Soal Temuan Transaksi Janggal Pemilu, Komisi III Bakal Panggil PPATK

Rabu, 20/12/2023 08:23 WIB
Ivan Yustiavandana PPATK. (RajaMedia)

Ivan Yustiavandana PPATK. (RajaMedia)

Jakarta, law-justice.co - Komisi III DPR RI menyatakan bahwa bakal memanggil Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Ivan Yustiavandana untuk membahas soal temuan PPATK soal transaksi janggal pada Pemilu 2024.

Wakil Ketua Komisi III DPR, Ahmad Sahroni menyebut DPR bakal meminta penjelasan PPATK setelah masa reses. Berdasarkan jadwal DPR, masa reses periode ini akan berakhir pada 15 Januari 2024.

"Nanti kami panggil masa sidang yang akan datang," kata Sahroni seperti melansir cnnindonesia.com, Selasa (19/12).

Di sisi lain, Sahroni juga meminta agar PPATK tidak asal bunyi terkait dugaan transaksi janggal atau dugaan peningkatan tindak pidana pencucian (TPPU) dalam kampanye Pemilu 2024. Transaksi yang diduga ilegal itu meningkat 100 persen pada semester II 2023.

Sahroni berharap PPATK mampu mempertanggungjawabkan temuannya dengan baik. Ia juga meminta agar PPATK harus berani membuktikan temuannya itu kepada aparat penegak hukum.

"Suasana sekarang menjelang pilpres ini harus hati-hati buang isu. Tapi saya yakin Ketua PPATK akan menindaklanjuti hal tersebut," ujar Bendahara Umum Partai NasDem itu.

PPATK sebelumnya mengungkap ada kenaikan transaksi mencurigakan terkait kampanye peserta Pemilu 2024 hingga 100 persen. Ivan menyebut telah menerima daftar calon tetap (DCT) peserta Pemilu 2024.

PPATK, kata Ivan, telah mengikuti kenaikan transaksi terkait pemilu ini sejak Januari. Adapun laporan terkait hal itu diklaim terus menerus mengalami kenaikan. Kenaikan transaksi mencurigakan ini tidak hanya terjadi di partai politik, melainkan juga perseorangan.

Ivan juga menegaskan bahwa PPATK memeriksa semua pihak berdasarkan laporan yang diterima. Pernyataan itu disampaikan untuk menjawab pertanyaan apakah PPATK turut menganalisis rekening elite parpol selain bendahara.

Ivan mengatakan terdapat sejumlah pihak yang termasuk pihak pelapor. Hal itu tercantum dalam Pasal 17 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pihak pelapor meliputi penyedia jasa keuangan dan penyedia barang dan atau jasa lain.

(Annisa\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar