Esensi Gratifikasi: Pengertian, Aturan Hukum, Unsur dan Sanksinya

Sabtu, 23/12/2023 10:28 WIB
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Menahan Tersangka Kasus Gratifikasi. Robinsar Nainggolan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Menahan Tersangka Kasus Gratifikasi. Robinsar Nainggolan

Jakarta, law-justice.co - Apakah yang dimaksud dengan Gratifikasi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), gratifikasi berarti pemberian yang diberikan karena layanan atau manfaat yang diperoleh seseorang.

Artinya Gratifikasi dapat dipahami dengan sebagai penerimaan hadiah yang memberi keuntungan kepada seseorang dalam jabatan tertentu. Dalam berbagai bentuknya, menjadi perhatian serius dalam upaya menjaga integritas dan transparansi dalam tindakan pemerintahan.

Menurut laman resmi Kementerian Komunikasi dan Informatika, gratifikasi adalah segala jenis pemberian yang diterima oleh Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara (Pn/PN).

Namun, gratifikasi sendiri adalah konsep netral yang berarti tidak semua penerimaan pemberian tersebut dianggap sebagai tindakan terlarang atau kesalahan. Seperti dikutip dari buku "Pendidikan Anti Korupsi" oleh Dr. Kasmanto Rinaldi, SH, M.Si dan kawan-kawan, praktik gratifikasi memiliki relasi yang kuat dengan korupsi. Adapun gratifikasi dibedakan dalam 2 jenis yang meliputi, gratifikasi sebagai praktik budaya dan gratifikasi sebagai praktik korupsi.

Sebagai suatu praktik budaya, gratifikasi dilakukan dengan memberikan hadiah atau sumbangan dalam suatu peristiwa atau acara tertentu. Pemberian hadiah dalam praktik ini mempunyai dimensi sosial dan memiliki kewajaran, dalam artik diketahui banyak orang karena bersifat terbuka.

Hadiah dalam konteks ini juga diartikan secara jelas sebagai tanda dukungan, solidaritas, hubungan kekerabatan atau apresiasi. Sementara pemberian gratifikasi dalam praktik korupsi biasanya diberikan kepada seseorang yang memiliki kekuasaan atau kekayaan. Pemberian hadian ini menunjukkan bahwa seseorang mempunyai jasa yang layak dihargai dengan memberikan hadiah.

Peraturan Gratifikasi
Gratifikasi seperti dijelaskan dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

- Pasal 12 B ayat 1

Setiap gratifikasi kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dianggap pemberian suap, apabila berhubungan dengan jabatannya dan yang berlawanan dengan kewajiban atau tugasnya, dengan ketentuan sebagai berikut:

a. yang nilainya Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah) atau lebih, pembuktian bahwa gratifikasi tersebut bukan merupakan suap dilakukan oleh penerima gratifikasi;

b. yang nilainya kurang dari Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah), pembuktian bahwa gratifikasi tersebut suap dilakukan oleh penuntut umum.

- Pasal 12 C

Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12B Ayat (1) tidak berlaku, jika penerima melaporkan gratifikasi yang diterimanya kepada Komisi Tindak Pidana Korupsi.

Unsur-unsur Gratifikasi
Dikutip dari buku "Pendidikan Anti Korupsi" oleh Dr. Kasmanto Rinaldi, SH, M.Si dan kawan-kawan, unsur-unsur gratifikasi yakni pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima gratifikasi yang berhubungan dengan jabatan dan berlawanan dengan kewajibannya.

Penerimaan gratifikasi yang diterima tersebut tidak dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kurun waktu 30 hari sejak gratifikasi tersebut diterima.

Sementara dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan RI, berikut adalah beberapa unsur dari gratifikasi.

1. Gratifikasi didapatkan dari pihak yang memiliki hubungan jabatan dengan penerima. Makna dari unsur "berhubungan dengan jabatan" tersebut ditafsirkan oleh Arrest Hoge Raad (Putusan Mahkamah Agung Belanda) tanggal 26 Juni 1916 sebagai berikut:

a) Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara (Pn/PN) tidak perlu berwenang melakukan permintaan langsung dari pemberi, namun cukup bahwa jabatannya memungkinkan untuk memenuhi kehendak pemberi.

b) "Berhubungan dengan jabatan" tidak harus berdasarkan peraturan tertulis, tetapi cukup bahwa jabatan memungkinkan tindakan yang diinginkan pembeli.

2. Penerimaan gratifikasi bertentangan dengan kewajiban atau tugas yang diemban oleh penerima.

3. Penerimaan gratifikasi melanggar hukum yang berlaku, tidak hanya sebatas aturan tertulis tetapi juga memperhatikan norma etika dan moral masyarakat. Unsur ini tidak bergantung pada tindakan yang diambil atau tidak diambil oleh penerima sebelum atau setelah penerimaan gratifikasi.

5. Penerimaan gratifikasi bisa menimbulkan konflik kepentingan antara penerima dan pemberi.

6. Penerimaan gratifikasi tidak dilaporkan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam waktu 30 hari kerja setelah menerima gratifikasi.

Sanksi Gratifikasi
Bagi yang terlibat dalam gratifikasi juga diatur pada Pasal 12 B ayat 2 dalam Undang-Undang RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang berbunyi.

Pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Penyelenggara Negara yang Wajib Melaporkan Gratifikasi
Melansir dari laman resmi KPK, sesuai yang telah diatur dalam Undang-Undang No. 28 Tahun 1999, Bab II Pasal 2 Penyelenggara Negara yang wajib melaporkan gratifikasi antara lain:

1. Pejabat Negara pada Lembaga Tertinggi Negara

2. Pejabat Negara pada Lembaga Tinggi Negara

3. Menteri

4. Gubernur

5. Hakim

6. Duta Besar

7. Wakil Gubernur

8. Bupati / Walikota dan Wakilnya

9. Pejabat lainnya yang memiliki fungsi strategis, meliputi:

- Komisaris, Direksi, dan Pejabat Struktural pada BUMN dan BUMD
- Pimpinan Bank Indonesia
- Pimpinan Perguruan Tinggi
- Pimpinan Eselon Satu dan Pejabat lainnya yang disamakan pada lingkungan Sipil dan Militer
- Jaksa
- Penyidik
- Panitera Pengadilan
- Pimpinan Proyek atau Bendaharawan Proyek
- Pegawai Negeri.

Sementara itu, berdasarkan UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor, Penyelenggara Negara yang wajib melaporkan gratifikasi adalah.

1. Pegawai pada Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi

2. Pegawai pada Kementerian/Departemen & Lembaga Pemerintah Non Departemen

3. Pegawai pada Kejagung

4. Pegawai pada Bank Indonesia

5. Pimpinan dan Pegawai pada Sekretariat MPR/DPR/DPD/DPRD Propinsi/Dati II

6. Pegawai pada Perguruan Tinggi

7. Pegawai pada Komisi atau Badan yang dibentuk berdasarkan UU, Keppres maupun PP

8. Pimpinan dan pegawai pada Sekr. Presiden, Sekr. Wk. Presiden, Sekkab dan Sekmil

9. Pegawai pada BUMN dan BUMD

10. Pegawai pada Badan Peradilan

11. Anggota TNI dan POLRI serta Pegawai Sipil dilingkungan TNI dan POLRI

12. Pimpinan dan Pegawai dilingkungan Pemda Dati I dan Dati II.


(Warta Wartawati\Editor)

Share:
Tags:




Berita Terkait

Komentar