Menelisik Dugaan Penyimpangan Pembangunan di IKN

Minggu, 01/10/2023 18:13 WIB
Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan groundbreaking atau peletakan batu pertama Rumah Sakit Abdi Waluyo di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada Jumat, 22 September 2023. RS tersebut merupakan fasilitas kesehatan yang pertama dibangun di IKN. Foto: Sekretariat Presiden.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) melakukan groundbreaking atau peletakan batu pertama Rumah Sakit Abdi Waluyo di kawasan Ibu Kota Nusantara (IKN), Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur, pada Jumat, 22 September 2023. RS tersebut merupakan fasilitas kesehatan yang pertama dibangun di IKN. Foto: Sekretariat Presiden.

Jakarta, law-justice.co - Proses pemindahan Ibu Kota Negara (IKN) dari Jakarta ke Penajam Paser Utara, Kalimantan Timur sarat kejanggalan. Sejak digaungkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidato kenegaraan di sidang parlemen DPR-DPD pada Agustus 2019 lalu, proses perumusan hukum megaproyek IKN itu dikebut. Namun, perumusan Rancangan Undang-undang (RUU) IKN berlangsung tanpa melibatkan partisipasi publik secara bermakna. Terlebih waktu penggodokan pasal demi pasal di parlemen yang terhitung amat sangat cepat, yakni 40-an hari saja.

Persis prosesnya berawal dari pembentukan Panja terkait RUU itu pada awal Desember 2021 dan disahkan menjadi UU pada pertengahan Januari 2022—sebelum akhirnya diteken Jokowi satu bulan berselang. Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola menekankan kejanggalan lahirnya UU Nomor 3/2022 Tentang IKN dilatarbelakangi konflik kepentingan. 

Tak cukup hanya grasah-grusuh merumuskan beleid hukum untuk sesuatu hal yang amat besar, Alvin menitikberatkan peranan pemerintah begitu kentara, seiring adanya diskresi aturan—termasuk dari Jokowi. Sejauh ini ada empat peraturan presiden atau Perpres dan dua PP. “Kerangka regulasinya kalau dilhat arbitrary atau sewenang-sewenang. Jadi, bisa sangat mudah diganti, diubah sesuai dengan situasi atau sesuai dengan pesanan,” kata Alvin saat ditemui Law-justice, Selasa (26/9/2023).

Karena diwarnai konflik kepentingan, proyek pembangunan infrastruktur di IKN lantas tak luput juga dari kejanggalan. Dimulai dari pra-pengadaan, yang pada prosesnya pun problematik lantaran minim melibatkan partisipasi publik. Semisal proyek jembatan di Pulau Balang yang menurut kajian TII menelan anggaran secara akumulasi sebesar Rp1,43 triliun.

Konstruksi jembatan itu memiliki panjang 804 meter. Jembatan yang rampung pembangunannya pada 2022 ini digadang-gadang mempermudah konektivitas pada Lintas Selatan Kalimantan sebagai jalur utama angkutan logistik karena jarak dan waktu tempuh menjadi lebih singkat. Lain itu, jembatan ini diklaim memperlancar konektivitas antara Samarinda, Balikpapan dengan IKN.

Proyek ini, kata Alvin, dibangun dengan minim transparansi. Dokumen perencanaan hingga kini belum diketahui, termasuk dokumen Amdal. Padahal, pembangunan proyek jembatan Balang diawali protes oleh aktivis lingkungan setempat lantaran berpotensi besar merusak secara ekologis.

Konsorsium aktivis lingkungan setempat cukup keras memprotes proyek ini karena rute yang dilalui adalah melalui wilayah hutan dengan nilai konservasi tinggi. Di dalamnya adalah kawasan mangrove Teluk Balikpapan dan Hutan Lindung Sungai Wain yang memicu terjadi erosi tanah, pencemaran sungai dan sedimentasi pada sungai-sungai di sekitarnya. Protes juga disuarakan oleh Stanislav Lhota, seorang primatalog dari Departemen Zoologi, Universitas South Bohemia Republik Chechnya yang mengungkapkan proyek jembatan Balang adalah salah satu ancaman serius bagi kelestarian satwa langka semacam bekantan. 

“Ini mendukung argumentasi bahwa proyek ini berisiko tinggi (korupsi). Kita lihat kue-kue dengan porsi yang besar ini dibagikan dengan kerahasiaan,” ujar Alvin.

Proyek jembatan ini mengambil anggaran dari Surat Berharga Syariah Negara atau SBSN yang pada intinya juga bersumber dari kas negara. Alvin mewanti-wanti potensi bancakan dari sumber pendanaan ini bisa terbuka lebar. Sementara itu, merujuk tren, pemanfaatan SBSN semakin tinggi dalam lima tahun belakangan. “Artinya ada situasi kemudahan dari pemerintah di tengah akses dana itu serba sulit. Tentu penggunaan SBSN secara terus-menerus yang cenderung abusif dan minim pengawasan, itu pasti akan menimbulkan risiko,” katanya.

Adapun pemenang kontrak pembangunan Jembatan Pulau Balang adalah Kerjasama Operasi (KSO) yang didominasi BUMN antara lain PT Hutama Karya, PT Adhi Karya dan PT Bangun Cipta (swasta). Alvin menilai menangnya dua perusahan pelat merah tersebut tak terlepas dari konflik kepentingan dengan Kementerian PUPR selaku pihak yang memfasilitasi proyek ini. Menurutnya, hal itu dipicu karena paradigma pembangunan ala Jokowi yang mengejar proyek infrastruktur digarap secara cepat.

“Implikasinya Jokowi mau menugaskan pihak-pihak atau aktor yang bisa melakukannya dengan cepat, salah satunya BUMN. (Tapi), dari situ problemnya banyak, soal memastikan BUMN sehat aja itu problem sendiri, apalagi mengucurkan atau memastikan kucuran dana ke BUMN itu berjalan akuntabel,” ujar dia.

Sedangkan, dua BUMN yang garap proyek ini memiliki sepak terjang dalam bisnis konstruksi yang tidak lepas dari masalah korupsi. Di beberapa kasus korupsi seperti pembangunan gedung IPDN, beberapa petinggi PT Hutama Karya ditetapkan sebagai tersangka. Bahkan, Hutama Karya diminta untuk mengembalikan kerugian negara sebesar Rp40 miliar lebih. Tak jauh berbeda, jajaran pimpinan Adhi Karya juga terkenal terjerat kasus korupsi proyek konstruksi, termasuk proyek pembangunan IPDN di Sulawesi Utara.

Di sisi lain, PT Bangun Cipta tidak terekam memiliki masalah hukum, termasuk korupsi dalam pelaksanaan proyek yang mereka lakukan. Akan tetapi, satu catatan yang penting disorot adalah ketika korporasi itu melakukan kerjasama pembangunan rumah dengan Perum Perumnas. Dalam hal ini, Perum Perumnas diindikasikan menjual tanah dengan harga murah kepada Bangun Cipta sehingga berpotensi merugikan keuangan negara.

Terlepas Balang, peranan BUMN dalam penggarapan proyek di IKN secara holistik memang mengambil porsi besar. Dana APBN mengalir cukup siginifikan ke kas korporasi yang di bawah naungan Menteri Erick Thohir itu. Sejauh ini sudah berjalan 40 persen proyek pembangunan yang diinisiasi BUMN di IKN. Teranyar, entitas BUMN Karya bekerja sama mendirikan perusahaan patungan bernama PT Karya Logistik Nusantara. Selain Hutama dan Adhi Karya, bercokol PT Wijaya Karya, PT Pembangunan Perumahan, PT Brantas Abipraya dan PT Nindya Karya.

Dari masifnya keterlibatan BUMN, Alvin bilang modus bancakan terbuka lebar dari proses pengadaan. Modusnya masih tradisional mulai dari penggelembungan harga hingga persaingan dalam tender yang didesain tidak kompetitif. “BUMN merasa berkuasa, merasa tidak diawasi. Nanti menimbulkan problem di inefisiensi anggaran, mis manajemen dan ujungnya jadi potensi bancakan,” katanya.

Sementara itu, porsi APBN dalam megaproyek IKN juga tidak main-main. Direncanakan sebanyak 20 persen dana APBN atau sekira Rp93 triliun untuk membangun IKN dari estimasi anggaran yang dibutuhkan sebesar Rp466 triliun. Dalam rilis terakhir Kemenkeu, dana APBN yang dialokasikan sebanyak Rp65,58 triliun terhitung sejak 2022.

Alvin menilai dengan semakin masuknya BUMN dalam menggarap proyek, justru bakal memicu pembengkakan anggaran seperti proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Sedangkan, di awal pemerintah menegaskan bakal tidak mengambil porsi kelewat banyak dari APBN. “(Katanya) akan berbagi skema pendanaannya dengan pasar dan swasta, tapi kok makin ke sini makin banyak uang negara yang diambil,” ujar dia.

Ketika potensi konflik kepentingan yang berujung bancakan bisa terjadi di kalangan BUMN, Alvin mewanti-wanti juga celah lain bisa datang dari pihak swasta, baik dari dalam maupun luar negeri. Terbaru, sejumlah taipan mengucurkan investasi hingga puluhan triliunan untuk membangun berbagai fasilitas publik semacam hotel dan perkantoran. Mereka membentuk konsorsium yang di dalamnya bercokol 10 perusahaan besar di Tanah Air.

Sepuluh investor itu adalah Agung Sedayu Group, Salim Group, Sinar Mas, Pulauintan, Adaro Group, Barito Pacific, Mulia Group, Astra Group, Kawan Lama Group, dan Alfamart group. Ditambah, masuk Pakuwon Group, Vasanta Group, Jambuluwuk, dan Jakarta International School, yang bakal menggarap proyek sektor rumah sakit, pusat perbelanjaan hingga pendidikan.

Kehadiran korporasi itu diafirmasi oleh Jokowi saat dilbatkan dalam groundbreaking Hotel Nusantara di IKN beberapa waktu lalu. “Kita bisa lihat jajaran di belakang presiden itu siapa. Kalau dari lahan, tentu Aguan Cs. Kalau bicara proporsi investasi luar itu China investment yang dari pemerintah Cina atau BUMN Cina,” ujar Alvin.

Masukanya swasta dan asing dalam proyek IKN juga berdampak pada perubahan desain agraria. Disinyalir revisi UU IKN yang tidak lama akan segera disahkan oleh DPR bakal mengubah aturan soal konsesi HGU dan HGB. Upaya revisi itu diduga secara diam-diam karena terdapat kepentingan untuk mengobral HGU dan HGB untuk para pemodal di IKN.

Alvin menyoroti proses legislasi semacam ini menjadi cara dalam mengamankan kepentingan para pemodal yang berelasi dengan pemangku kepentingan. Jadi, modus bancakan tidak hanya terjadi di tataran teknis saja. “Yang sangat terlihat adalah menggunakan legislasi untuk justifikasi elite. Modusnya tetap sama, tapi cara dia mengamankan anggaran jauh lebih modern dengan menggunakan kebijakan (hukum),” katanya.

Justifikasi elite dalam UU IKN yang dibilang Alvin bahkan sudah tercermin dari bagaimana pemerintah dan DPR mendesain otorita yang dipimpin oleh pejabat setingkat menteri tanpa adanya lembaga perwakilan rakyat di tingkat lokal. Dalam UU itu, dinyatakan bahwa otorita dapat mengatur dan mengurus urusannya sendiri. Kajian TII mengungkapkan hak mengatur sendiri dalam lembaga IKN ini sumber anomali pertama. Sebab, lembaga semacam otorita yang tak memiliki organ yang terhitung sebagai lembaga politik dibekali wewenang mengatur adalah sesuatu yang tak lazim.

Pangkal masalahnya adalah ketika dinyatakan sebagai lembaga setingkat menteri, tetapi wilayah kekuasaannya hanya menyangkut beberapa jengkal dalam wilayah sebuah provinsi. “Bagaimana kelembagaan ini melakukan pengaturan untuk dirinya sendiri, ditetapkan oleh pucuk pimpinan, kemudian menjadi dasar aturannya sendiri tanpa lembaga semacam dewan, dapat mudah terjadi. Tentu vested interest sangat terbuka lebar,” kutip laporan TII.

Di sisi lain, proyek pembangunan IKN ini sedang dalam pengawasan KPK, menyusul terbentuknya satgas berisi tim dari Direktorat Monitoring KPK, tim Koordinasi dan Supervisi (Korsup), serta tim Strategi Nasional Pencegahan Korupsi (Stranas PK). Adapun pembagian tugasnya semisal Direktorat Monitoring KPK berfokus menelaah UU IKN dan draf aturan turunannya guna mengidentifikasi celah potensi korupsi dengan metode corruption risk assessment (CRA). Lalu, tim Stranas PK yang mencermati implementasi kebijakan satu peta serta pengadaan barang dan jasa.

Lain itu, komisi antirasuah juga bakal menyoroti permasalahan penyiapan lahan, seiring terjadinya tumpang tindih lahan dan perizinan kawasan hutan, perkebunan sampai tambang. Dari pengamatan sementara, KPK menemukan indikasi okupansi dan klaim pihak ketiga atas lahan-lahan di sekitar IKN yang melanggar ketentuan. Di sisi mekanisme pembiayaan, KPK berfokus pada proses transaksi pertanahan di sekitar IKN yang diketahui meningkat, penyediaan tenaga kerja dan pengelolaan aset-aset milik negara.

 

Catatan redaksi: Tulisan ini merupakan bagian ariktel bertajuk "Anggaran Jumbo IKN Rawan Jadi Bahan Bancakan dan Mark Up". Tulisan dimuat terpisah untuk menekankan konteks dan narasumber tertentu.

(Rohman Wibowo\Editor)

Share:




Berita Terkait

Komentar