Menimbang RI Mengemis Utang Rp314 T Transisi Energi dari AS Cs

Minggu, 26/11/2023 20:34 WIB
Indonesia Menghadapi Kesulitan dengan Transisi Energi Bersih 2023

Indonesia Menghadapi Kesulitan dengan Transisi Energi Bersih 2023

Indonesia Tak Beralih Ke Energi Bersih Pun Tak Mas, law-justice.co -  

Transisi energi yang terus menerus dikumandangkan dari negara maju kepada Negara berkembang khususnya yang masih menggunakan energi fosil yang lebih murah . Sebagai upaya peralihan dari energi kotor ke bersih . Jika Indonesia tak beralih ke energi bersih pun tak masalah .

Jokowi mengatakan tumpukan utang itu terjadi akibat pola pendanaan yang diberikan negara maju layaknya bank komersial .

Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyindir pendanaan transisi energi dari negara maju hanya membebani utang baru bagi negara miskin dan berkembang melalui skema Just Energy Transition Partnership (JETP). JETP adalah komitmen pendanaan dari negara-negara maju anggota G7, yakni Amerika Serikat, Italia, Inggris, Prancis, Jepang, Kanada, dan Jerman, untuk membiayai transisi energi di negara berkembang dan miskin.

Pola pendanaan yang diberikan negara maju layaknya bank komersial . Padahal, harusnya pendanaan yang disediakan bersifat konstruktif jika negara maju benar-benar ingin mendukung transisi energi.

 

"Sampai saat ini yang namanya pendanaan iklim dan transisi energi masih business as usual, masih seperti commercial bank. Padahal seharusnya lebih konstruktif, bukan dalam bentuk utang yang hanya akan menambah beban negara-negara miskin maupun berkembang," katanya dalam Kuliah Umum di Stanford University, AS pada Rabu (15/11).

 


Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta bantuan Presiden AS Joe Biden untuk mendukung pensiun dini pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Indonesia. Itu disampaikan saat ia bertemu Biden di Gedung Putih pada Senin (13/11).

Keduanya disebut sepakat menyuntik mati PLTU dengan skema JETP, sebagai upaya peralihan dari energi kotor ke bersih.

Kesepakatan tersebut merupakan tindak lanjut pembahasan pendanaan transisi energi saat KTT G20 di Bali, November 2022 lalu. Kala itu, negara anggota G7 yang berjanji membantu transisi energi Indonesia lewat pendanaan JETP sebesar US$20 miliar atau setara Rp314 triliun.

Sayang, pendanaan tersebut bukan bersifat hibah atau uang cuma-cuma, melainkan pinjaman alias utang. Berdasarkan dokumen yang diterbitkan Sekretariat JETP Indonesia, pendanaan transisi energi ini terbagi menjadi dua sumber.

DPR Desak Kemenkeu Bentuk Satgas Tagih Dana Transisi Energi Rp314 T
Pertama, pendanaan publik sebesar US$11,5 miliar atau setara Rp178 triliun. Jumlah ini terdiri dari dana hibah US$300 juta, penjaminan US$2,1 miliar, pinjaman lunak alias concessional loans US$6,9 miliar.

Kemudian, non-concessional loans US$1,6 miliar, ekuitas atau investasi US$400 juta, serta US$300 juta lainnya belum ditentukan.

Kedua, pendanaan swasta dari pinjaman komersial senilai US$10 miliar alias Rp155 triliun.

Mengacu pada data tersebut, porsi hibah sangatlah kecil. Bahkan, sumber pinjaman, baik lunak maupun komersial yang cukup besar, berpotensi membuat Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) harus menjamin pinjaman tersebut.

Fungsi APBN sebagai penjamin ini dibolehkan, sesuai Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 103 Tahun 2023 tentang Pemberian Dukungan Fiskal melalui Kerangka Pendanaan dan Pembiayaan Dalam Rangka Percepatan Transisi Energi di Sektor Ketenagalistrikan.


Rektor Institut Teknologi PLN Iwa Garniwa sepakat dengan apa yang disampaikan Presiden Jokowi. Menurutnya, JETP hanya akan memberatkan Indonesia.

Pendanaan dari AS dan negara maju lainnya itu malah akan membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Iwa mengatakan JETP membuat Indonesia mau tidak mau menciptakan bunga utang baru, layaknya pinjaman komersial.

Indonesia tak beralih ke energi bersih pun tak masalah

"Padahal, transisi energi bukan hanya kepentingan Indonesia semata, tetapi juga dunia. Perlu diingat bahwa kontribusi emisi kita jauh lebih kecil dibandingkan dengan Tiongkok, AS, dan beberapa negara maju Eropa," tegas Iwa kepada CNNIndonesia.com, Jumat (17/11).

Iwa menyebut jika Indonesia tak beralih ke energi bersih pun tak masalah. Pasalnya, dampak emisi yang ditimbulkan di Tanah Air tak signifikan terhadap dunia.

Oleh karena itu, Iwa berharap Indonesia tidak perlu mengemis kepada Amerika Cs, meski ia mengakui sulit untuk mencari pendanaan selain JETP.

"Kita tidak harus mengemis soal pinjaman ini (JETP). Lebih baik kita melakukan transisi energi yang lebih bersifat evolusi atau perlahan, sehingga investasinya tidak sebesar yang dibutuhkan," Iwa menyarankan.

"Rasanya sulit kita mengharapkan pendanaan baru karena semuanya mengarah ke JETP. Paling cari pendanaan melalui kerja sama dengan negara Timur Tengah," ucapnya.

 

 

(Patia\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar