dimana mana.

Nampaknya kegagalan dalam melaksanakan misi tiga periode dan menunda pemilu berujung pada pelaksanaan pemilu curang untuk kepentingan penguasa. Sementara itu fenomena  pasangan lain Anies-Muhaimin dan Ganjar Mahfud meski berslogan menang, bahkan dalam satu putaran, akan tetapi sesungguhnya mereka terancam bahaya.Dengan keterbatasan fasilitas dan tanpa dukungan dari kekuasaan, maka posisinya menjadi “underdog” melawan pasangan Prabowo-Gibran Rakabuming Raka

Patut diduga bahwa sentral dari kecurangan pemilu yang terjadi saat ini memang bersumber pada sosok Jokowi yang sejak awal menyatakan terus terang akan cawe cawe dalam pemilu sehingga dapat dikatakan penyakit dari kecurangan pemilu kali ini berpangkal kepadanya.

Dengan terjadinya kecurangan yang terstruktur, massif dan sistematis bisa saja membuat dua pasang capres cawapres lainnya yaitu pasangan Anies-Muhaimin dan Ganjar-Mahfud MD mengambil sikap fundamental dengan memboikot penyelenggaraan pemilu nantinya.  Dengan alasan pemilu tidak lagi terselenggara secara bermartabat dan demokrasi karena sarat kecurangan didalamnya sementara penegakan hukum tidak ada maka potensi boikot pemilu adalah salah satu endinya.

Kalau benar nantinya ada boikot pemilu maka akan terjadi kekacauan dan krisis konstitusional sebab Pemerintahan eksekutif akan kosong karena presiden beserta jajarannya telah habis masa jabatannya. Kondisi ini bisa menjadi penyebab pada perpanjangan masa jabatan presiden yang yang sekarang berkuasa. Hal itu bisa dilakukan melalui sidang MPR jika benar-benar terjadi ada boikot nantinya.

Selain itu boikot pemilu bisa  berujung pada penundaan pemilu 2024. Hal ini mungkin saja terjadi tanpa diduga duga sebelumnya. Siapa menyangka tahun 1999 Habibie ditolak pidato pertanggung jawabannya yang membuat ia lengser dari kekuasaannya ?.

Apakah kecurangan kecurangan pemilu yang terjadi saat ini memang sengaja dibiarkan tidak di tegakkan hukumnya secara fair untuk memancing adanya keributan supaya nantinya Presiden bisa menunda pemilu untuk memperpanjang jabatannya ?. Atau dijadikan sarana untuk memancing sikap lawan politik agar memboikot pemilu yang berujung juga pada perpanjangan masa jabatan presiden yang sekarang berkuasa ?.

Skenario lain bisa terjadi saat ini dimana Pemerintahan Presiden Jokowi sedang mengalami krisis politik multidimensi. Mulai dari krisis moral, krisis dukungan politik, krisis kebijakan dan krisis electoral hingga merebaknya praktek kecurangan pemilu.

Kondisi tersebut bisa memicu upaya untuk memakzulkan Presiden Jokowi dari jabatannya sebagai Presiden Republik Indonesia. Namun agenda pemakzulan ini bisa jadi merupakan suatu pancingan juga agar partai partai dan legislative merealisasikan agenda pemakzulannya. Karena kalau benar agenda pemakzulan itu dijalankan maka konsekuensinya akan mengganggu  tahapan-tahapan pemilu sehingga pemilu tidak dapat dilaksanakan sesuai jadwal semula.

Kalau tahapan pemilu terganggu dan tidak bisa dijalankan sebagaimana waktu yang telah ditetapkan sebagai rencana semula maka konsekuensinya akan ada masa perpanjangan masa jabatan presiden sehingga lagi lagi yang di untungkan adalah orang yang ingin pemilu ditunda karena akan diperpanjang masa jabatannya.

Lalu bagaimana halnya kalau pemilu tetap dijalankan tetapi pemilu curang itu menyebabkan gerakan massa dan memancing anarkisme yang meluas dimana mana ?. Kalau hal itu terjadi ditengah suasana kampanye, maka undang-undang darurat bisa diberlakukan oleh kepala negara. Yang namanya darurat maka Presiden bisa saja melakukan tindakan darurat termasuk menangkap tokoh tokoh bangsa yang tidak sejalan dengan kebijakannya.

Kita tentu berharap semua itu tidak terjadi karena kalau sampai terjadi  akan menjadi catatan hitam bagi perjalanan demokrasi di Indonesia. Kita berharap semuanya akan baik baik saja dan pemilu terselenggara dengan bermartabat dan demokratis untuk kepentingan rakyat, bangsa dan negara. Penguasa dengan sukarela meninggalkan kursi jabatannya tanpa harus memaksakan segala cara untuk memenangkan jagoannya. Semoga.

 

(Tim Liputan News\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar